YOGYAKARTA – Ahmad Suyoko (23) dan Muhammad Erwin Althaf (23) berhasil membuktikan keterbatasan materi maupun fisik tidak menghalangi mereka meraih cita-cita, bahkan berhasil lulus dengan predikat cumlaude dari UGM.
Ahmad Suyoko merupakan anak ke-3 dari lima bersaudara pasangan Alm. Tayeb dan Nurlaila yang berasal dari Tepas, Sumbawa Barat, NTB. Ia mengatakan, meskipun hidup dengan keterbatasan ekonomi, tak lantas memupuskan impiannya untuk bisa mengejar pendidikan hingga bangku pendidikan tinggi.
“Almarhum bapak adalah petani dan ibu merupakan ibu rumah tangga biasa. Walapun orang tua saya hanya orang bisa tetapi mereka sangat mengedepankan pendidikan anak-anaknya,” jelasnya pada wartawan, Rabu (19/02/2020) usai menjalani prosesi wisuda program sarjana dan diploma periode II tahun 2019/2020.
Hal tersebut pun terbukti, kedua kakaknya telah berhasil lulus kuliah dari UPI dan IPB. Dan saat ini pun dia berhasil menyusul kakak-kakaknya dalam menyelesaikan studi sarjana dari Fakultas Biologi UGM dengan IPK 3,78 dan meraih perdikat cumlaude . Sementara sang adik saat ini juga tengah menjalani studi di Universitas Brawijaya, sedangkan adik bungsunya tengah menyiapkan diri untuk masuk perguruan tinggi tahun ini.
Ahmad masih ingat betul perkataan ayahnya yang selalu menekankan pentingnya pendidikan. Pendidikan dimata sang ayah merupakan jalan yang dapat mengubah kondisi seseorang.
“Bapak bilang pendidikan itu nomor satu. Pendidikan bisa merubah kita dari kondisi yang sekarang,”ucap alumnus SMA Negeri 1 Sumbawa Besar.
Tak ingin mengecewakan orang tua, dia pun tekun belajar untuk menggapai impian bisa menjadi seorang peneliti di masa depan. Hasil rupanya tidak pernah mengkhianati usaha. Berbagai prestasi berhasil diraihnya saat sekolah. Di bangku SD menjadi finalis OSN IPA tingkat Nasional, lalu saat SMP menjadi finalis OSN Biologi tingkat kabupaten, dan saat SMA menjadi finalis OSN Biologi tingkat nasional.
Berkat kemampuan akademik yang bagus akhirnya menghantarkan Ahmad bisa kuliah di UGM dan mendapatkan beasiswa dari perusahaan daerah di Sumbawa. Bahkan dia menjadi orang pertama dari kampunya yang kuliah di UGM.
Saat kuliah, dia pun berhasil menyumbangkan medali emas dari Olimpiade Sains Mahasiswa bidang Biologi (2019) dan medali perak Olimpiade Nasional MIPA Perguruan Tinggi bidang biologi (2019). Tak hanya itu, Ahmad juga pernah berpartisipasi dalam sekolah musim panas di Chungnam National University, Korea Selatan melalui skema Global Korea Scholarship for ASEAN Countries’ Science and Engineering Students.
Sementara Nurlaila menyampaikan ucapan syukur, anak-anaknya telah berhasil menyelesaikan studi. Hal tersebut tak luput dari semangat dan kegigihan anak-anaknya dalam belajar.
“Bersyukur cita-cita sudah berhasil. Saya selalu mendo’akan yang terbaik bagi mereka,” tuturnya.
Nurlaila mengatakan dia sempat merasa tidak yakin bisa menyekolahkan anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Terlebih dengan kondisi hanya suami yang bekerja sebagai petani dengan penghasilan tidak seberapa.
“Sempat merasa apa ya bisa menyekolahkan anak-anak sampai tinggi. Namun suami selalu meyakinkan pasti bisa, bagaimanapun caranya dan dia pun mendorong anak-anak cari beasiswa. Alhamdulilah semua anak-anak bisa kuliah dengan beasiswa,” paparnya.
Kisah lain yang menginspirasi adalah yang dialami Muhammad Erwin Althaf. Walapun menjadi penyandang disabilitas tuna rungu, Althaf dapat menyelesaikan studi dari Fakultas Peternakan UGM. Dia mengalami tuli parsial sejak lahir dan hanya bisa mendengar suara dengan desibel tinggi, seperti bunyi klason, tepuk tangan, dan keriuhan
Althaf mengatakan tidak merasakan kesulitan yang berarti selama kuliah karena juga dibantu teman-temanya. Di kelas dia masih bisa memahami materi yang disampaikan dosen melalui power point atau tulisan di papan. Kendati begitu, bukan berarti dia sama sekali tidak pernah mengalami kesulitan di kelas.
“Kesulitan kalau dosen menjelaskan tidak disampaikan secara visual dan materi berbeda dengan yang ada power point,” jelas pria kelahiran Semarang, 30 Januari 1995 ini.
Althaf adalah anak pasangan Dr.drg.Edi Sumarwanto, MM., MH.Kes dan drg.Eny Rusdaningsih, Sp.KG. Terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Athfal kehilangan pendengaran sejak lahir.
“Althaf ini anak berkebutuhan khusus sejak lahir, tapi kami tetap memperlakukannya seperti kakak-kakaknya tidak dibedakan,” katanya.
Walau memiliki keterbatasan, Althaf termasuk mandiri. Buktinya dia berani hidup jauh dari orang tua dengan melanjutkan pendidikan SMA di Yogyakarta. Berkat ketekunan dalam belajar menjadikannya selalu memiliki nilai akademik yang bagus. Althaf pun berhasil masuk UGM tanpa tes melalui jalur SNMPTN Undangan dan kini lulus dengan IPK 3,51 dengan predikat cumlaude.
“Kami mengucapkan terima kasih pada UGM yang tidak membedakan anak berkebutuhan khsusu saat kuliah,”katanya. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal