YOGYAKARTA– Ratusan massa dari Aliansi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Sosial Indonesia menggelar aksi damai di Kantor kementrian Jakarta, Selasa (10/01/2023) kemarin. Turut bergabung dalam aliansi IPWL tersebut, Griya Pemulihan Siloam Yogyakarta.
Direktur Griya Pemulihan Siloam Yogyakarta, Esther Susilowati, mengatakan, dalam aksinya Aliansi IPWL meminta Kementerian Sosial memenuhi hak-hak para pecandu dan korban penyalah gunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) di tempat-tempat rehabilitasi.
Esther menjelaskan, Gerakan Aliansi ini melalui berbagai strategi melakukan advokasi mewujudkan kebijakan yang signifikan dan kondusif bagi pemenuhan hak-hak pecandu khususnya dalam memperoleh layanan rehabilitasi sosial.
“Aksi Aliansi IPWL di Kantor Kemensos kemarin dilakukan setelah mencermati dinamika yang terjadi dalam konteks penyelenggaraan layanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza dan kondisi yang.menyertainya,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (11/01/2023).
Dalam beberapa tahun terakhir, kata Esther, banyak kebijakan Kemensos yang tidak relevan dengan kebutuhan layanan rehabilitasi sosial bagi pecandu dan korban penyalah gunaan narkoba di tempat-tempat rehabilitasi.
Oleh karenanya, kata Esther, unjuk rasa damai di Kemensos kemarin mengangkat tema “TANTANGAN INDONESIA DARURAT NARKOBA : Ketidak Hadiran Kemensos RI Dalam Pemenuhan Hak-Hak Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Napza serta Kelalaiannya Menjaga dan Menjalankan Amanat Undang Undang.
“Dengan aksi kemarin kami memberitahukan tuntutan kami kepada Kemensos yang pada intinya agar Kemensos memenuhi hak-hak dasar Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Napza. Hal ini tentu untuk mendukung upaya pemerintah menekan penyalah gunaan narkoba,” tandas Esther.
Berikut 5 Tuntutan atau pernyataan sikap Aliansi IPWL Sosial Indonesia dalam Aksi damai di Kantor Kemensos, Selasa (10/01/2023) kemarin:
1. Mendorong Kementerian Sosial untuk mengeluarkan regulasi terkait dengan tata kelola IPWL sesuai dengan amanat dalam Permensos No 6 Tahun 2020 tentang Rencana strategis Kementerian Sosial Tahun 2020 – Tahun 2024 .
2. Segera menyusun peraturan yang mengatur pendanaan rehabilitasi sosial KPN yang tidak mampu sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2011 (Pasal 22 ayat 2) tentang Institusi Penerima Wajib Lapor.
3. Mengingat pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza yang bersifat khusus maka dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil (pekerja sosial Adiksi & Konselor Adiksi) yang fokus memberikan pelayanan didalam lembaga, karena saat ini dirubah menjadi pendamping rehabilitasi sosial yang yang multi fungsi sehingga pelayanan kelembagaan di IPWL menjadi terhambat dengan adanya penugasan yang bersifat intimidasi (ancaman dipecat/tidak diperpanjang kontraknya jika tidak melaksanakannya) untuk melaksanakan tugas tugas diluar lembaga.
4. Pentingnya melibatkan Pekerja Sosial Adiksi Napza dan Konselor Adiksi Napza dalam Tim Asesmen Terpadu (TAT) pada amandemen UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang saat ini sedang direvisi oleh BNN dan Komisi III DPR RI.
5. Agar dibuka komunikasi yang terbuka dan baik dengan stake holder/pelaksana rehabilitasi sosial dalam merumuskan kebijakan dan program ATENSI bagi korban penyalagguna napza karena : “Terjadi pola kebijakan yang tidak baku dan berbeda beda dalam pelaksanaan ATENSI yang dilakukan oleh Sentra Kementerian Sosial yang ada di wilayah masing-masing”.
Sebelumnya, ratusan massa Aliansi IPWL memulai aksinya dari Tugu Proklamasi Jakarta dengan membentangkan spanduk bertuliskan kutipan pernyataan sikap. Setibanya di kantor Kemensos, massa menggelar orasi.
Salah satu kordinator aksi, Ade Hermawan mengatakan IPWL Pecandu dan Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza berkolaborasi membangun gerakan sosial Aliansi IPWL Sosial Indonesia, untuk menuntut hak-hak yang belum dipenuhi oleh pemerintah, dalam hal ini Kemensos.
Aliansi ini, kata dia, berupaya mengokohkan komunikasi, koordinasi, konsolidasi dan aksi penyampaian aspirasi seluruh komponen pemangku kepentingan layanan rehabilitasi sosial dalam memperjuangkan hak hak pecandu dan korban penyalahgunaan napza.
“Presiden Joko Widodo pernah menyatakan Indonesia dalam Keadaan Darurat Narkoba. Meningkatnya prevalensi penyalahgunaan napza serta terbatasnya akses layanan rehabilitasi ditengah krisis kesehatan dan kemanusiaan menjadikan tidak sedikit para pecandu dan korban penyalahgunaan napza yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya,” ucap seru Ade dari atas mobil komando
Linda Theresia dari Yayasan Rumah Rehabilitasi Sosial SADO, mengaku ia bersama rekan-rekannya datang jauh-jauh dari Karimun Kepri untuk ikut Aksi Damai di Kemensos RI, demi memperjuangkan hak-hak masyarakat binaannya. Namun, ia mengaku kecewa karena Mensos, Tri Rismaharini tidak mau menemui mssa aksi Aliansi IPWL.
“Mensos tidak hadir dan diduga tidak mau datang menemui Aliansi. Maka dugaan kami mengenai Kemensos tidak mau hadir dalam Rehabilitasi Sosial korban atau Pecandu Narkoba,” ucap Linda.
Linda menegaskan, karena tidak berhasil menemui Mensos, Aliansi IPWL berencana akan menggelar aksi di istana negara.
“Kami akan mengadu langsung ke Presiden RI Bapak Jokowi, selain itu kami juga sudah kirim surat pelaporan pada Ombudsman dan Kantor Sekretariat Presiden (KSP), tinggal menunggu follow up. Kami akan berjuang disemua lini sampai akhir,” tegas Linda. (kt1)
Redaktur: Faisal