Oleh : Livia Teja Laksmana*
Covid-19 yakni Corona virus disease 2019 tengah menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini mengakibatkan angka kematian yang cukup tinggi. Penyebaran virus yang tergolong cepat membuat pemerintah di berbagai negara khawatir sehingga muncul himbauan agar seluruh aktivitas sehari-hari dilakukan dari rumah. Di tengah rasa takut dan panik akan Covid-19, masyarakat tidak menyadari bahwa di Indonesia terdapat penyakit lain yang tidak kalah mengerikan dari Covid-19 serta menjadi salah satu penyebab kematian yang cukup tinggi. Penyakit itu adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi akibat infeksi virus dengue dan dapat ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, yakni nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Candra, 2010).
Menurut World Health Organization, penyebaran penyakit DBD akibat virus dengue di dunia tergolong cukup cepat. Dalam 50 tahun terakhir, insiden penyakit DBD meningkat 30 kali lipat dan terjadi peningkatan ekspansi geografis ke beberapa negara baru. Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh iklim, khususnya suhu udara, curah hujan, kelembaban, permukaan air, dan angin. Hal ini menyebabkan penyakit DBD banyak ditemukan di negara tropis, termasuk negara Indonesia. Perubahan cuaca serta terjadinya curah hujan mendorong peningkatan populasi nyamuk pembawa virus dengue. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk dapat memudahkan penyebaran penyakit tular vektor seperti DBD.
Negara Indonesia sendiri merupakan negara yang tergolong padat penduduk dan memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Terjadinya pertambahan jumlah penduduk memberikan pengaruh terhadap pertambahan jumlah hunian serta bangunan yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang tergolong memiliki beban kasus DBD tertinggi. Kasus DBD di Indonesia telah tersebar di berbagai daerah, salah satunya ialah Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di Pulau Jawa.
Sejak awal tahun 2020 hingga 4 April 2020, Kementerian Kesehatan Indonesia telah mencatat jumlah kasus DBD di seluruh Indonesia mencapai 39.876 kasus dengan angka kematian 254 jiwa. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri, pada dua bulan pertama di tahun 2020 Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencatat 1.032 kasus DBD terjadi di DIY. Bandingkan dengan jumlah kasus dan kematian yang diakibatkan oleh Covid-19. Hal ini menunjukan bahwa di samping wabah virus corona yang sedang terjadi, penyakit DBD yang ada di DIY maupun di seluruh Indonesia juga perlu diwaspadai. Penting bagi masyarakat maupun pemerintah untuk melakukan pencegahan serta pengendalian penyakit DBD.
Pengendalian penyakit DBD di seluruh Indonesia termasuk wilayah DIY seringkali dilakukan melalui fogging. Pengendalian melalui fogging atau penyemprotan racun ini bertujuan untuk membunuh nyamuk-nyamuk dewasa pembawa virus dengue. Akan tetapi, fogging yang dilakukan masih tergolong kurang efektif sebab telur yang dihasilkan oleh nyamuk dewasa tidak dapat dibasmi. Selain itu, jika fogging sering dilakukan maka akan timbul resistensi nyamuk terhadap racun fogging dan fogging justru dapat memicu perpindahan nyamuk dari daerah satu ke daerah lainnya. Menghirup asap fogging yang berlebihan juga dapat menyebabkan efek samping terhadap kesehatan manusia.
Selain fogging, salah satu program pemerintah yang selama ini dianjurkan ialah program 3M yang terdiri atas gerakan menutup, menguras, dan mengubur. Akan tetapi, pelaksanaan program 3M ini masih perlu ditekankan lebih lanjut agar masyarakat benar-benar melakukan program 3M ini dengan baik. Di samping program pengendalian yang telah dianjurkan, terdapat cara pengendalian yang cenderung lebih aman serta dapat meminimalisir timbulnya pencemaran lingkungan. Pengendalian vektor DBD ini dapat dilakukan secara biologis yakni dengan memanfaatkan agen-agen biologi seperti ikan pemakan jentik nyamuk maupun tanaman anti nyamuk. Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk dapat dilakukan di kolam sekitar halaman rumah ataupun pada bak-bak mandi. Pada daerah perkotaan yang cenderung memiliki halaman rumah terbatas dapat dilakukan penanaman tanaman anti nyamuk seperti lavender, rosemary, ataupun geranium. Tanaman ini dapat ditanam di pot-pot dan diletakan di dalam ataupun sekitar rumah tanpa memakan banyak tempat. Harapannya dengan menggiatkan program 3M serta pemanfaatan agen biologi ini perkembangan vektor DBD di DIY maupun di seluruh Indonesia dapat diminimalisir. Hal terpenting dalam pengendalian vektor DBD ialah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Perlu dilakukan pembersihan lingkungan sekitar secara berkala, menghilangkan kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah, dan tidak membiarkan adanya genangan air maupun penumpukan sampah serta benda-benda yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk.
Di tengah maraknya penyebaran Covid-19 serta penyakit tular vektor seperti DBD, diperlukan kesadaran setiap individu dalam menjaga kesehatan. Meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kebersihan merupakan hal terpenting. Memang tidak mudah untuk mencapai kondisi bebas penyakit. Akan tetapi, apabila masyarakat dan pemerintah bekerja sama untuk berani mulai melakukan pencegahan penyakit bersama-sama maka kondisi bebas penyakit pasti dapat terwujud. (*)
**Penulis Adalah Mahasiswi Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta