Wilayah Saptosari Zero Konflik, Kepala Kesbangpol DIY: Bukti Pancasila Diimplementasikan

GUNUNGKIDUL – Ditengah semakin maraknya isu paham redikalisme yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa serta merongrong ideologi Pancasila, kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih kondusif.

Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY, Agung Supriyanto mengungkapkan, Yogyakarta yang memiliki predikat sebagai kota budaya dan Pendidikan dengan ragam kultur menjadikannya sebagai miniatur Indonesia. Dengan segala kompleksitas persoalannya, kata dia, Pemerintah Daerah beserta unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) diantaranya TNI-Polri serta segenap elemen masyarakat Yogyakarta bisa mengatasi masalah dengan cepat,

“Kita tidak khawatir. Kita mencoba masuk ke tingkat kecamatan yang melingkupi ruang pedesaan maupun kelurahan, ternyata para tokoh masyarakat, semua unsur masyarakat kita masih sangat peduli menjaga persatuan bangsa dan nilai Pancasila. Ketika terjadi persoalan langsung selesai. Satu jam setelah kejadian, masyarakat tidak takut lagi melewati tempat kejadian itu,” tuturnya seusai memberikan materi dalam kegiatan Sinau Pancasila yang diselenggarakan Kesbangpol DIY di Aula Kecamatan Saptosari Gunungkidul, Kamis (17/10/2019).

Menurut Agung, salah satu contoh masyarakat di Yogyakarta yang tetap memegang teguh nilai-nilai Pancasila adalah di Wilayah Kecamatan Saptosari yang zero konflik alias tidak ada konflik sosial sepanjang 2019 ini. Bahkan, laporan kriminalitas di Kepolisian Sektor (Polsek) Saptosari, nihil,

“Tadi dari laporan Pak Camat, Pak Kapolsek dan Pak Danramil, Saptosari selama satu tahun ini hidup ber-Pancasila, terbukti dengan zero konflik. Istimewa untuk Saptosari,” pujinya.

Meski tidak khawatir dengan kerawanan berkembangnya paham-paham radikal, namun Agung menandaskan perlunya kewaspadaan dengan tetap merawat Pancasila dan kebhinnekaan. Oleh karenanya, Kesbang Pol DIY menyelenggarakan kegiatan sinau Pancasila di seluruh wilayah kecamatan di DIY.

Menurut Agung, dalam skala nasional, program Sinau Pancasila hanya ada di DIY. Latar belakang diselenggarakannya Sinau Pancasila adalah berangkat dari kekhawatiran akan degradasi moril kebangsaan terutama di kalangan pemuda. Kegiatan Sinau Pancasila merupakan upaya menguatkan kembali semangat untuk semakin mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat,

“Bangsa kita sejak awal itu adalah bangsa yang sangat toleran, bangsa yang mengenal gotong-royong, bangsa yang mengenal kebersamaan. Dengan Sinau Pancasila ini kita ingin lebih hidupkan kembali nilai-nilai Pancasila yang luhur di tengah masyarakat , sehingga terciptalah situasi yang kondusif,” imbuhnya.

Terkait potensi radikalisme masuk ke Yogyakarta,  ia menegaskan bahwa Sinau Pancasila juga merupakan langkah antisipasi sekaligus penolakan terhadap segala bentuk ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan merusak persatuan Bangsa Indonesia,

“Sinau Pancasila membangkitkan kembali kewaspadaan masyarakat, supaya mereka bisa mengelola, lebih detektif, lebih faham suatu keadaan yang dapat menimbulkan kerawanan sosial. Insya Allah Yogyakarta tetap baik dan kondusif,” tegasnya.

Ia berpesan kepada peserta yang hadir dari Kalangan Pelajar, perwakilan Organisasi Kepemudaan, Organisasi Keagamaan dan tokoh masyarakat se Kecamatan Saptosari agar tetap menjaga wilayah Saptosari tetap zero konflik,

“Jadi jangan sampai lah persoalan-persoalan itu ditimbulkan dari kesalahfahaman karena beda agama, beda golongan yang sesungguhnya masih sebangsa Indonesia itu,” pintanya.

Dalam kesempatan yang sama sebagai pembicara, Ketua Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara (PSPBN) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN SUKA), Dr. Badrun Alaena, M.Si mengungkapkan, pihak-pihak yang ingin memecah belah persatuan bangsa dan mengancam Pancasila sebagai Dasar Negara dengan paham-paham radikal, menyasar generasi muda.

Ia mencontohkan seperti kasus di Libya, diera Presiden Khadafi. Sebelum dilengserkan salah satu kebijakannya adalah memberikan laptop dan akses teknologi informasi kepada seluruh masyarakat, terutama pejar dan mahasiswa. Namun justru ia ditumbangkan oleh anak-anak muda yang terpapar radikalisme yang disebarkan melalui teknologi informasi dengan hoaks (informasi tidak benar), atau ajaran-ajaran sesat dan menyesatkan karena memprovokasi menggulingkan pemerintahan yang sah,

“Jangan sampai kita seperti Libya. Dulunya Libya termasuk negara maju di kawasan Afrika, tapi sekarang, pengungsi dari Libya ditambung negara Ruwanda yang miskin. Berarti kondisi Libya benar-benar parah dan lebih misin dari Ruwanda,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa Pancasila terbukti telah merekatkan berbagai suku, ras dan agama dalam bingkai kebhinnekaan.

“Di timur tengah, paling banyak 4 sampai 5  suku tapi konflik terus. Inilah hebatnya Pancasila, bahkan Grand Sheikh (Guru Besar) Al-Azhar, Mesir, Ahmad Mohamad ath-Tayeb sangat mengagumi Pancasila. Kalau sampai kita, terutama generasi muda justru mengabaikan, sangat keterlaluan,” tegasnya.

Acara Sinau Pancasila dibuka oleh Camat Saptosari, Hadiatmojo. Dalam sambutannya ia mengungkapkan, sebagai upaya pencegahan konflik sosial, pemerintah Kecamatan Saptosari memfasilitasi terbentuknya Forum Kebhinnekaan yang didalamnya terdiri dari berbagai Ormas dan OKP yang ada di Saptosari. Dalam forum tersebut segala persoalan diselesaikan dengan mengedepankan dialog dan melibatkan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Kapolsek dan Danramil),

“Atas dukungan segenap elemen masyarakat Saptosari, wilayah Kecamatan Saptosari sepanjang 2019 ini Zero Konflik,” tutupnya (rd)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com