Beras Gamagora 7 yang dikemas dalam plastik 1 kilogram. Dua peneliti Gamagora, Dr. Andri dan Prof Taryono memperlihatkan hasil panen padi itu. (Full)
JOGJAKARTANEWS.COM, KLATEN – Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali memperkenalkan varietas padi unggul baru bernama Gamagora 7, hasil riset panjang untuk menjawab tantangan perubahan iklim sekaligus meningkatkan produktivitas pangan nasional. Varietas ini dikembangkan oleh tim Fakultas Pertanian UGM yang dipimpin Prof. Taryono.
“Gamagora adalah merek dagang benih UGM. Gamagora 7 ini hasil rakitan kami sendiri,” kata Prof. Taryono saat ditemui di Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Rabu, 29 Oktober 2025.
Gamagora 7 menjadi primadona baru karena masa tanamnya singkat dan hasilnya tinggi. Pada musim hujan, padi ini dapat dipanen 95 hari setelah pindah tanam, sedangkan pada musim kemarau hanya 85 hari.
“Produktivitasnya bisa mencapai 9,7 ton gabah kering per hektare di lahan yang cocok,” ujar Taryono.
Selain cepat panen, Gamagora 7 menghasilkan nasi pulen dengan kandungan protein, zat besi, dan zinc yang lebih tinggi dibanding varietas biasa. Keunggulan gizi ini membuat Gamagora 7 berpotensi mendukung program penurunan stunting di Indonesia.
Varietas ini termasuk kategori HPP (High Productivity and Plasticity) — padi dengan produktivitas tinggi dan kemampuan adaptasi luas. Gamagora 7 bisa tumbuh di sawah irigasi maupun tadah hujan, bahkan tetap berproduksi di tengah cuaca tak menentu.
“Kalau hujan berhenti dua minggu lalu panas lagi, tanaman ini masih bisa pulih. Daya recovery-nya kuat,” kata Taryono.
Setelah mendapat SK pelepasan varietas dari Kementerian Pertanian pada Maret 2023, Gamagora 7 sudah ditanam di berbagai daerah seperti Klaten dan Purworejo (Jawa Tengah), Ngawi, Nganjuk, dan Blitar (Jawa Timur), hampir seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Barat, serta sebagian wilayah Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
Hasilnya cukup menjanjikan. Di Ngawi, produktivitas mencapai 9,6 ton gabah kering per hektare, sementara di Lombok Tengah bahkan menembus 12 ton per hektare dengan usia tanam sekitar 90 hari.
“Kalau di lahan lempung (tanah liat) hasil 9–10 ton itu mudah tercapai,” ujar Taryono.
Dengan umur panen sekitar 100 hari, Gamagora 7 memungkinkan petani melakukan tiga kali panen dalam setahun.
“Kalau biasanya petani hanya bisa dua kali tanam, dengan Gamagora 7 bisa tiga kali. Produksi nasional bisa naik tanpa membuka lahan baru,” kata Taryono. Atas kinerjanya, pemerintah daerah NTB kini menetapkan Gamagora 7 sebagai varietas anjuran daerah.
Selain varietas unggul di lahan, Gamagora 7 juga dikembangkan menjadi beras premium oleh startup yang dikelola Prof. Taryono dan Dr. Andrianto Ansari. Gabah diolah menggunakan rice mill berteknologi tinggi di Yogyakarta, lalu dipasarkan ke berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang.
“Beras Gamagora 7 kami jual di atas Rp 17 ribu per kilogram dengan kemasan khusus,” kata Taryono.
Dr. Andrianto Ansari, salah satu tim peneliti menambahkan, beras ini dikenal dengan label Premium Rice Kaya Gizi.
“Rasanya pulen dan gurih. Banyak konsumen yang tidak mau pindah ke beras lain meski harganya lebih tinggi,” ujarnya.
Meski unggul di lahan, pengolahan pascapanen masih menjadi pekerjaan rumah.
“Kalau digiling pakai mesin sederhana, berasnya banyak patah. Butuh rice mill dengan mutu tinggi,” kata Taryono. Untuk saat ini, fasilitas seperti itu baru tersedia di Jogja.
Sebelum dilepas resmi, Gamagora 7 telah melalui uji multilokasi di 14 titik — delapan di lahan sawah dan enam di tadah hujan. Hasilnya konsisten menunjukkan adaptasi tinggi, produktivitas stabil, dan kualitas gabah baik.
Dengan kombinasi hasil tinggi, umur pendek, adaptasi luas, serta kandungan gizi unggul, Gamagora 7 dinilai sebagai salah satu inovasi riset kampus yang paling potensial memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Kalau satu varietas bisa membuat panen lebih sering dan hasil lebih tinggi, kita selangkah lebih dekat menuju kemandirian pangan,” ujar Prof. Taryono.
Sosialisasi padi Gamagora 7 langsung kepada petani di Klaten dilakukan oleh UGM. Kegiatan ini menjadi bagian dari kampanye sains dan teknologi: ‘Riset Kuat, Pangan Hebat’, yang didukung oleh Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi, Kemdiktisaintek, melalui Program Kampanye Tematik Sains dan Teknologi (Resona Saintek)
FULL














