Musda FSP NIBA Nyatakan Menolak Penetapan UMK di DIY

YOGYAKARTA –  Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2019 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak, sudah ditetapkan berdasarkan PP 78/2015 tentang pengupahan. Namun, penetapan UMK  tersebut mendapat sorotan Ferderasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi (FSP-NIBA) karena dinilai tidak berpihak kepada buruh dan pekerja.

Ketua FSP-NIBA DIY Periode 2019 – 2024, Patra Jatmika, SIP mengungkapkan, dalam hal kesejahteraan, pekerja dan buruh di DIY sukar dikatakan sudah memperoleh kesejahteraannya. Setelah diterapkannya PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, pekerja dan buruh di DIY semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.

Menurutnya, Dari tahun ke tahun sejak diterapkannya PP Pengupahan tersebut, upah yang diterima pekerja dan buruh DIY rata-rata mendekati 1 banding 2 dengan harga komponen kebutuhan hidup layak. Bahkan, kata dia, untuk sektor industri unggulan di DIY, pekerja buruh di perusahaan yang berada pada sektor tersebut belum diberikan Upah Minimum Sektoral (UMS),

“Padahal sebagai usaha untuk membangun perekonomian yang berkeadilan, seharusnya UMS tersebut diberlakukan. Hal ini disebabkan pemerintah daerah selaku yang berwenang menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota dan Provinsi (UMSK dan UMSP) enggan berpihak kepada pekerja dan buruh DIY. Sehingga Peraturan Kebijakan yang megatur tentang UMSK dan UMSP hingga sekarang belum juga muncul,” katanya dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Rabu (11/09/2019).

Patra Jatmika yang terpilih dalam Musyawarah Daerah (Musda) FSP-NIBA DIY 2019 yang digelar di Gedung DPD RI D.I Yogyakarta, Selasa (10/09/2019) kemarin, menegaskan, FSP-NIBA DIY memiliki tugas fungsi melindungi dan memperjuangkan hak-hak pekerja atau buruh.

Ia menjelaskan, FSP-NIBA DIY adalah organisasi Serikat Pekerja atau Serikat Buruh (SP/SB) yang berada di atas SP/SB yang berada di perusahaan Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi. FSB-NIBA sendiri termasuk di dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) bersama Federasi Serikat Pekerja (FSP) lainnya.

Sebagai wujud memperjuangkan hak-hak pekerja dan buruh di DIY, dalam Musda Pengurus Daerah (PD) FSP-NIBA SPSI DIY menyampaikan pernyataan sikap sebagai petisi pekerja Yogyakarta, yaitu:

  1. Tolak revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. Tolak PP 78/2015 sebagai dasar penetapan UMK DIY 2019
  3. Menetapkan UMK 2019 sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak, dengan rincian sebagai berikut: Kota Yogyakarta Rp. 2.911.516,00; Kabupaten Sleman Rp. 2.859.085,00; Kabupaten Bantul Rp. 2.748.289,00; Kabupaten Kulon Progo Rp. 2.584.273,00; dan Kabupaten Gunung Kidul sebesar Rp. 2.440.517
  4. Menetapkan UMK/UMP tahun 2020 berdasarkan jumlah besaran komponen kebutuhan hidup layak
  5. Menerapkan segera Upah Minimum Sektoral di DIY
  6. Mengawasi penerapan struktur dan skala pengupahan di DIY
  7. Laksanakan Reforma Agraria secara konsekuen di DIY, mendistribusikan sebagian Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten untuk dijadikan perumahan buruh.
  8. Memberikan bantuan permodalan bagi Koperasi Buruh dan UMKM yang dikelola oleh keluarga buruh
  9. Membuat Perda Perlindungan Ketenagakerjaan di DIY

“Dengan adanya FSP-NIBA di dalam tubuh KSPSI harapannya dapat melaksanakan tugas fungsi organisasi serikat pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam UU 21/2000 sehingga apa yang dicita-citakan pekerja,”tandasnya.(kt1)

Redaktur: Faisal

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com