SLEMAN – Salah satu strategi mengurangi kesenjangan ekonomi, pemerintah harus bisa mendekatkan masyarakat kepada akses kapital. Sebab, saat ini masyarakat tidak bisa mengembangkan usaha lantaran tidak memiliki modal yang cukup.
Hal itu dikatakan Bupati Kulon Progo, dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), dalam seminar nasional Tata Kelola Inovatif Menuju Pembangunan Sosial yang Berkeadilan, Kamis (26/10/2017) di FISIPOL UGM.
Menurut Hasto, kaum tidak mampu harus dibela dengan cara yang kongkrit dengan membuka serta mendekatkannya dengan modal. Dalam beberapa tahun terakhir, kata dia, pemerintah Kabupaten Kulon Progo mengupayakan pembangunan daerah yang sesuai dengan kearifan lokal dan kekayaan daerah,
“Kami mengembangkan potensi-potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Kami memulai dari yang kecil, apa yang bisa dikerjakan sekarang. Mungkin belum bisa membuat handphone atau alat-alat canggih, tapi kami punya pertanian,” katanya.
Dikatakan Hasto, melalui kerja sama dengan berbagai pihak mulai dari pihak swasta hingga akademisi, Kulon Progo sukses mengembangkan usaha-usaha lokal yang pengelolaannya diserahkan kepada koperasi maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Berbagai produk lokal berupa air minum, beras dan berbagai produk pertanian lain serta jaringan swalayan lokal yang diberi nama Toko Milik Rakyat (Tomira) pun mulai dikenal luas dan memberikan keuntungan bagi masyarakat. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kami mengkampanyekan slogan ‘Bela Beli Kulonprogo’ atau ajakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor dan membeli produk lokal,” tukasnya.
Dalam kesempatan tersebut Hasto mengkritik gaya hidup masyarakat saat ini yang terbilang boros dan kurang memperhatikan kebutuhan jangka panjang. Untuk itu, ia menekankan perlunya revolusi mental dengan perubahan cara pikir untuk memunculkan perubahan yang nyata dan bukan sekadar khotbah atau retorika.
Pembicara lain dalam seminar, dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) UGM, Hendrie Adji Kusworo, Ph.D menjelaskan apa yang disebut sebagai new enterpreneurship yang tidak hanya fokus pada akumulasi kapital tapi lebih memperhatikan prinsip keadilan sosial.
Menurut Hendrie, pembangunan sosial yang berkeadilan hanya bisa dilahirkan dengan new enterpreneurship yang mengombinasikan pendekatan bisnis dengan efektifitas dan efisiensi,
“Namun di sisi lain juga harus mempunyai keberpihakan pada kolektivitas dalam tata kelola yang inovatif,” tandas Adji dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Departemen PSdK FISIPOL UGM dalam rangka peringatan Dies Natalis ke-60 departemen yang sebelumnya bernama Departemen Sosiatri ini.
Sebelumnya, dalam sambutan pembukaan acara, Dekan FISIPOL, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si mengatakan, tema seminar yang diangkat relevan dan kontekstual dengan kondisi nasional yang sedang dihadapi dan menjadi sebuah refleksi teoretis terhadap apa yang dilakukan PSdK.
“Harapannya, gagasan yang disampaikan hari ini bisa bergaung di tingkat nasional dan menjadi agenda yang didengar oleh pembuat kebijakan,” harap Erwan.
Selain Hasto dan Adji, seminar nasional ini juga menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan, seperti pembina Joglo Tani, TO Soeprapto, Manajer CSR Pertamina Hulu Energi, Sudaryoko, serta Manajer General Affairs and Community Relation PT Holcim Indonesia Plant Tuban, Trayudi Darma. (kt1)
Redaktur: Faisal