YOGYAKARTA – Efek menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar tiiiidak bisa dirasakan segera. Kendati disambut gembira kalangan ekonom, namun akibat terdepresinya mata uang rupiah terhadap dollar beberapa bulan terakhir terlanjur telah membuat sektor industri melemah.
“Gampangnya, apakah ribuan buruh yang telah di PHK sekarang langsung kembali bekerja atau ditarik lagi oleh perusahaan? Kan tidak bukan? Untuk kembali stabil harus banyak yang harus dibenahi, dan perlu proses yang tak instant,” Ujar pengamat ekonomi dari Economic Watch Yogyakarta (EWY), Septa kepada jogjakartanews.com, Kamis (08/10/2015) siang.
Septa mengingattttkan, secara nasional, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan, jumlah PHK hingga September ini sudah mencapai sekitar 27.000 orang. Namun, kata Septa, jumlahnya bisa lebih mengingat tidak semua perusahaan melaporkan ke Kemenaker.
“Jumlah PHK ini tentu memperihatinkan, sayangnya begitu rupiah menguat, yang terasa cepat efeknya ya tak lain pencitraan, seolah keberhasilan Presiden Jokowi yang cepat. Tapi kita lihat apakah secepatnya pula KKKorban PHK pulih dan bisa kembali bekerja?” tanya Septa.
Septa juga menilai klaim pemerintah tersebut tidak fair.
“Kalau saat dolar naik dikatakan bukan karena kebijakan Ekonomi Jokowi, harusnya kalau rupiah menguat juga bukan karena kebijakan ekonomi Jokowi dong? Jokowi sendiri selama ini selalu berdalih soal ekonomi Makro diserahkan ke BI. Jadi Jangan segala sesuatunya dijadikan proyek pencitraan,” tukas Septa yang Alumnus UGM Yogyakarta ini.
Sekadar informasi, rupiah menguat 420 poin terhadap dollar AS pada perdagangan Rabu (07/10/2015) kemarin. Mengutip bloomberg, rupiah ditutup mrnguat 2,95 persen ke level 13.821 per dolar AS, dibandingkan penutupan kemarin di level 14.241 per dolar AS. Rupiah sempat menyentuh level terkuat harian di 13.711 pada pukul 14.30 WIB.
Penguatan nilai tukar rupiah dalam tiga hari ini merupakan kombinasi dari sentimen internal dan eksternal, diantaranya data ekonomi Amerika Serikat (AS) terjadi sedikit pelemahan terutama di data tenaga kerja membuat konsensus kebijakan suku bunga bank sentral AS mulai bergeser kenaikannya yang semula pada Oktober dan Desember 2015 kemungkinan mundur pada 2015. Dari domestik, investor menyambut positif langkah pemerintah untuk menderegulasi atau memangkas regulasi dalam paket kebijakan ekonomi jilid I dan II. (nng)
Redaktur: Herman Wahyudi