Terkait Kasus Nenek Asyani, Politikus Gerindra: Institusi Penahanan Masih Sebatas Ideologi

YOGYAKARTA – Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Situbondo yang mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Nenek Asyani dinilai sudah tepat. Meskipun sebenarnya jika merujuk undang-undang no 2 tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan, harusnya nenek Asyani memang tidak perlu dikenakan penahanan fisik. Hal itu seperti disampaikan politikus partai Gerindra, S. Dasco Ahmad dalam rilis kepada jogjakartanews.com

“Dasar hukum tidak perlu ditahannya Nenek Asyani sebenarnya sangat kuat yaitu Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan,” jelas anggota Dewan Pembina Partai Gerindra itu. Perma Nomor 2 Tahun 2012 tersebut menyesuaikan nilai minimal barang dalam Pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan dari Rp 250 menjadi Rp 2.500.000.

“Intinya jika nilai barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 2.500.000., maka pasal yang dikenakan adalah pasal 364 KUHP tentang Pencurian ringan yang ancaman hukumannya hanya 3 bulan dan bukan Pasal 362 tentang pencurian biasa yang ancaman hukumannya 5 tahun. Dengan ketentuan tersebut maka tersangka atau terdakwa dalam kasus pencurian ringan tidak perlu dikenakan penahanan,” tulis Dasco.

Lagi pula menurut Anggota Komisi III DPR RI itu, nilai barang-barang yang dicuri tersebut sangatlah kecil, tidak sebanding dengan penderitaan yang mereka rasakan karena dikenakan penahanan. Dasco juga menilai selama ini institusi penahanan di Indonesia masih sebatas “ideologi”.

“Satu hal yang sanga disesalkan adalah bahwa institusi penahanan masih menjadi “ideologi” bagi sebagian penegak hukum di negeri ini. Tidak peduli si tersangka/terdakwa sudah berumur jompo atau nilai kerugian perbuatannya sangat ringan, penegak hukum tersebut seolah baru merasa benar-benar telah menegakkan hukum jika telah melakukan penahanan,” katanya masih dalam rilis.

“Seharusnya “ideologi penahanan”  tersebut dibuang jauh-jauh. Harus dipahami bahwa penahanan bukan merupakan tujuan  dan juga bukan syarat utama dalam penegakan hukum,” sambungnya.

Karenanya, Dasco berharap semua institusi penegak hukum melakukan evaluasi serius terhadap kasus nenek Asyani ini. Para penegak hukum yang bersalah haruslah dikenakan teguran yang sesuai agar agar tidak mengulangi perbuatannya.

“Pada prinsipnya kita tidak ingin ketidak-adilan yang begitu kasat mata seperti yang menimpa Nenek Minah, Basar dan Kholil dan nenek Asyani terjadi lagi di negeri kita,” tutup Dasco. (pr)

Redaktur: Herman Wahyudi
 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com