Museum Rumah Garuda, Tempat Menemukan Mutiara Sejarah yang Tenggelam

BANTUL – Predikat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai ‘gudangnya’ sejarah Bangsa Indonesia memang terbukti. Berbagai museum ada di Yogyakarta, salah satunya yang sarat dengan nilai sejarah adalah Museum ‘Rumah Garuda’ yang terletak di Jl. Puri Sewon Asri, Blok L, Panggungharjo, Sewon, Bantul.

Museum yang didirikan oleh pemerhati lambang negara, Nanang Rakhmad Hidayat, M.Sn, pada 17 Agustus 2011 silam tersebut, menyimpan sejarah yang kerap terlupakan bangsa ini, yakni fakta sejarah terkait Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia.

Hingga saat ini sudah ada sekitar 300 lebih koleksi bersejarah berupa patung, foto, aksesoris, buku, dan film tentang sejarah Garuda Pancasila sebagai lambang negara yang selama ini jarang diketahui publik. Menariknya, di Museum dan Lembaga Studi Lambang Negara ‘Rumah Garuda’ terdapat alat peraga edukasi guna mengenalkan sejarah lambang negara sejak usia dini.

Menurut Nanang, inspirasi pendirian Rumah Garuda berawal dari hobinya memotret bentuk-bentuk burung Garuda Pancasila di pinggir-pinggir jalan di wilayah DIY maupun kota-kota lain. Hobi yang tergolong unik bagi orang awam itu, ia lakoni sejak 2003.

“Pernah dalam dua minggu saya hunting (berburu, red) foto Garuda di pinggir jalan dan mendapatkan 27 species (jenis, red) yang berbeda-beda. Ada yang menghadap kanan, ada yang ke kiri, sayapnya merentang ke atas, ada juga ke bawah. Ada yang sayapnya tidak merentang dan sebagainya. Saya banyak melihat bentuknya sangat distortif, lucu, tidak sama sekali menganut pakemnya,” kenang Nanang saat dijumpai jogjakartanews.com di Rumah Garuda, Jumat (09/02/2018) kemarin.

Nanang menambahkan, foto-foto hasil jepretan beserta viedeo karyanya tersebut pernah dipamerkan di Museum Nasional pada 10 mei 2003, dalam gelaran Pameran Institut Seni Indonesia (ISI).

Berangkat dari hobi itulah, pikiran Nanang terusik untuk menelisik penciptaan lambang negara Garuda Pancasila. Kemudian ia melakukan berbagai penelitian dengan metode sejarah,

“Muncul pertanyaan di benak saya, ini yang merancang garuda siapa ya? Kok seingat saya sejak SD hingga SMA tidak diajarkan, waktu penataran P4 (era Orde baru, red) nggak pernah disinggung. Mestinya kan ada nih, standar baku untuk lambang negara ini. Lalu mengapa orang-orang di kampung itu membuat garuda, apa motivasinya? Kemudian saya mulai melakukan penelitian,” ungkap alumni Desain Interior ISI Yogyakarta ini.

Pada tahun 2006, Nanang masuk Pasca Sarjana ISI mengambil master media rekam. Riset dengan tema sejarah lambang negara ia jadikan project penelitian.

“Tapi sayang kalau hanya menjadi tumpukan data, kemudian saya wujudkan dalam bentuk buku yang berjudul ‘Mencari Telur Garuda’. Selain itu, saya buat film dengan judul sama,” imbuhnya.

Setelah melakukan riset dan mendapatkan banyak bukti fakta sejarah, Nanang kemudian bertekad mendirikan sebuah museum yang ia namakan Rumah Garuda. Nanang menjadikan Rumah Garuda sebagai wahana Sosialisasi sejarah lahirnya lambang negara yang kerap terlupakan bangsa ini.

Bahkan, di Rumah Garuda, pengunjung akan ditunjukkan bahwa untuk memahami sejarah maha karya lambang negara ternyata bisa dikaji dari ranah mitologi  (mitos). Beberapa buku dan visual berupa foto-foto candi atau apapun yang terkait dengan garuda ada di Rumah Garuda. Bahwa banyak negara lain yang mengadopsi bentuk elang dan garuda juga memiliki rentetan mitologi yang Panjang dan ilustrasinya disajikan di Rumah Garuda.

“Ketika kita bicara lambang negara, maka kita harus tahu persis, utuh. Kenapa kok bukan Komodo? kenapa kok bukan Orangutan? Kepa milihnya Garuda? Ya, karena (Garuda) rentang mitologinya luar biasa, filosofinya juga keren. Garuda sangat sesuai dengan karekter bangsa Indonesia. Misalnya bahwa Garuda ternyata lebih unggul dari Dewa Wisnu, sehingga hasil negosiasinya, Garuda ini menjadi kendaraannya (Dewa) Wisnu,” tukas pria yang kolektor motor antik ini.

Sejak museum Rumah Garuda berdiri dan dibuka gratis untuk masyarakat, tak pernah sepi dari pengunjung. Kebanyakan yang berkunjung dari kalangan pejar TK hingga Mahasiswa. Tak sedikit pula yang datang sendiri karena tertarik dengan banyaknya mutiara sejarah yang selama ini tenggelam di Rumah Garuda, sambil kongkow di Cafetaria WarMuz (Warung Museum). Bahkan, dari buku tamu museum yang buka setiap hari dari Pukul 09.00 sampai 21.00 WIB tersebut, banyak pengunjung yang berasal dari luar negeri seperti dari Hongaria, Mexico, Amerika Serikat dan negara-negara di belahan dunia lainnya.

Meski mengaku sudah cukup dengan apresiasi pengunjung, namun Nanang berharap agar lahir Rumah Garuda- Rumah Garuda baru di seluruh Indonesia,

“Harapan saya minimal di setiap ibu kota propinsi punya Rumah Garuda. Terserah mau dikelola siapapun, komunitas apapun, yang penting dia menjadi pusat rujukan, pengetahuan sejarah lahirnya Garuda sebagai lambang negara,” harap Nanang. (rd)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com