Oleh: Mukharom*
Sejahtera adalah kondisi dimana individu maupun kelompok dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Sedangkan sejahtera dalam pengertian ekonomi adalah mendapat keuntungan berupa benda. Istilah kesejahteraan tersebut mengandung makna yang sangat luas artinya bicara tentang kesejahteraan ukurannya tidak hanya materi saja seperti keuntuangan berupa harta benda, akan tetapi kesejahteraan berbentuk imateri harus mendapatkan perhatian juga seperti rasa aman, damai, bahagia dan lain sebagainya. Sehingga ruang lingkup sejahtera menjadi lebih kongkrit yaitu lahir dan batin.
Kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di representasikan dari tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat. Indikator keberhasilan yang dapat diukur dari individu dan realitanya. (Thomas dkk. 2005:15)
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan September 2019, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,79 juta orang (9,22 persen). Jumlah ini akan meningkat seiring dengan dampak covid 19, secara ekonomi sangat berpengaruh, karena banyak karyawan kena PHK dan pegawai yang di rumahkan. Artinya bahwa kesejahteraan masyarakat belum sepenuhnya merata dan pekerjaan rumah bagi negara sesuai dengan amanat konstitusi ini merupakan tanggungjawab pemerintah dan kita semua untuk mencarikan solusinya agar setidaknya mengurangi angka kemiskinan dengan berbagai cara dan kreatifitas.
Kemiskinan sampai saat ini hanya menjadi objek setiap kali ada momen Pilkada atau Pilpres, dengan janji-janji manis akan mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan lain sebagainya, dengan tujuan mengurangi kemiskinan. Seharusnya kemiskinan dijadikan sebagai subjek pembangunan dan prioritas utama karena di dalamnya ada manusia yang harus dientaskan dari sisi ekonomi dan sisi kemanusiaan. Bagaimana caranya, caranya adalah memberikan bekal berupa pendidikan ke level tertinggi, kesehatan yang memadai, akses permodalan yang mudah dan tidak kalah penting adalah ketentraman dan kedamaian jiwa. Itu semua tidak mudah dan instan, tapi butuh perencanaan yang matang baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Salah satu alternatif solusi dalam meningkatkan kesejahteraan ummat yaitu dengan menggalang sekaligus memaksimalkan potensi zakat, karena fungsi dan tujuan zakat itu adalah untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan produktivitas. Data Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menunjukkan serapan zakat di Indonesia masih rendah. Pada 2019, tercatat zakat masuk Rp 10 triliun. Jumlah ini hanya 1 persen dari potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 340 triliun. Potensi yang sangat luar biasa jika dapat memaksimalkan dan mengelolanya, tidak hanya bisa mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat, bahkan dapat mengangsur utang luar negeri Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat, regulasi ini sangat penting dikarenakan potensi zakat yang sangat besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam sehingga zakat sudah sangat melekat bagi masyarakat muslim, tinggal kebijakan negara untuk memaksimalkan aturan yang sudah ada, karena selama ini belum berjalan dengan baik, butuh sosialisi, butuh lembaga yang dekat dengan masyarakat, butuh teknologi yang memudahkan masyarakat untuk membayar zakat dan butuh pengawalan sekaligus pengawasan terkait alokasi zakat tersebut, itu semua belum berjalan dengan maksimal.
Penerapan sanksi bagi pengemplang zakat perlu juga untuk diterapkan, sebagai perbandingan adalah negara tetangga Malaysia yang menerapkan sanksi dan denda terhadap muzakki yang tidak membayar zakat apabila sudah memenuhi nishab. Kebiasaan masyarakat Malaysia, dua bulan sebelum Ramadhan, masyarakat Malaysia berbondong-bondong untuk membayar zakat. Berikutnya, di bulan Desember dimana perusahaan-perusahaan secara bersama-sama membayar zakat untuk pengurangan pajak. Contoh soal diterapkannya aturan tentang pajak yang sudah berjalan ternyata mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk taat membayar pajak. Begitu juga dengan aturan tentang zakat jika diterapkan, dengan demikian masyarakat akan lebih sadar, bahwa harta yang dimiliki tidak mutlak artinya masih ada hak-hak orang lain yang harus terpenuhi, yaitu dengan cara membayar zakat.
Peran serta lembaga zakat juga sangat penting guna menampung dana zakat, lembaga zakat harus profesional dalam mengelola, agar masyarakat yakin bahwa dana yang dikeluarkan untuk zakat sampai kepada tujuan dan sasarannya. Oleh karena itu, butuh pelatihan bagi pengelola zakat, terutama yang berada di wilayah terpencil yang susah dijangkau. Hal ini membutuhkan peran serta Ulama, Ta’mir Masjid maupun Mushala serta tokoh masyarakat untuk memicu gerakan sadar zakat. Perlu diketahui bahwa jenis-jenis zakat ada dua yaitu Zakat Fitrah dan Zakat Mal (Harta). Zakat Fitrah ialah zakat diri yang difardhukan ke atas setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan sedangkan Zakat Harta (Mal) merupakan semua harta yang dimiliki, disimpan, dikuasai, dapat diambil manfaatnya, adapun jenis zakal mal diantaranya zakat profesi, zakat perniagaan, zakat binatang ternak, zakat pertanian, zakat emas dan perak, zakat tabungan, zakat saham dan zakat barang tambang, hadiah, temuan. Semuanya telah diatur tentang besarannya di dalam Al Qur’an (QS. At-Taubah: 103, Al-Baqarah: 43) maupun Hadits, dan secara legal formal sudah tertuang di dalam UU dan PP tentang zakat dan pengelolannya.
Di dalam ajaran agama lain pun instrumen sejenis zakat diajarkan walaupun berbeda dalam penerapannya, contoh di dalam ajaran Hindu disebut “datria datrium” ajaran Budha “ sutta nipata” dan ajaran Kristianai “tithe” yang menarik adalah besaran kewajiban mengeluarkannya, dalam ajaran Kristiani misalnya tithe dikeluarkan sebesar 10 persen, sedangkan zakat pada umumnya adalah 2,5 persen. Artinya adalah prosentase zakat yang hanya 2,5 persen ini memberikan kesempatan kepada pemilik harta untuk memiliki harta benda lebih banyak dan angka 2,5 persen merupakan ukuran minimal, jika akan mengeluarkan zakat lebih dari 2,5 persen akan jauh lebih bagus.
Momentum Ramadhan sangat tepat untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan, termasuk di dalamnya diwajibkan untuk mengeluarkan zakat, yaitu zakat fitrah sebagai bentuk ibadah secara spiritual dan ibadah sosial dikarenakan fungsi zakat yang sangat bermanfaat. Termasuk zakat mal juga banyak yang mengeluarkannya di bulan Ramadhan. Dengan banyaknya ummat muslim yang sadar dan menyadari betapa pentingnya zakat, maka kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat dikarenakan masyarakat akan berlomba-lomba menjadi muzzaki dibanding menjadi asnaf atau golongan penerima zakat.
Harapannya anatara pemerintah dan masyarakat bersinergi bahu membahu untuk mengoptimalkan potensi zakat yang luar biasa besar dan besar manfaatnya digunakan untuk sebesar-besarnya memakmurkan ummat. Aturan sudah dibuat yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat tinggal dijalankan dengan maksimal dan amanah. Sehingga tujuan dari zakat dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang berhak menerima zakat. Tinjauan sosial zakat terlihat pada objek utamanya, yaitu pemenuhan kebutuhan hidup mustahiqqin (para penerima zakat) yang mayoritas masyarakat ekonomi kelas bawah, dan peningkatan taraf hidup mereka, supaya terentas dari kemiskinan, hidup layak, tak sekadar bergantung pada uluran tangan orang lain, dan berbalik menjadi penolong bagi orang lain yang masih berkubang di jurang kemiskinan. Termasuk bagi mereka yang terkena dampak virus corona, berhak untuk menerima zakat, agar hidupnya kembali tetap berjalan normal. Potensi zakat yang begitu besar harus dikembangkan seiring manfaat yang begitu besar demi membantu negara dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia. (*)
*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang