Edutek  

PLN EPI Libatkan 5.000 Petani DIY Terapkan Green Deflation

RM Gustilantika Marrel Suryokusumo (kiri) dan Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris S melakukan tanam perdana bawang merah di lahan Lumbung Mataram Kedungpoh Kapanewon Nglipar, Gunung Kidul, DIY (ist)
RM Gustilantika Marrel Suryokusumo (kiri) dan Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris S melakukan tanam perdana bawang merah di lahan Lumbung Mataram Kedungpoh Kapanewon Nglipar, Gunung Kidul, DIY (ist)

 

YOGYAKARTA – Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) terus mengembangkan ekonomi hijau berbasis keterlibatan masyarakat. Sedikitnya sudah ada  5.000 petani di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dilibatkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. 

Pelibatan petani ini  berdampak pada peningkatan kemampuan beli atau green deflation. Yaitu pada suatu nilai uang yang sama, masyarakat tani mampu membeli barang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya, atau kerap dikenal sebagai green geflation yang merupakan kebalikan dari green inflation.

Kepala Bebadan Pangreksa Loka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, RM. Gustilantika Marrel Suryokusumo mengatakan Keraton Yogyakarta telah mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goal sejak tahun 1755 dengan falsafah Memayu Hayuning Bawono.

“Falsafah Memayu Hayuning Bawono terus diimplementasikan antara lain dalam bentuk Ekonomi Hijau Berbasis Keterlibatan Masyarakat, seperti yang telah dikerjakan Keraton Yogyakarta bersama dengan PLN EPI,” kata Marrel saat diskusi di Lumbung Mataraman Kalurahan Kedungpoh Kapanewon Nglipar, Gunung Kidul, DIY, akhir pekan lalu.

Bentuk Ekonomi Hijau Berbasis Keterlibatan Masyarakat ini merupakan bentuk ketahanan pangan, air dan energi. Sekaligus meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat di pedesaan dan diharapkan dapat menjadi model di wilayah lainnya.

“Implementasi program ini tentu akan memampukan para petani untuk berdaulat pangan, energi dan sekaligus memajukan taraf hidup masyarakat pedesaan”, kata Marrel.

Direktur Utama PT PLN EPI Iwan Agung Firstantara menjelaskan, kerjasama ini merupakan langkah strategis untuk mengamankan pasokan biomassa tanpa berkompetisi lahan dan pupuk untuk sektor pangan, bahkan sebaliknya justru memperkuat pangan/pakan karena memanfaatkan lahan marginal dan menghasilkan produk utama pakan ternak dan residu ranting untuk biomassa sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

“Ini merupakan bentuk nyata dari ekonomi kerakyatan dengan masyarakat yang terlibat aktif di dalamnya. Maka dari itu, terciptanya green economy di tengah masyarakat ini sekaligus berhasil menciptakan lingkungan yang bersih dan mengangkat perekonomian masyarakat,” kata Iwan.

Iwan menambahkan, PLN turut membangun rantai pasok biomassa untuk menjamin keberlangsungan pasokan. Mulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan biomassa, sampai dengan komersialisasi di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) PLN akan digalakkan.

Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko menuturkan lebih dari 5.000 petani telah merasakan manfaat dari tanaman multifungsi. Tanaman tersebut digunakan untuk pakan ternak dan kemudian bahan baku biomassa pada lahan marginal seluas 30 hektar tersebar di Kalurahan Gombang dan Karangasem, Kapanewon Ponjong, Gunung Kidul DIY.

” Pada musim kemarau bulan September 2023 yang lalu, penduduk telah melakukan pruning daun tanaman sebagai pakan ternak. Pembibitan dan penanaman tanaman multifungsi tersebut juga menggunakan pupuk organik FABA yang jauh lebih murah dibanding pupuk anorganik seperti NPK dan Urea,” kata Antonius.

Pada 2023, PLN EPI telah menyediakan 1 juta ton biomassa untuk 43 PLTU, yang berasal dari residu/sampah pertanian, perkebunan dan perhutanan seperti serbuk gergaji, sekam padi, bonggol jagung, bagasse tebu, pellet tandan kosong sawit, cangkang sawit, cangkang kemiri serta woodchip dari ranting-ranting dan tanaman replanting karet, bahkan BBJP (bahan bakar jumputan padat) hasil olahan sampah kota.

Antonius menyampaikan, ke depan, penduduk dapat menjual ranting-ranting tanaman yang akan diolah menjadi energi terbarukan biomassa sebagai substitusi batubara PLTU. Di mana dengan index harga biomassa sebesar 1,2 dari harga batubara hanya akan menaikkan BPP (biaya pokok produksi) sebesar 0,5 sen, jauh lebih murah dibanding energi terbarukan lainnya seperti PLTS (pembangkit listrik tenaga surya), PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu) dan lainnya.

“Selain memberikan benefit maksimal bagi masyarakat, program green economy ini menjadikan biomassa sebagai energi terbarukan baseload yang paling murah dan paling cepat diimplementasikan karena memanfaatkan PLTU eksisting milik PLN,” kata Antonius.

 

Redaktur : MS Rifat

63 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com