Peneliti AEPI: Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung Pintu Masuk Korupsi

JAKARTA – Perdebatan Pilkada langsung dan Pemilihan oleh DPRD yang berkembang akhir-akhir ini dinilai kurang menyentuh akar masalah, yakni rusaknya sistem bernegara sejak era reformasi salah satunya disebabkan Otonomi Daerah (OTDA). Tidak hanya pilkada langsung yang harus dihentikan namun Otonomi daerah harus dibubarkan.

Hal itu dikatakan peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dalam rilis pers kepada jogjakartanews.com, Selasa (10/09/2014) siang.

Menurut Salamudin OTDA memberi kekuasaan yang besar kepada pemerintah daerah menjual kekayaan nasional secara ugal ugalan, mengalokasikan anggaran sesuka hati dan membuat berbagai peraturan daearah, serta kebijakan lainnya untuk memperkaya diri dan keluarga.

“Bayangkan saja banyak daerah kabuten/kota di Indonesia telah memberikan konsesi, ijin, terkait eksploitasi kekayaan alam dalam jumlah yang sangat luas, hingga melebihi luas wilayah daerah yang bersangkutan. Demikian pula dengan lahirnya Perda yang merusak,” ujar Salamudin.

Dikatakan Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) ini, hasil evaluasi Kemendagri akhir Desember 2012, terdapat sekitar 173 perda yang dibatalkan. Ada ribuan Perda lainnya yang terindikasi bermasalah.

Parahnya lagi, kata dia, kekuasaan yang besar yang dimiliki daerah mengakibatkan merajalelanyaa korupsi. Dari data yang ia peroleh menyebutkan tahun 2011 kepala daerah/wakil yang tejerat hukum sebanyak 173 kepala daerah/wakil, 2012 sebanyak 235.

“Hinga pertengahan September 2013 sudah sebanyak 304 gubernur/bupati/walikota yang tejerat hukum dan dipenjara. Angka ini naik jika dibandingkan dengan bulan Mei 2013 yang rinciannya adalah 156 bupati, 46 wakil bupati, 41 walikota, 20 wakil walikota, 21 gubernur, dan 7 wakil gubernur,” ungkapnya.

Salamudin menandaskan, OTDA telah menjadi kanker ganas yang terus memperlemah negara, yang mengakibatkan negara kehilangan kemampuan merespon tantangan dari dalam dan persaingan dalam era globalisasi.

“Otonomi daerah telah menjadikan kita negara paling aneh, masuk dalam kancah persaingan ASEAN, namun di dalam negeri bercerai berai. Bagaimana mau menang bersaing?” tukasnya. (pr)

Rudi F

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com