Anies: Banyak Nilai dari Jogja yang Perlu Dibawa Kembali ke Jakarta

YOGYAKARTA – Calon Gubernur DKI, Anies Baswedan mengatakan banyak nilai-nilai moral dan sosial Yogyakarta yang perlu diakomodir untuk membangun Jakarta yang lebih baik ke depan. Menurut Anies, diantara nilai-nilai tersebut adalah nilai ramah tamah, kesopanan, dan persahabatan masyarakatnya.

Dikatakan Mantan Menteri Pendidikan Kabinet Kerja jilid 1 ini, Yogyakarta adalah kota dengan ekspresi budaya yang kuat. Jakarta, kata dia, tak kalah panjang cerita sejarahnya Dari Yogyakarta. Namun ia menilai hari ini Jakarta kering dengan nuansa sejarah. Kering dari ekspresi budaya. Ruang untuk seni sedikit sekali. Selain itu nuansa persahabatan di Jogja sangat kental, sehingga ada perasaan bahwa semuanya adalah warga Yogyakarta.

“Di Jakarta itu sampai ada istilah, KTPnya Jakarta apa enggak? Ngga ada KTP Jakarta mas, bener nggak? Adanya KTP Republik Indonesia. Jadi di Jogja dibangun suasananya adalah milik kita semua. Itu nuansa persahabatan, sehingga konsekuensinya misalnya nih ketika melihat kampung kumuh itu ngga dipandang  ini pasti pendatang. Mbok nek iso yo do podo mulih wae ngrepoti (kalau bisa pulang saja agar tidak merepotkan, red). Mind set pengelola seperti itu yang sedikitnya harus dikurangi. Di Jogja ngga tuh. Tanya teman-teman yang tinggal di sepanjang Kali Code. Banyaknya juga bukan berasal dari sana. Di sini kota Muhajirin (pendatang, red) lah, Anshornya (warga asli) juga banyak, tapi  suasana yang dibangun positif, di Jakarta sebaliknya. Itulah yang harus dikembalikan,” ujar Anies saat bincang-bincang dengan jurnalis di Yogyakarta, Kamis (27/10/2016) malam.

Oleh karena itu, kata Anies, jika ingin membuat Jakarta tertib, maka dimulai dengan pemimpin yang tertib. Kalau jakarta ingin tanpa caci maki, maka dimulai dengan pemimpin yang tidak suka mencaci maki.

“Nah karena itu, kalau anda ingin membuat kotanya ramah, tidak bisa dimulai dengan kegarangan. Ingin kotanya baik, tidak bisa dimuali dengan kekacauan. Karena itu jika beranggapan Jakarta kotanya keras maka diperlukan orang keras, ya makin keras terus. Itu logika sederhana aja. Kita ingin membuat rumah ini rapi, karena kotanya berantakan, maka cari orang berantakan, ya makin berantakan,” tukas Calon Gubernur DKI yang berpasangan dengan Sandiaga Uno ini.

Namun demikian, Anies setuju dengan kepemimpinan tegas. Akan tetapi harus diimbangi dengan sikap mengekspresikan gagasan dan pikiran dengan bahasa serta cara yang baik, sehingga tidak menimbulkan masalah.

“Kepemimpinan bisa keras tapi ekspresinya, dengan teratur tertata. Akhir-akhir ini kata-kata dianggap ngga penting. Kalau ngga penting ngga ada media massa mas. Koran isinya kata-kata semua e mas. Lho piye to? Orang ngomong apa aja. Seakan kata-kata itu tak bermakna. Jadi ada orang dibentak, dimarahin itu dianggap sama dengan dihormati. Ya beda dong,” ujar cucu dari pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswedan.

“Sehingga saya katakan kenapa orang seperti Pak Dirman (Panglima Besar Jenderal Soedirman, red) itu menarik. Hamengku Buwono  IX itu kurang apa kerasnya, kurang apa tegasnya, pernah mbentak-mbentak orang? Ngga pernah. Ada yang bisa bilang HB IX ngga tegas? Hayo siapa yang berani? Ngga ada yang berani. Tegas, jelas, tapi sopan. Tapi beradab.  Dijaga adab itu. Itu yang harus dikembalikan Jakarta,” tegas Anies Baswedan yang alumni Universitas Gadjah Mada. (jn1)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com