Aktifis HMI Nyatakan Aturan 5 Tahun Masa Kuliah Bakal Berimbas ke Organisasi Kampus

????????????????????????????????????

YOGYAKARTA – Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan yang menetapkan lama masa studi perkuliahan maksimal lima tahun dinilai akan berdampak pada eksistensi organisasi kemahasiswaan di kampus, baik itu organisasi ekstra maupun intra. Hal itu seperti disampaikan aktifis HMI, Mohammad Ridwan, Kamis (14/05/2015).

Menurutnya aturan tersebut dipastikan sedikit banyak banyak akan memberikan pengaruh terhadap tingkat partisipasi mahasiswa di organisasi intra dan ekstra. “Saat ini organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra saya pikir mengalami masalah yang sama, sulitnya partisipasi kader dalam setiap kegiatan, khususnya kegiatan yang bersifat rutin. Nah, adanya permendikbud ini tentu akan menambah situasinya menjadi lebih sulit lagi. Sebab yang ada dalam pikiran mahasiswa ke depan hanya cara supaya cepat lulus dan tidak kena drop out,” pungkasnya kepada Jogjakartanews.com.

“Organisasi kemahasiswaan hingga sekarang ini terbukti mampu mengasah skill, membuat mahasiswa lebih berkualitas dibanding hanya mengandalkan paparan materi perkuliahan yang bagi saya metodenya sangat monoton. Ini juga jadi sinyalemen mentri pendidikan tinggi hanya pentingkan kuantitas lulusan dibanding kualitasnya. Akan banyak mahasiswa yang berlomba-lomba lulus cepat tanpa memperdulikan indikator pencapaian selama di kampus,” lanjutnya.

Lebih lanjut ia menambahkan permendikbud bisa menyuburkan bisnis hitam jasa skripsi sebagai imbas dari kepanikan mahasiswa untuk lulus cepat. “Mahasiswa yang secara kualitas masih lemah, empat tahun belum kelar tentu jadi panik, larinya nanti skripsi minta bantuan orang atau pake jasa, ini akan menyuburkan bisnis jasa skripsi, pasti,” tukas lelaki asal Makassar itu.

Meski begitu, ia berharap agar perbaikan secara menyeluruh dilakukan oleh setiap kampus agar permendikbud tidak berimbas pada pengurangan dari sisi kualitas lulusan.”Harus ada perbaikan, baik dari segi metode pembelajaran, kualitas dosen yang mengajar, fasilitas penunjang, maupun layanan administrasi yang selama ini berbelit-belit, supaya kampus-kampus tidak semakin banyak mencetak pengangguran-pengangguran baru,” tuturnya. (Ning)

Redaktur: Rudi F.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com