YOGYAKARTA -Terkait adanya indikasi biaya perjalanan fiktif yang terjadi dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, Jogja Corruption Watc (JCW) mendesak aparat penegak hukum baik Polda DIY maupun Kajati DIY segera menindaklajuti temuan tersebut. Hal itu supaya temuan-temuan BPK tidak sekadar menjadi tumpukan kertas yang perlahan-lahan termakan zaman tanpa ada kejelasan bagaimana tindaklanjutnya.
Sebagaimana hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangaan (BPK) melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada tahun 2014 atas kinerja keuangan pada Pemerintah Kabupaten Bantul, ditemukan adanya beberapa perjalanan dinas yang ternyata tidak dilakukan pejabat ataupun PNS di lingkungan Pemkab Bantul. Selain itu, ditemukan pula adanya besaran biaya perjalanan dinas pejabat Bantul yang tidak sesuai dengan manifes tiket pesawat alias digelembungkan (mark-up) yang mencapai Rp 100 juta.
“Kedua temuan tersebut mengindikasikan bahwa biaya perjalanan tersebut fiktif,” tegas Kepala Divisi Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba kepada Jogjakartanews.com, Jumat (05/06/2015.
Indikasinya adalah terungkap berdasar LHP BPK tahun 2014 tersebut ditemukan adanya perbedaan setelah BPK membandingkan manifes atau data perjalanan sejumlah maskapai dengan laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas. Sejatinya, menurut Baharuddin harus ada kesesuaian antara laporan pertanggungjawaban dengan manifes maskapai yang digunakan. Sehingga adanya perbedaan sebesar Rp 48 juta lebih tinggi dari yang tertera dalam manifes perjalanan maskapai. Selain itu BPK juga menemukan laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas ataupun PNS dilingkungan Pemkab Bantul senilai Rp 52,8 juta.
“Namun, setelah ditelusuri ternyata BPK tidak menemukan manifes sejumlah maskapai yang diklaim digunakan dalam perjalanan dinas tersebut,” pungkas Bahharuddin.
“Jogja Corruption Watch mendorong kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Polda DIY maupun Kejati DIY dapat menelisik temuan dari BPK tersebut. Artinya, data-data yang berupa temuan dari BPK itu dapat ditindaklanjut mulai dari dengan melakukan proses pengumpulan data (Puldat) jika dari hasil pengumpulan data-data tersebut diindikasikan adanya penyelewengan sehingga dapat dinaikkan ke tahap penyelidikan maupun ke penyidikan. Data-data atau temuan BPK tersebut dapat diminta ke BPK atau BPK yang dapat memberikannya ke institusi penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Hal ini penting agar temuan dari BPK itu tidak hanya sekedar dijadikan ‘macam kertas’ apalagi hanya menambah banyaknya tumpukan-tumpukan kertas yang tidak ditindaklanjuti,” kata Baharuddin. (pr)
Redaktur: Aristianto Z.