YOGYAKARTA – UIN Sunan Kalijaga sudah berumur 69 tahun. Di usia kampus yang matang itu tentu sesuai peran dan fungsinya yang pernah dicanangkan Presiden pertama Republik Indonesia. Mengutip sambutan Ir. Soekarno saat Mensyukuri kelahiran IAIN Sunan Kalijaga yang ke-5, tertanggal 16 Juni 1965, yakni; harus tumbuh dan berkembang diseluruh Nusantara, sebagai salah satu alat Revolusi, alat Nation & Character building kita. Bahkan alat atau dapur untuk melahirkan putera-puteri Indonesia yang cinta kepada Tanah Air dan Bangsa untuk menjadikan Indonesia mercusuar paling tinggi di dunia.
Demikian yang disampaikan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr.Phil. Al Makin, M.A. pada orasi ilmiah Sidang Senat Terbuka Mensyukuri Kelahiran Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ke 69 tahun secara online, bertempat di gedung Prof. RHA. Soenarjo, S.H, Senin (28/9).
Lebih lanjut Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin mengatakan, inilah sanad UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa, UIN Sunan Kalijaga mendunia dalam tagline kampus kita yang sudah diucapkan Presiden Ir.Sukarno.
“Apa sebab saja mengandjurkan demikian? Karena I.A.I.N adalah salah satu alat Revolusi, salah satu alat Nation & Character building kita. Bahkan alat atau dapur untuk melahirkan putera-puteri Indonesia jang mempunjai ketjintaan dan pengabdian tertinggi kepada Tuhan Jang Maha Esa, kepada Ibu-Bapak, kepada Tanah Air dan Bangsa, dan kepada tjita-tjita Revolusi kita.”
“Tugas kita bersama pada waktu ini ialah mendjadikan Indonesia mertju-suar paling tinggi didunia, mertju-suarnja Amanat Penderitaan Ummat, mertju suarnja peradaban ummat manusia jang tertinggi, djuga mertju-suarnja Ummat Islam diseluruh dunia,” demikian diucapkan Presiden Soekarno kala itu.
“Jadi tagline kita UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa dan UIN Sunan Kalijaga mendunia mendapatkan legitimasi dari pidato Bung Karno sendiri Ketika HUT IAIN yang ke lima.” kata Al Makin dalam pers rilis yang diterima redaksi, Senin (28/09/2020).
Al Makin mengulas sedikit ketokohan dan kepahlawanan Sunan Kalijaga. Nama itu mistis dan sekaligus banyak mitos. Dalam buku saya Keragaman dan Perbedaan (236-242) saya terangkan begini. Kalijaga atau Kaliyuga merujuk pada zaman kali, yaitu perubahan dan akomodasi, dari unsur India ke unsur Timur Tengah, dari Hindu-Buddha ke Islam.
Kisah kepahlawanan dan keelokan Sunan Kalijaga merupakan repetisi dari cerita lama dalam relief Candi Borobudur, Gandavyuha, Mahayana Trantrayana Buddhisme. Kisah Sudana mencari kalyanamitra, atau kalyanamitata. Dengan bimbingan Manjusri ia menemui teman-teman atau sahabat baik, membawanyanya ke Boddhisattwa Samantabhadra.
Dalam tradisi popular Sunan Kaljaga dianggap mengarang kidung; gundul-gundul pacul, ilir-ilir, dan kidung rumekso ing wengi. Dari kidung-kidung tersebut kita ambil pelajarannya. Saatnya kita gali dan kita sebarkan spirit UIN Sunan Kalijaga untuk mewujudkan cita-cita para pendahulu kita.
Al Makin berharap sivitas akademik harus solid. Saling mendukung. Saling bekerjasama. Saling mengangkat. Saling memahami. Saling mengalah. Bukan saling menjatuhkan. Bukan saling mencari kelemahan dan celah untuk menjatuhkan. Lupakan itu. Itu bukan tradisi UIN Sunan Kalijaga.
“Tradisi kita adalah saling memaklumi. Saling mengalah demi teman dan demi stabilitas politik dan stabilitas akademik. Akademik akan lancar, jika 4 tahun ke depan kita semua berkomitmen untuk menjaga stabilitas politik. “ tutur Al-Makin.
Al Makin juga berpesan bahwa kampus kita adalah modal dasar kita untuk maju. Mari saling mencari kelebihan, mencari kekuatan kita masing-masing lalu kita berinovasi apa yang bisa kita sumbangkan. Mencari bakat masing-masing. Mencari peran masing-masing. Mana yang mungkin. Mari saling dukung. Bukankah itu yang dilakukan Sunan Kalijaga dahulu kala.
Diakhir orasi ilmiah Al Makin membacakan kidung dengan menyebut orang-orang sekitarnya, untuk mengambil keunggulannya dengan harapan bisa mewarisi keutamaannya.
“Saya sendiri akan mencoba mereka kidung tentang keutamaan para rektor dan tokoh sebelum saya. Saya beri judul kidung rumekso ing kampus;
Ing kelap-kelaping langit, gonjang-ganjinging bawana,
Cuilanipun kito Yogya, inggih meniko dusun Sapen,
Griyo para waskito, para resi saking sakatahinng tlatah Nuswantara
Cinarito ingsung saking Aceh Muin Umar
Adab asor begawanpit-pitan inggih Simuh
Bimo Werkudoro kadoso Atho Mudzar
Manah jembar linuwihinggih Amin Abdullah
Mukti rezeki Musa Asyarie
Percoyo awakiro inggih Minhaji
Tegesipun waskito meniko Machasin
Gatotkoco otot kawat balung wesi, Yudian Wahyudi
Kyai nrimo manahprasojomenika Sahiron
Para waskita tepa slira agungipun Mukti Ali
Para yiswa maosseratan Hasby Ash-Shiddiqiey
Para resi kahyangan ingkang linuwih, mboten saged kasebat sedoyo, pengestinipun
Kaca brenggolo ingsun samia hayengkuwung
Samia sedoyo handerbeni, tulung tinulung sedaya
UIN Sunan Kalijaga kangge bangsa,
UIN Sunan Kalijagahambawana”.
Disaat yang sama dilakukan penyerahan Penghargaan Anugerah Mutu kepada Dosen dan Tenaga Kependidikan, dari Lembaga Penjaminan Mutu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan penyerahan hadiah lomba Baca Puisi dan Pantun yang diadakan dalam rangka mensyukuri kelahiran UIN Sunan Kalijaga. Lomba Puisi dan Pantun ini diikuti oleh 50 peserta yang terdiri dari Profesor, Dosen, mahasisiwa, alumni dan tenaga kependidikan. Kemudian dari 50 peserta dipilihlah 6 besar yang mendapatkan hadiah dari UIN Sunan Kalijaga dan juara favorit mendapatkan hadiah dari Ibu Rektor UIN Sunan Kalijaga. Peserta dipilih berdasarkan teknik membaca puisi, ekspresi pembacaan puisi, content dan tampilan video. (pr)