YOGYAKARTA – Tanah Sultan Ground (SG) yang sudah puluhan tahun diduduki Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Gondomanan, Yogyakarta akhirnya dieksukusi, Selasa (12/11/2019).
Esekusi dilakukan oleh Pengadilan Negri (PN) Yogyakarta bedasarkan surat penetapan nomor 36/PDT/2016/PTYYK. Eksekusi yang dimulai pukul 09.00 hingga13.00 Wib tersebut sempat diwarnai ketegangan dengan para PKL. Namun setelah dialog antara Eksekutor dengan PKL, akhirnya eksekusi bisa berlangsung damai dengan diakhiri jabat tangan oleh perwakilan PKL dengan Eka Ariawan selaku penggugat didampingi kuasa hukumnya Oncan Poerba, SH.
Salah seorang PKL, Sugiadi mengungkapkan, SG di Gondomanan sudah ditempati PKL sejak tahun 1960an. Waktu itu para PKL mendapat lahan dari Sri Sultan Hamengku Bowo IX untuk berdagang di wilayah tersebut. Lalu pada 2010, PKL mengajukan surat pinjam pakai atau surat kekancingan namun di tolak oleh pihak Kraton. Pada 2011, penggugat, Eka Ariawan juga mengajukan kekancingan ke Kraton Yogyakarta.
“Waktu mengajukan surat kekancingan itu duluan PKL. PKL tahun 2010, dia (Eka Ariawan) tahun 2011. Tapi enggak keluar surat kekancingan untuk PKL, enggak ada bilangnya dari keraton, kok tahu-tahu dari Pak Eka muncul kekancingan tahun 2011,” beber Sugiadi.
Sugiadi dan para PKL Gondomanan juga merasa janggal dengan eksekusi. Pasalnya, sebelumnya sudah ada surat kesepakatan dengan pihak Eka dengan dimediasi Polsek, Kelurahan dan Kecamatan bahwa PKL boleh jualan di luar tanah kekancingan yang dimiliki Eka yang luasnya 73 meter persegi.
Namun, tahun 2015 Eka Ariawan mengajukan gugatan atas tanah seluas 73 meter persegi dan uang senilai 1,12 miliar terhadap PKL. Dalam gugatannya Eka menggugat tanah seluas 28 meter persegi yang di tempati PKL tersebut.Tanah itu terletak ada di depan tokonya.
Setahun kemudian 2016 gugatan Eka ariawan di kabulkan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta.setelah mengajukan banding sampai kasasi.
“Surat kesepakatan tersebut tidak dipakai padahal sudah di atas materai , kurang tahu alasan pengadilan. Waktu ke Pengadilan dari PKL enggak ada yang datang. Tahu-tahu 31 Oktober ada surat, Selasa tanggal 12 November jam 9 pelaksanaan eksekusi. Hari ini. Nggak sesuai kesepakatan,” tukasnya.
Perjuangan PKL masih belum berhenti. Menurut Sugiadi, waktu dipanggil ke keraton ampai 3 kali untuk bermediasi, pihak eka tidak ada yang hadir,
“Dia (Eka) dipanggil ke keraton sampai 3 kali ndak mau datang. Panyewun kita (ke keraton) ini kan tanah keraton, mbok yao sitik eding yang make gitu lho , wong kita sudah di luar tanah kekancingan pak eka itu,” ujarnya.
Namun kuasa hukum Eka, Oncan Poerba membantah bahwa pihak kliennya tidak hadir saat mediasi di Kraton. Justru ia menuding pihak PKL yang tidak bisa diajak untuk berunding, sehingga persoalan berlarut-larut,
“Setelah putusan kita juga sudah mengajak musyawarah tapi tidak ditanggapi. Nah akhirnya Berlarut-larutnya karena pihak termohon eksekusi ini tetap ingin ditempat ini,” ujarnya.
Ia menegaskan kliennya adalah pihak yang sah menguasai tanah sesuai kekancingan keraton hingga batas waktu yang diijinkan yaitu hingga 2021. Ia juga menegaskan pihak keraton mendukung eksekusi agar tidak ada PKL liar di kawasan SG,
“Supaya tertib semuanya, supaya tidak ada yang liar. Karena putusan pengadilan menyebutkan mereka (PKL) menempati tanah ini sebagai perbuatan yang melanggar hukum,” tegas Oncan.
Menurutnya Kliennya menggunakan tanah selain untuk toko juga untuk tempat tinggal sedangkan lahan yang semula dijadikan lapak berjualan PKL akan digunakan akses jalan untuk keluar masuk pembeli di toko kliennya. (ali)
Redaktur: Ja’faruddin. AS