YOGYAKARTA – Kearifan lokal komunitas menjadi semangat dan modal sosial bagi masyarakat Bantul dalam mengatasi dampak bencana gempa bumi 27 Mei 2006 silam.
Hal tersebut disampaikan oleh mahasiswa program doktor Fakultas Geografi UGM, Untoro Hadi dalam ujian terbuka program doktor, Jum’at (24/01/2019) di kampus setempat. Saat itu dia mempertahankan disertasi tentang kearifan lokal komunitas dalam penanganan bencana gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Bantul, DIY pada tahun 2006 silam.
“Masyarakat Bantul menempatkan kearifan lokal komunitas sebagai pandangan hidup dan ilmu pengetahuan untuk menjawab berbagai maslaah dalam mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidup mereka, termasuk mengatasi dampak gempa 2006 lalu,” tutur Untoro Hadi dalam pers rilis yang diterima redaksi Senin (27/01/2020).
Dia menjelaskan bahwa masyarakat bantul mengimplementasikan kearifan lokal dalam mengatasi dampak gempa, mulai dari sesaat setelah terjadinya gempa bumi, fase tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga fase rekonsiliasi komunitas. Kearifan lokal komunita sdiimplementasikan menjadi daya tahan, day ajuang, dan day abangkit bagi masyarakat setempat.
“Ketiga daya tersebut bersinergi dengan daya ungkit atau solidaritas eksternal, rekonsiliasi komunitas dan kepemimpinan,” sebut dosen Universitas Janabadra Yogyakarta ini.
Lebih lanjut Untor Hadi memaparkan implementasi kearifan lokal masyarakat Bantul berbeda-beda di tiap wilayahnya. Pada masyarakat pegunungan masih memegang teguh kearifan lokal komunitas, tidak hanya untuk menghadapi bencana saja. Namun kearifan lokal komunitas juga digunakan untuk menggali potensi wilayah untuk mewujudkan kesejahteranaan hidupnya.
Kondisi serupa juga terjadi pada masyarakat daerah pesisir. Kearifan lokal diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara pada masyarakat perkotaan, kearifan lokal komunitas semakin lama ditinggalkan akibat masuknya arus modernisasi yang menggerus nilai-nilai luhur dan budaya Jawa. (pr/kt1)
Redaktur:Hamzah