YOGYAKARTA – Diterbitkannya Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 85/2018 yang mencabut sebagian kebijakan moratorium pembangunan hotel terutama jenis hotel bintang 4 dan 5 dan jenis penginapan berbentuk guest house, menuai kontroversi.
Selain mendapat sorotan kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, kebijakan tersebut menuai protes masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyutimenegaskan bahwa moratorium tetap berlanjut dengan adanya pembatasan. Ia menklaim kebijakan tersebut juga sudah dilandasi oleh berbagai macam pemikiran,
“Ini sudah pasti dipikirkan,” katanya usai meresmikan gedung di SMPN 5 Yogyakarta, Jumat (11/01/2019), kemarin.
Haryadi juga menampik anggapan bahwa salah satu dampak pembangunan hotel di Kota Yogyakarta adalah kemacetan. Ia menjelaskan, kemacetan di Yogyakarta tidak setiap hari, melainkan hanya saat tertentu, seperti pada hari libur, terlebih libur Panjang karena Yogyakarta dibanjiri wisatawan.
“Masa saya bilang ke wisatawan jangan datang ke Yogya biar nggak macet?,” tanya Haryadi.
Menurutnya, penyebab terbesar terjadinya kemacetan di Yogyakarta bukan berasal dari wisatawan melainkan ketidaktertiban dalam berkendara.
“Kemacetan sifatnya alami. Harus ditata,” ujarnya.
Meski kebijakannya dikritik , Haryadi mengaku tidak masalah bahkan berterimakasih,
“Saya ucapkan terima kasih atas masukan masyarakat,” imbuh Wali Kota dua periode ini.
Sebagaimana diketahui, salah satunya yang dilakukan pegiat Warga Berdaya dan gerakan ‘Jogja Ora Didol’, Dodok Putra Bangsa yang menggelar aksi tunggal Ritual Tolak Bala Bumi Yogyakarta, Rabu (09/01/2019) lalu.
Menurutnya pencabutan sebagian Moratorium tidak mencerminkan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat dan keberlangsungan lingkungan hidup. Pemerintah Kota yang memulai moratorium sejak tahun 2014 sampai 31 Desember 2018 yang lalu juga belum ada evaluasi yang disampaikan ke publik. Dodok menandaskan, masyarakat berhak mengetahui apa saja dampak yang sudah ada dan dirasakan hingga saat ini,
“Kalau niat Pak Wali baik, ia akan memperpanjang moratorium tersebut hingga 2022,” tandasnya.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto S.IP, masih banyak masyarakat yang mengeluh dan mengadukan ke DPRD Kota Yogyakarta maupun ke lembaga Ombudsman mengenai dampak pembangunan hotel atau hunian bertingkat yang mengabaikan aspek sosial dan lingkungan hidup,
“Mirisnya keluhan dan aspirasi masyarakat tersebut selalu “mentok” pada jawaban pemkot yang normatif dan tidak solutif,” ujar Fokki yang juga Anggota Bapemperda, Kamis (03/01/2018).
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi B DPRD kota Yogyakarta, Nasrul Khoiri. Menurut Ketua Fraksi PKS ini, belum adanya bukti empirik sumbangsih hotel kepada peningkatan signifikan atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya disebabkan pemerintah kota belum menyiapkan sistem yang integral atas potensi PAD dari pajak hotel,
“Pemerintah kota Yogyakarta tidak pernah melibatkan DPRD kota Yogyakarta dalam penyiapan kebijakan pencabutan moratorium ini padahal kedudukan DPRD kota Yogyakarta sebagai salah satu unsur pemerintah daerah tidak boleh dinafikan begitu saja,” kata Nasrul yang juga Anggota Badan Anggaran DPRD Kota Yogyakarta ini. (kt1)
Redaktur: Faisal