Aktivitas Merapi Stabil Tinggi, La Nina Berpotensi Picu Lahar Dingin

YOGYAKARTA – Fenomena anomali iklim La Nina berpengaruh terhadap Gunung Merapi yang berpotensi memicu banjir lahar dingin. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi akan terjadi pada Desember 2020, Januari, dan Februari 2021 dengan curah hujan yang akan meningkat 40 persen dari tahun lalu.

Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan mengungkapkan  sebagai langkah antisipasi banjir lahar dingin akibat erupsi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) dan BPBD DIY telah memasang kamera CCTV di sejumlah sungai utama di Yogyakarta sejak 2010. Hal itu, kata dia, untuk memantau  dari menit ke menit posisi banjir lahar dingin seperti apa hingga bagaimana rencana kontinjensi yang ada di arah Kota Yogyakarta terkait dengan ancaman tersebut.

Pihaknya juga memastikan berfungsinya sirine dengan baik apabila terjadi erupsi Gunung Merapimaupun dampak erupsi aktif,

“Selain itu, BNPB juga akan memantau jalur-jalur evakuasi yang rusak di beberapa titik,” Kata Lilik saat jumpa pers secara virtual, kemarin. 

Kepada masyarakat dia juga mengingatkan agar mengakses informasi terkait perkembangan aktivitas Gunung Merapi lewat BPPTKG. Tak hanya bagi warga di Kabupaten Sleman, namun juga di kawasan Klaten, Boyolali, dan Magelang. 

“Jadi ada tiga ancaman yang kita perhitungkan tahun ini, yaitu erupsi Gunung Merapi, pandemi COVID-19 dan ancaman La Nina yang terkait dengan banjir lahar tadi,” kata dia.

Sementara itu Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) terus memberikan update kondisi terkini Gunung Merapi. Kabar Merapi terkini menunjukkan aktivitasnya masih tinggi.

Kepala Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyebutkan tingkat aktivitas Gunung Merapi masih tinggi dan belum menunjukkan penurunan sejak ditetapkan siaga (level III).  Namun demikian, belum ditemukan peningkatan yang signifikan dari ukuran-ukuran yang ada terkait aktivitas Merapi hingga pantauan terakhir kemarin, 

“Jadi bisa dikatakan stabil tinggi,” ujar Hanik dalam konferensi pers bersama BNPB serta BPBD DIY dan BPBD Jawa Tengah, Jumat (13/11/2020).

Dalam kurun waktu beberapa hari terakhir, lanjut Hanik, telah terjadi beberapa kali guguran lava dengan jarak luncur cukup jauh hingga 3 km dan yang terbaru 2 km. Menurutnya guguran tersebut adalah guguran yang wajar terjadi saat aktivitas Merapi meningkat.

“Guguran ini adalah guguran lava lama yang ada di tebing-tebing kawah Gunung Merapi. Adapun kubah lava baru hingga saat ini belum muncul,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, potensi ancaman bahaya Gunung Merapi hingga kini masih sama, yakni jarak terjauh 5 km. Sementara, di sisi utara 3 km. Ia memperkirakan arah luncuran material erupsi Merapi diperkirakan berpeluang besar ke arah Kali (sungai) Gendol. Meski tidak menutup kemungkinan berpotensi ke arah barat atau barat laut.

Selain itu, potensi erupsi masih sama, yaitu kemungkinan erupsi efusif seperti 2006, namun disertai eksplosivitas. Namun, menurut Hanik, dari data yang ada hingga kini prediksi erupsi yang akan terjadi tidak akan sebesar erupsi 2010. Menjelang erupsi 2010, kata dia,  deformasi Gunung Merapi mengalami peningkatan secara eksponensial setiap hari. Sebagai permisalan hari ini 1 cm, besok 2 cm, lalu besoknya 4 cm, 8 cm, dan seterusnya. Hal itu Berbeda dengan yang terjadi saat ini yang sejak Juni 2020 deformasi menunjukkan pemendekan 1 cm/minggu.

“Jadi peningkatannya tidak signifikan. Pemendekan EDM sampai data saat ini kemungkinan seperti erupsi 2010 tidak terjadi,” imbuh Hanik. (kt1)

Redaktur: Faisal

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com