Kapolda Tegaskan Yogyakarta Tidak Gawat

YOGYAKARTA – Kapolda DIY, Brigjen (pol) Ahmad Dofiri, M.Si menyayangkan kabar yang beredar di Media Sosial (Medsos) bahwa Yogyakarta sudah gawat dan tidak toleran. Isu tersebut beredar, paska kejadian penganiayaan jemaat Gereja  St. Lidwina di Dukuh Jambon, Trihanggo, Gamping, Sleman, Minggu (11/02/2017) lalu.

“Yang saya garis bawahi adalah bahwa tolong jangan percaya apa yang kemudian muncul di Medsos. Ini situasinya sudah adem-adem di Medsos nggak karu-karuan. Jangan berandai-andai, jangan berspekulasi, jangan berasumsi. Jangan hanyut dengan pemberitaan medsos. Makin hanyut makin onar nanti kita ini,” ujar Dofiri saat menghadiri deklarasi “jogja damai” menolak kekerasan, intoleransi dan radikalisme di Bangsal Kepatihan, Rabu (14/02/2018)

Menurut Dofiri,  tidak ada kegiatan tokoh-tokoh lintas keagamaan yang lebih intens dari Yogyakarta, seperti pertemuan dan doa bersama lintas iman. Meski mengakui masyarakat Yogyakarta dinamikanya cukup tinggi karena event apapun dilaksanakan di Yogyakarta, namun Kapolda menegaskan bahwa masyarakat Yogyakarta sangat toleran dan menerima keberagaman,

“Satu minggu lalu peringatan haul Gusdur di (universitas) Sanatha Dharma begitu indahnya. Semua pemuka agama ramai-ramai datang di situ, berdoa dan lain-lain, mengikrarkan kembali kebhinnekaan kita. Di tempat lain belum tentu ada bapak ibu sekalian,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Dofiri meluruskan isu yang berkembang bahwa selama ini kepolisian tidak tegas dan tidak serius dalam menangani kasus-kasus yang diisukan sebagai tindakan intoleransi. Ia   menandaskan tindakan polisi adalah berdsarkan hukum. Jika unsur-unsur hukumnya tidak terpenuhi, kata dia, tidak mungkin polisi memasukkan seseorang ke tahanan.

“Kondisi sosial masyarakat tidak sepenuhnya diselesaikan dengan secara hukum, dengan polisi menangkap dan menahan. Karena apa? undang-undangnya pun kadang tidak sampai menjangkau itu, bapak ibu sekalian dan kewenangan kamipun sangat terbatas untuk itu. Ini yang harus dipahami,” tukasnya.

Oleh karena itu, dijelaskan Kapolda DIY, setiap menyelesaikan masalah soal isu intoleransi antar pemeluk agama, polisi berkoordinasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Selama ini menurutnya hal itu bisa dilakukan dengan baik oleh FKUB.

“Dan itu kemudian bukan karena semata-mata polisi membiarkan, kita memberikan kesempatan unsur-unsur tertentu yang memang dalam kapasitasnya mampu menyelesaikan. Dalam tataran tertentu kita bertindak tegas, saya lakukan tindakan tegas itu, dalam kapasitas aturan hukumnya jelas. Tapi di sisi lain mohon maaf, bukan berarti polisi lemah,bukan berarti polisi tidak bertindak. Dalam hal-hal tertentu, memang kembali, dialog itu yang kemudian kita kedepankan,” jelas Kapolda.

Terkait kejadian Gereja  St. Lidwina, Kapolda menandaskan bahwa Kepolisian sudah bersikap tegas dan serius dalam melakukan pengusutan sesuai aturan hukum,

“Terkait dengan kasus yang kemarin itu jelas pelakunya  1 orang. Apa yang mendasari? Yang jelas adalah paham radikal itu sudah merasuk pada si pelaku. Kita tetep akan tuntaskan dan Mabes Polri dengan densus 88 sudah turun langsung dan alhamdulillah semalem tersangka sudah dibawa ke Jakarta,” katanya mengabarkan.

Menurut Kapolda DIY, tersangka dibawa ke Jakarta karena yang khusus mengani dengan kasus dugaan terorisme adalah Densus 88. Selain itu, kata dia, justru langkah itu adalah bukti keseriusan kepolisian untuk mendalami sampai dimana kemudian keterkaitannya dengan jaringan lain,

“Ini bentuk keseriuan daripada Polri untuk mengusut kasus itu, untuk diusut terkait adanya jaringan dan hal-hal lainnya,”

Dalam momen deklarasi  damai tersebut, Kapolda juga berpesan kepada pemeluk agama nasrani agar lebih meningkatkan pengamanan di internal tempat peribadatannya. Kenapa pelaku menyasar gereja St. Lidwina yang relatif kecil, berdasarkan keterangan sementara tersangka, karena ia menyadari di gereja besar penjagaannya juga ketat,

“Kalau ada kegiatan peribadatan polisi pasti jaga, tetapi pihak gereja mungkin lebih bagus jika ada pengamanan internal. Yang tahu jemaatnya kan pihak dari gereja. Nah saat peribadatan ada yang mengawasi dari luar. Yang mau masuk jemaat atau bukan, bisa ditanya. Kemarin kan saat jemaat khusyuk berdoa tiba-tiba pelaku datang dari belakang masuk,” harap Kapolda DIY.

Sekadar informasi deklarasi “jogja damai” menolak kekerasan, intoleransi dan radikalisme di Bangsal Kepatihan diikuti seluruh organisasi massa (ormas)  di DIY dan dihadiri Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dan Wagub DIY, KGPAA Pakualam X serta jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) DIY. Peserta deklarasi mengikrarkan bersama pernyataan untuk menjaga kemanan dan ketertiban, kebhinnekaan, serta kerukunan antar ummat beragama dilanjutkan menandatangani kain putih sekira lima meter sebagai peneguh deklarasi.  (rd)

Redaktur: Ja’faruddin. AS     

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com