SLEMAN – Rancangan Perda (Raperda) raperda perizinan pusat perbelanjaan dan toko swalayan Kabupaten Sleman masih dalam proses fasilitasi Pemerintah Daerah – Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY). Raperda yang akan merubah Perda No 18 tahun 2012 tersebut bahkan mendapat penolakan dari Forum Peduli Pasar Rakyat dan Toko Lokal (FPPR).
FPPR bahkan telah menggelar audiensi dengan Pemda DIY dan diterima oleh Sekda pada Selasa, 29 Januari 2019 yang lalu. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui Sekda saat itu berjanji akan merekomendasikan agar beberapa pasal krusial dalam draft Raperda untuk diperbaiki kembali,
“Sayangnya, ketika Raperda belum juga mendapatkan penomoran dari Pemda DIY dan hal itu juga berarti bahwa Raperda belum genap menjadi Perda, kami berbagai elemen FPPR melihat begitu cepatnya ekspansi toko waralaba merespon peraturan tersebut. Ada yang membuka kembali outlet atau toko yang dulunya tidak berijin alias illegal,” kata Koordinator FPPR, Agus Subagyo kepada jogjakartanews.com, Sabtu (09/02/2019).
Menjamurnya kembali Toko Modern di Sleman tersebut mengundang pertanyaan Bagi FPPR tentang sejauhmana pengawasan baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman terhadap pelanggaran peraturan. Berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, kata Agus, keterbatasan sumberdaya seringkali menjadi alas an Pemda.
“Berdasarkan kondisi ini, FPPR dalam waktu dekat ini akan mengajukan audiensi dengan Bupati Sleman, untuk mendiskusikan dan mempertanyakan kembali perihal kondisi terkini dari Raperda, termasuk dalam hal ini adalah bagaimana bekerjanya pengawasan terhadap pelanggaran,” katanya.
Selain itu, FPPR juga akan mendatangi DPRD Sleman terkait keberadaan toko-toko modern tak berizin dan untuk mendiskusikan bagaimana meningkatkan peran masyarakat dalam pengawasan terhadap tidak diindahkannya peraturan daerah,
“Kami dapat informasi juga pimpinan DPRD Sleman, pada Senin 11 Februari 2019 akan menerima FPPR terkait pengawasan toko-toko modern tidak berizin di Sleman,” imbuh agus.
Agus menandaskan, toko-toko modern yang dibebaskan buka secara illegal dan liar bisa mengancam perekonomian wong pasar (Pedargang pasar), toko-toko kelontong dan warung-warung kecil milik rakyat. Menurutnya, draft Raperda yang saat ini masih dalam proses fasilitasi Pemda DIY banyak memuat point yang cenderung menguntungkan pasar atau toko modern dan merugikan wong pasar,
“Demi menjaga kehidupan ekonomi yang adil antara toko berjejaring dengan UMKM atau usaha rakyat kecil dan agar tidak menjadikan prasangka antara pemerintah dan rakyat tentang kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi ini, maka sangat dibutuhkan ketegasan dan keterbukaan bupati serta Disperindag Sleman . Maka hendaknya (toko modern) yang melanggar itu di tertibkan dan ditutup,” tandas Agus Subagyo. (kt1)
Redaktur: Faisal