REMBANG – Situasi di desa pegunungan Kendeng, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah semakin memanas. Warga, terlibat bentrok dengan polisi dan tentara, saat melakukan blokade menolak pendirian tambang Karst dan pabrik semen PT. Semen Indonesia.
Warga yang mencoba mendokumentasikan kejadian tersebut di tangkap dengan tuduhan wartawan gadungan, padahal mereka adalah warga Gunem sendiri. Bahkan ada warga yg dilemparkan oleh polisi dari ketinggian bukit karst setinggi 3 meter hingga jatuh dan terluka, dan warga ataupun petugas medis yang berusaha menolong warga yang jatuh karena di dorong tersebut dilarang dan dihalang- halangi.
“Mohon kawan-kawan bantu bersolidaritas dengan menshare status saya dan juga Omah Kendeng untuk menginfirmasikan pada publik atas apa yang terjadi d rembang. Salam solidaritas. Mari minta Kapolres Rembang AKBP Kurniawan untuk menghentikan represifitas yang dilakukan anggotanya,” tulis M. Taqiyudin, salah satu aktivis yang bergabung dalam Omah Kendeng yang mengadvokasi warga, dalam status facebooknya.
Dewan Nasional KPA Jawa Tengah Lukito menginformasikan, dalam bentrok tersebut, warga yang terdiri dari ibu-ibu dan petani dipukuli oleh satu kompi aparat gabungan kepolisian dan TNI yang mengawal peletakan batu pertama pendirian pabrik semen dari PT Semen Indonesia. Tidak hanya itu, wartawan yang meliput aksi warga desa juga dirampas peralatan persnya. Hingga pukul 10.35 WIB, empat orang petani ditangkap dan situasi di sekitar pabrik masih tegang.
“Warga di Rembang yang melakukan aksi blokade disweeping hingga ke semak-semak oleh preman dan aparat. Kami meminta Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meninjau ulang rencana tersebut . Hentikan segala bentuk kekerasan atas nama pembangunan pabrik semen yang merampas lahan warga dan merusak mata air petani, dan lepaskan empat petani yang ditangkap,” katanya, kepada wartawan, Senin (16/6/2014).
Menurut Lukito, pembangunan pabrik semen itu telah merampas lahan produktif petani. Selain itu penambangan juga mengancam ekosistem alam yang bisa berdampak pada bencana alam. (now)
Redaktur: Azwar Anas