Kontroversi Aset Kripto sebagai Objek Wakaf

Oleh: M. Bagus Salis Ma’arif*

Salah satu perkembangan teknologi saat ini adalah munculnya blockchain. Bahkan blockchain telah melahirkan aset digital baru, misalnya kripto. Kripto merupakan uang digital tanpa substansi fisik yang dihasilkan oleh program komputer dengan spesialisasinya.

Uang digital tidak dipengaruhi oleh bank sentral atau otoritas publik suatu negara. Proses pembelian, penjualan dan penukaran uang digital ke mata uang lain dapat dilakukan melalui internet. Hal yang sama sama juga berkembang pesat secara global. Demikian juga di Indonesia, berkembang mata uang virtual.

Kripto pun menjadi pembahasan sebagai objek yang dapat diwakafkan atau tidak. Wakaf kripto telah menjadi topik pembicaraan di seluruh dunia.  Beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura telah mengembangkan platform wakaf dalam segala variannya.. Apakah asset kripto juga bisa menjadi objek wakaf?

Aset kripto di Indonesia Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) dianggap haram sebagai investasi karena dianggap lebih dekat pada ekonomi yang merugikan (gharar) dan tidak memiliki aset pendukung (underlying aset). Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, di mana penggunaan kripto sebagai aset komoditas bisa jadi sah atau tidak sah diperjualbelikan tergantung dari apakah memenuhi syarat syar’i atau tidak, termasuk diwakafkan (https://www.cnbcindonesia.com/market/20230619132838‑17‑).

Pemanfaatan aset kripto sebagai objek wakaf di Indonesia masih dalam tahap pengembangan dan pembahasan. Aset kripto memiliki nilai yang fluktuatif Pertama, ini adalah transaksi pasar bebas tanpa batas atas atau bawah, dan harga mata uang kripto dapat naik atau turun dengan bebas tanpa terkendali. Kedua, tidak sebanding dengan ketersediaan dan permintaan. Ketika permintaan tinggi, harga naik dan sebaliknya. Ketiga, adopsi di dunia nyata juga mempengaruhi harga mata uang kripto (Nurhadi, 2023). Sebagian besar lembaga keagamaan dan pemerintah masih mempelajari implikasi hukum dari penggunaan mata uang kripto dalam konteks wakaf. Beberapa diskusi dan inisiatif telah dimulai untuk menjajaki kemungkinan penggunaan aset kripto seagai objek wakaf.

Wakaf sendiri dalam dunia Islam telah memberikan banyak kontribusi sosial dan berperan penting dalam perkembangan peradaban. Fungsi wakaf untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat. Wakaf tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ibadah ritual seperti shalat. Justru ibadah sosial yang berhubungan dengan sesama manusia lebih dominan. Hal ini ini bida dilihat dari objek wakaf yang bukan hanya masjid atau mushala, tapi juga sekolah, pesantren, rumah sakit dan fasilitas sosial lainnya.

Ajaran Islam memang mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik spiritual maupun material. Islam mengatur relasi manusia dengan sesame manusia, alam atau benda, hingga dengan Tuhan. Relasi terakhir inilah yang tidak akan ditemui dalam hukum modern khususnya dari Barat.

Adanya wakaf, di samping infak, shadaqah, zakat, hibah, menunjukan bahan ajaran Islam justru dominan aspek sosialnya. Meminjam pendapat Nurcholis Madjid (Cak Nur), justru ajaran Islam yang berhubungan langsung antara manusia dengan Tuhannya (transenden) dalam aspek ritual kurang lebih hanya 5 persen. Selebihnya berhubungan dengan sesame manusia dan alam (profan) lebih dari 90 persen.

Agar wakaf dapat menenuhi aspek sosial umat Islam, tentunya harus dikelola secara maksimal dan produktif (Fahmi, 2023). Wakaf tidak hanya mempunyai aspek ibadah antara manusia dengan Tuhannya. Justru wakaf mempunyai hubungan yang erat antar manusia dalam fungsi sosialnya, serta dapat membawa manfaat yang luas bagi seluruh masyarakat, apapun agamanya.

Wakaf berperan penting dalam pembangunan umat. Seperti halnya zakat, tidak hanya membantu kelompok lemah yang manfaatnya terbatas, namun juga berfungsi sebagai sarana mendorong pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial yang lebih luas. Apalagi objek  wakaf lebih kekal, benda-benda wakaf dimanfaatkan dan dikelola, serta manfaatnya mulai dari kebutuhan pokok hingga kemandirian hidup serta terciptanya citra Islam yang positif di mata umat. Segala sesuatunya akan dapat membantu kebutuhan masyarakat (Fahmi, 2023).

*Dikutip dari berbagai sumber.

*M. Bagus Salis Ma’arif adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.

60 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com