YOGYAKARTA – RM. Jefferson Lanang Hadiwijoyo yang mewakili pemilik sebidang tanah di wilayah RT 06 RW 02 Penumping, Gowongan, Jetis, Kota Yogyakarta, membantah pihaknya melanggar hukum karena telah melakukan pemagaran. Tuduhan itu berasal dari pihak yang mengklaim sebagai ahli waris.
Lanang yang menerima kuasa dari pemilik sah, yaitu Oco Darmawasito, menegaskan jika tanah seluas 3.119 meter persegi tersebut bukan lahan sengketa dan tidak ada persoalan dengan warga. Menurut Lanang, Oco memiliki akta jual beli yang disahkan notaris serta memegang Surat Hak Milik (SHM) tanah yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN),
“Tanah sengketa itu kan melalui keputusan PN (Pengadilan Negeri) dan pastinya kalau tanah ini sengketa sudah disegel dengan papan peringatan oleh PN, tapi ini tidak ada kan?” tegasnya saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di rumah Induk di dalam areal lahan, Kamis (02/08/2018) siang.
Dikatakan Lanang, pihaknya hanya mengamankan asset yang oleh pemilik sah dikuasakan kepadanya untuk dikelola. Saat memagari lahan dengan seng, Lanang juga mengaku menggunakan cara baik-baik, melalui sosialisasi selayaknya orang Jawa yang mengedepankan sopan santun,
“Warga saya datangi door to door, termasuk Pak Tejo (Sutedjo) Ketua RW 02 Penumping yang notabene mengklaim sebagai pewaris. Tidak ada perlawanan dari warga,” tukasnya.
Dijelaskan Lanang, sebagai pemilik sah, Oco bahkan sudah sangat bijaksana dengan memberikan akses jalan selebar 1,5 meter untuk warga,
“Apabila tanah itu kami ukur per meternya Rp 10 juta saja, sudah kehilangan berapa miliar Pak Oco untuk kompensasi warga?” ujarnya.
Bahkan, kata Lanang, 7 orang warga yang mengelola parkir dan menggunakannya sebagai garasi juga diberikan kompensasi masing-masing sebesar Rp 1 Juta. Menurutnya sebelumnya total ada 12 mobil yang parkir di lahan tersebut, namun hingga hari ini tinggal 7 mobil. Sementara itu, imbuh dia, kompensasi untuk pembersihan 7 bedeng (rumah semi permanen) yang berdiri di atas lahan, masing-masing sebesar Rp 3 juta. Jika ditotal, ia sudah memberikan kompensasi sebesar Rp 15 juta,
“Jadi persoalan di sini bukan sengketa tanah, cuma ada beberapa oknum yang ingin memanfaatkan untuk garasi dan parkir dengan menyerobot tanah kami, seolah tanah ini tak bertuan. Ketika kami dimediasi oleh Kapolsek (Jetis) saya tegaskan apabila mobil itu tidak keluar, maka saya minta laporan kami pada 2017 yang lalu segera ditindaklanjuti, karena (pasal) 167 (KUHP) penyerobotan tanah sudah terjadi,” tandasnya.
Sementara terkait gugatan waris yang dilayangkan Sutedjo, menurut Lanang hal itu penentuan yang bersangkutan apakah benar-benar ahli waris dibuktikan dengan dokumen kelahiran secara outentik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menentukan nasab (garis keturunan) sesuai faroid (ketentuan) Islam, sehingga bukan sekadar silsilah,
“Setelah itu clear dan andaikata pun benar sesuai keputusan pengadilan baru bicara objek warisnya, apakah juga diperkenankan mengaitkan objek tanah yang sudah bersertifikat? Karena setahu kami terkait objek waris masih relevan digugat apabila dokumen outentik masih berujud girik atau ketitir atau surat pipil dan sejenisnya. Objek tanah yang sudah bersertifikat dilindungi UU Pokok Agraria tahun 1960 serta peraturan terkait di bawahnya. Saya kira konstruksi hukum tidak cukup menjangkau subjek waris Tejo yang didasari klaim trah dari HB III, sebab dimasa itu tidak terjadi persoalan apapun,” urai Lanang.
Lebih lanjut Lanang membeberkan, Oco membeli tanah tersebut dari Bank Mitra Niaga pada tahun 2017. Sebelumnya, imbuh dia, Bank Mitra Niaga membeli dari pemilik terdahulu atas nama Andi Rukminto,
“Bapak Andi Rukminto membeli dari Bapak Dorojatun (Brigjen TNI (Purn) Dr. H Daradjatoen Moedjiono) sebagai pewaris sah. Jadi adapun persoalan yang ada sekarang adalah antar pihak-pihak yang saling klaim sebagai pewaris dan dalam proses gugatan waris di Pengadilan Agama, itupun belum ada putusan,” tegasnya.
Lanang juga mengemukakan, sejak 2017 Oco tidak pernah diberi ruang dan kesempatan untuk klarifikasi atas isu yang berkembang seolah tanah yang dibelinya adalah tanah sengketa,
“Kami sampaikan kepada masyarakat Yogyakarta bahwa Pak Oco benar-benar dizalimi oleh orang-orang yang punya kepentingan pribadi masing-masing, punya maksud yang intinya hanya uang,” kecamnya.
Di sisi lain Lanang juga mengklarifikasi terkait pihak yang membawa-bawa pribadinya sebagai kerabat Keraton, sehingga memunculkan kesan bahwa kerabat Keraton arogan,
“Saya tidak pernah membawa nama bapak saya siapa. Itu pencemaran nama baik institusi Keraton, itu bisa saja saya laporkan. Saya sampaikan kepada masyarakat Yogyakarta, bahwa saya memperjuangkan Pak Oco yang dizalimi dan yang telah memberi amanah kepada saya untuk turut mengamankan dan mengelola asset miliknya. Itu saja,” pungkas Keponakan Sri Sultan HB X, putra sulung dari RM. Acun Hadiwidjojo (Cucu Sri Sultan HB VIII).
Sekadar informasi, dalam pernyataannya di sebuah media lokal, Ketua RW 2, Tejo yang mengkalim sebagai ahli waris menyatakan warga menolak pemagaran tanah oleh Lanang. Sementara kuasa hukum Tejo, yakni Richard Riwoe menuding tindakan Lanang melanggar hukum karena tanah tersebut dianggapnya masih dalam sengketa waris di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin. AS