Santri Perlu Mengenal Tradisi Wayang

BANTUL– Tradisi pesantren tidak bisa dilepaskan dengan tradisi wayang. Sejak adanya tradisi pesantren di Nusantara, wayang mulai menjadi bagian dari kehidupan santri.

Demikian disampaikan pendiri Pesantren Kaliopak, Jadul Maula, dalam sambutan pembukaan pameran wayang “Ngaji Wayang”, Kamis (27/11) malam, di Pesantren Kaliopak, Piyungan, Bantul, Yogyakarta.

“Apa salahnya (saat ini) pesantren menyelenggarakan wayangan? Pada masa Nusantara dulu, di Gresik, santri menggunakan wayang sebagai pemersatu masyarakat dari berbagai latar sosial. Tujuan untuk menyampaikan keagamaan juga,” kata mantan direktur LKiS itu, dalam rilis yang diterima jogjakartanews.com, Jumat (28/11/2014).

Menurutnya, saat ini penghuni pondok pesantren perlu mengenal tradisi wayang. Pasalnya, kata Jadul, wayang bisa mnejadi alat introspeksi diri.

“Tokoh-tokoh dari lakon wayang merupakan refleksi atas manusia,” ungkapnya dengan dialek Jawa.

Jadul menjelaskan, meski wayang zaman sebelum masuknya Islam berguna sebagai alat pemanggil arwah, wayang yang ada pada masa ini tidak tepat dianggap sebagai ritual pemanggilan arwah. Para walisongo, kata dia, mengubah beberapa aspek wayang, dari ritual menjadi alat penyebaran agama Islam.

“Walisongo mengubah aspek-aspek (pewayangan) yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam,” jelasnya.

Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga itu menambahkan, satri harus mempu memahami kebudahaannya sendiri. Menurut dia, memahami wayang berarti memahami sedikit sejarah Islam di Nusantara.

Pameran wayang “Ngaji Wayang” telah resmi dibuka. Selain Jadul Maula, seremonial pembukaan juga dihiasi kata sambutan dari GBPH Yudhaningrat. Pameran beragam bentuk wayang dan lukisan wayang ini menghadirkan lebih dari 20 karya dari 17 seniman. Pameran akan dilaksanakan hingga 30 November 2014. (pr)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com