Datangi DPRD, Paguyuban Sopir Taksi DIY Tolak Transportasi Ilegal Berbasis Online

YOGYAKARTA – Setelah ramai di Jakarta konflik antara pengemudi taksi konvensional dengan transportasi berbasis aplikasi online, kini giliran Paguyuban Pengemudi Taksi Argometer (PPTA) DIY yang menolak beroperasinya angkutan yang dinilai ilegal tersebut.

“Kami menerima teknologi tapi menolak penyalahgunaan aplikasi berbasis online yang melayani angkutan ilegal seperti yang dilakukan Uber, Grab dan Gojek. Di Jogja jumlah taksi plat hitam tidak terpantau, ini jelas merugikan Negara, bukan hanya kami yang dirugikan,”  kata perwakilan PPTA, Sutiman unsai bersama rekan-rekannya mendatangi Komisi C DPRD DIY, Senin (28/03/2016), untuk menyampaikan pernyataan sikapnya.

Sutiman mengungkapkan, Taksi berargo di Yogyakarta saat ini jumlahnya kalah banyak dengan taksi atau angkutan umum tak berijin resmi yang menggunakan basis aplikasi online.

Sutiman  mendesak agar pemerintah agar lebih tegas dalam menegakkan aturan dan  diminta lebih selektif dalam memberi ijin operasi angkutan umum, terutama yang menggunakan Teknologi Informasi (TI).

“Pemerintah jangan sampai terlena, nasib pengemudi dan jasa taksi resmi seperti hidup segan mati tak mau, kami belum sejahtera. Kami bukan takut bersaing, tapi kami menolak ketidak adilan,” kata yang bekerja pada perusahaan transportasi Pamungkas Taksi.

Terkait penegakan aturan, pihaknya mengaku sudah berkirim surat kepada instansi yang berwenang dan ditembuskan ke Presiden Joko Widodo.

“Kami berharap Presiden Jokowi memperhatikan nasib kami,” ujarnya.

Anggota Komisi C DPRD DIY, Sutata,  yang menemui para sopir taksi  dari PPTA menyatakan dukungannya kepada para pengemudi taksi yang resmi dan legal. Ia meminta agar pengemudi dan perusahaan operator jasa angkutan umum, termasuk taksi, harus memenuhi persyaratan perijinan sesuai dengan paraturan perundang-undangan. 

“Pengertian ilegal harus diperjelas. Kendaraan umum ijinnya harus sesuai dengan ketentuan hukum yang  ada. Jika ada penyimpangan, setuju jika penindakan lapangan harus dilakukan,” kata Sutata.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua DPRD DIY, Dharma Setiawan. Ia menyatakan apresiasi atas aspirasi paguyuban dari 15 perusahaan transportasi di DIY tersebut. Namun demikian, Darmawan menilai pengunaan aplikasi online, termasuk untuk jasa transportasi,   tidak bisa ditolak. Hanya saja, kata dia, bagaimana penggunaan teknologi tersebut bisa bermanfaat dan adil bagi semuanya.

“Teknologi bisa dimanfaatkan, agar pelayanan taksi makin istimewa di Yogyakarta. Namun ijin juga harus sesuai aturan. Kita akan meminta  Polda dan Dinas Perhubungan bekerja melakukan tugasnya, terkait hal ini,” kata Dharma.

Terpisah, terkait perijinan, Kabid Angkutan Darat, Dinas Perhubungan Kominfo DIY, Harry Agus Triyono  menjelaskan saat ini jumlah taksi reguler mencapai 1000 unit. Sementara untuk taksi premium ada 50 unit yang berijin, namun baru beroperasi 25 unit. 

“Kalau sesuai ketentuan angkutan sewa bisa ber plat hitam, tapi bertanda khusus seperti angkutan untuk  barang khusus, angkutan bandara ada 15 kendaraan, rental dan lain nya. Kita membatasi dengan syarat berbadan hukum, kalau rental mobil masih ada yang perseorangan,” kata Harry. (kt1)

Redaktur: Rizal

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com