APKLI Siap Gerilya Lawan MEA yang Menjelma Neo-VOC

JAKARTA – Tahun 2014 Pedagang Kaki Lima (PKL) berada dalam pusaran ancaman robeknya kedaulatan ekonomi bangsa. Disepanjang tahun 2015 bahkan kedaulatan ekonomi bangsa bahkan telah dirampas kongsi kapitalis multinasional atau kekuatan neokolonialisme asing.

“Ekonomi Indonesia sudah tidak berdaulat lagi. Ketika pemerintah lepas tangan, membuka keran lebar-lebar terhadap asing untuk menancapkan monopoli ekonominya. Bagaimana mungkin rakyat bisa menang lawan Multi National Coorporate (MNC) yang tak hanya difasilitasi bahkan diproteksi Negara? Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) segera menjadi Neo-VOC menjadi sebuah kenyataan,” kata Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), dr. Ali Mahsun. M. Biomed dalam keterangan pers refleksi akhir tahun, kepada jogjakartanews.com, Kamis (31/12/2015).

Dikatakan Ali,  bukti Ekonomi rakyat, khususnya PKL telah dijajah kepentingan neokolonialisme bisa dilihat dari preseden buruk sebanyak 300 ribu PKL digantikan semena-mena oleh kongsi kapitalis multinasional seperti seven elevent, indomart, alfamart, KFC dan lainnya dikawasan PT. KAI.

“Nampaknya itu belum cukup, sehingga Jokowi menginstruksikan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota se-Indonesia untuk mensterilkan kawasan wisata diseluruh Indonesia dari PKL, pada Musrenbangnas RI tanggal 18 Desember 2014 di Jakarta.  Penghidupan 5 juta PKL di kawasan wisata yang menghidupi puluhan juta rakyat Indonesia, akan terampas,” tandas Ali yang juga Ketua Presidium Sekber Indonesia Berdaulat.

Praktik dari instruksi Jokowi tersebut, ribuan PKL kawasan wisata Monas Jakarta digusur dan diusir semena-mena, dengan cara tak berperikemanusian. Selain itu, kata dia, sangat vulgar dan naïf kebijakan Jokowi yang menggantikan kawasan wisata dengan dikelola perusahaan raksasa REKSO GROUP yang berakhir dengan “Accident of miniature social revolution” PKL Monas Jakarta dibulan suci Ramadahan 1436 H tanggal 20 Juni 2015.

“Lagi-lagi pemerintah sangat pongah mengangkat BOS MAYAPADA GROUP, Dato Sri Tahir sebagai Ketua Dewan Pengawas BLUD Ragunan menggantikan Hasyim Djoyohadikusomo, dan APKLI mengecam, serta menolak dengan tegas, hal itu,” tandasnya.

Surat Terbuka APKLI Kepada Presiden Jokowi pada tanggal 8 Januari 2015 menanyakan Apa Salah PKL sehingga  Dibersihkan Dari Kawasan Wisata? dan mendesak Jokowi segera membatalkan kebijakan tersebut, ternyata belum direspons. Walau demikian, kata Ali,  APKLI akan mengobarkan ‘perang gerilya PKL’ untuk melawan penjajahan ekonomi rakyat sebagaimana tauladan Perang Gerilya Jenderal Besar Sudirman mengalahkan penjajah.

“Bahkan Rezim Jokowi-JK keluarkan Deregulasi Perlonggar Ijin Toko (Ritail) Modern dalam Paket Ekonomi September 2015.  Kebijakan ini kasat mata merupakan bentuk penjajahan ekonomi dan mata pencarian rakyat Indonesia. Jelas dan tegas telah melanggar Pancasila dan UUD 1945. Tanpa kebijakan tersebut saja, sudah 3500 pasar tradisional dan 3 juta PKL Kelontong gulung tikar akibat keberadaan toko (ritail) modern yang merangsek ke gang perkotaan dan pedesaan,” tukasnya.

Tak berhenti hanya disitu, menurut Ali, Jokowi menyampaikan pernyataan bahwa Pemerintah RI tidak akan melindungi ekonomi rakyat dalam menghadapi MEA pada Pembukaan Kongres XX Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di Jakarta tanggal 12 Desember 2015.

Lebih lanjut dijelaksan Ali, Menyikapi kebijakan rezim Jokowi-JK yang tidak populis tersebut, dalam Rapimnas III di Mataram Nusa Tenggara Barat, tanggal 18 – 20 Desember 2015 APKLI merumuskan lima pernyataan sikap, yaitu :

  1. Memimpin perang gerilya PKL diseluruh Indonesia menghadapi dan melawan kongsi kapitalis multinasional asing yang menjajah ekonomi PKL dan rakyat Indonesia.
  2. Menolak dan melawan kebijakan rezim Jokowi-JK yang berupaya mensterilkan kawasan wisata dari PKL apapun resikonya guna melindungi 5 juta PKL kawasan wisata dan tegaknya kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  3. Menolak dan melawan kebijakan deregulasi perlonggar ijin toko (ritail) modern rezim Jokowi-JK yang merupakan bentuk penjajahan ekonomi dan mata pencarian rakyat Indonesia yang dipersembahkan kepada neokolonialisme bangsa asing.
  4. Menolak dan melawan berlakunya MEA sebagai bentuk Neo-VOC karena Negara RI dalam hal ini rezim Jokowi-JK telah menyatakan tidak melindungi ekonomi dan mata pencarian rakyat Indonesia dalam menghadapi MEA.
  5. Menolak pemberian sertifikat HGB PKL kecuali Rezim Jokowi-JK jujur dan terbuka memastikan bahwa sertifikat HGB tersebut hanya untuk PKL Indonesia, bukan untuk PKL Asing, tidak membebani biaya kepada PKL, dan kapasitasnya cukup sesuai dengan jumlah PKL di wilayah Kabupaten atau Kota diseluruh Indonesia.

“Mulai Maret 2015 APKLI melakukan percepatan gerilya PKL Kawasan Ekonomi Strategis diseluruh Indonesia dengan 3 instrumen, KTA-nisasi, Kredit Tanpa Agunan Modifikasi Grameen Bank dan Support System teknologi ICT. Kami bertekad bersumpah seperti “Hamukti Palapa” (Sumpah Palapa, Patih Gadjah Mada, red), berjuang dan mengabdi secara ikhlas untuk merebut kembali kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Asli, yang bagi PKL adalah harga mati, apapun resikonya,” pungkas Ali yang Ketua Umum Bakornas LKMI PBHMI 1995 – 1998. (kt3)

Redaktur: Rudi F

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com