YOGYAKARTA – Pakar Ekonomi Pertanian UGM, Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan pangan adalah salah satu faktor penting setelah penduduk. Meski teknologi sudah maju, manusia bahkan sudah bisa menginjakkan kakinya di bulan, hingga saat ini belum ada satu pun teknologi yang mampu menghasilkan pangan sintetis.
“Ir. Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia pernah mengatakan, pangan merupakan masalah mati hidupnya suatu bangsa. Apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka akan terjadi malapetaka,” kata Jangkung dalam seminar terbatas PSKK UGM bertema ‘Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan Pangan Indonesia’ di Auditorium Gedung Masri Singarimbun, Bulaksumur, Kamis (22/5/2014).
Sebagai warga dunia, lanjut Jangkung, kita menghadapi beberapa persoalan yang krusial, penduduk salah satunya. Persoalan penduduk akan terus menjadi utama karena akan menyangkut persoalan lainnya seperti pangan, energi, serta lingkungan.
“Saya rasa ini juga menjadi tantangan bagi calon presiden yang akan datang. Apakah nanti mampu menjamin kebutuhan pangan rakyatnya? Bisa tidak kebutuhan energi itu nanti tercukupi? Bisa tidak kita hidup di dalam lingkungan yang bersih dan nyaman?” ujar Jangkung.
Pada 2025 – dengan proyeksi jumlah penduduk versi PSKK UGM sebanyak 282,6 juta – jumlah produksi beras diproyeksikan mencapai 52,2 ton sementara jumlah konsumsinya mencapai 39,2 ton. Sepuluh tahun berikutnya pun masih memiliki kecenderungan yang sama. Pada 2035, saat jumlah penduduk diproyeksikan mencapai 304,9 juta, maka jumlah produksi beras diproyeksikan mencapai 59,4 ton. Jumlah ini masih lebih tinggi dibanding jumlah konsumsinya yang diproyeksikan mencapi 42,3 ton.
“Jika berdasar pada data-data resmi yang ada, maka proyeksi yang disusun ini cukup optimis. Data penduduknya kita gunakan data dari PSKK UGM untuk kemudian melihat produksi beras domestik. Ternyata memang masih lebih tinggi dengan laju konsumsinya,” jelas Jangkung.
Meski demikian, menurut Jangkung lagi, jumlah konsumsi beras tidak semata-mata dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Ada faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan seperti harga beras, harga barang substitusi atau pengganti beras, harga barang komplementer (makanan pendamping beras seperti sayuran dan lauk-pauk), dan pendapatan per kapita.
“Saat ini kita bisa lihat terjadi kenaikan pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia. Saat pendapatan meningkat maka permintaan beras pun meningkat. Peningkatan permintaan beras pada akhirnya bukan hanya disebabkan meningkatnya jumlah penduduk tetapi juga semakin tebalnya dompet penduduk,” pungkasnya. (kim)
Redaktur: Azwar Anas