Urgansi Stimulasi Kecerdasan Linguistik Sejak Dini

Oleh: Shofiya Laila Alghofariyah*

Seorang ahli riset dari Amerika, Prof. Howard Gardener, mengembangkan model kecerdasan multiple intelligence yang artinya bermacam-macam kecerdasan. Maksudnya, setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda.

Menurut Gardener, kecerdasan adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan, salah satunya adalah kecerdasan linguistik.
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Anak yang mempunyai kecerdasan linguistik biasanya senang bermain dengan kata-kata, menikmati puisi, suka mendengarkan cerita, membaca apa saja, merasa mudah dan percaya diri mengekspresikan diri baik secara lisan maupun tulisan, suka membumbui percakapan anda dengan hal-hal menarik yang baru saja dibaca atau didengar, suka mengerjakan teka-teki silang, serta dapat mengeja dengan sangat baik.

Bedasarkan pengalaman penulis di dunia pendidikan, anak usia sekolah menengah pertama masih kesulitan untuk berkomunikasi secara lisan maupun tulisan dengan lancar. Para peserta didik cenderung malu dan terbata-bata ketika diminta untuk mengemukakan ide maupun bercerita di depan umum. Padahal, kunci pertama komunikasi adalah percaya diri terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pembetulan secara EBI (Ejaan Bahasa Indonesia).

Teori behaviorisme

B.F. Skinner melalui penelitian Stimulus-Respons dalam bukunya yang berjudul Verbal Behavior (1957), menyimpulkan suatu pendapat bahwa kemampuan berbahasa dapat terbentuk melalui pembiasaan, yang kemudian disebut dengan teori behaviorisme. Skinner berpendapat bahwa anak menguasai bahasa melalui peniruan dan perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan latihan yang disodorkan. Teori tersebut sejalan dengan teori tabula rasa yang menjelaskan bahwa anak ibarat kertas putih yang bisa diwarnai apa saja, tergantung dengan keinginan pemiliknya.

Berdasarkan teori behaviorisme tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembiasaan kemampuan berbahasa sejak dini sangat penting untuk anak. Ketika berada di usia emas, anak akan merekam apa saja yang diajarkan dilanjutkan dengan meniru hingga akhirnya menjadi kebiasaan. Oleh karena itu, yang bertanggungjawab sebagai madrasah pertama seorang anak adalah lingkungan keluarga.

Peran lingkungan keluarga

Orang tua mempunyai peran penting untuk memberikan stimulus kemampuan linguistik anak dengan melakukan pembiasaan setiap harinya. Anak yang dibiasakan berbahasa yang baik dan benar akan memiliki logika dan etika yang baik pula. Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan suasana, sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia serta menempatkan subjek dan predikat dengan benar.

Adanya teknologi komunikasi yang kian canggih dapat mempengaruhi pola berbahasa anak-anak. Melalui media sosial, banyak bahasa-bahasa gaul baru yang semakin hari semakin mengikis penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Seperti; ibu menjadi nyokap, bapak menjadi bokap, lebih menjadi lebay, dan masih banyak lagi. Entah siapa yang menciptakan dan siapa yang memulai tidak ada yang tahu, karena bahasa bersifat arbitrer. Artinya, tidak diketahui dengan pasti siapa yang menciptakan, akan tetapi disepakati dan dikembangkan bersama oleh kelompok masyarakat. Tidak hanya melalui sosial media, tayangan televisi pun juga mempengaruhi pola berbahasa anak-anak. Banyak stasiun televisi yang menayangkan program- program hiburan yang menggunakan bahasa gaul yang secara tidak sengaja akan ditiru oleh anak-anak dalam keseharian mereka. Maka, tugas orang tua adalah melakukan pengawasan terhadap perilaku berbahasa anak agar tetap bisa sopan dalam bertutur kata.

Membaca dan bercerita

Orang tua dapat menstimulasi kecerdasan linguistik pada anak dengan membacakan cerita ketika menjelang tidur lalu memintanya untuk menceritakan kembali. Mendongengkan anak sebelum tidur tidak hanya dapat menstimulasi kecerdasan lingustik pada anak, akan tetapi juga menambah kedekatan emosional antara orang tua dengan anak. Tentunya dengan dongeng-dongeng dan cerita-cerita yang mengandung hikmah yang baik seperti kisah-kisah nabi, kisah- kisah fabel, dan lain-lain. Selain itu, orang tua juga dapat memancing anak untuk belajar bertutur kata dengan cara menayainya tentang apa kegiatan yang ia lakukan di sekolah tadi pagi, tentang teman-temannya, atau tentang guru-gurunya.

Orang tua juga perlu memberikan bahan bacaan yang sesuai untuk anak, seperti majalah dan buku-buku dongeng. Orang tua dapat menunutunnya untuk membaca buku-buku bacaan tersebut dengan sabar dan penuh kasih sayang. Apabila anak merasa bosan dengan aktivitas membaca, ia dapat diberi permainan yang membuatnya merasa semangat kembali.

Setelah anak lancar dalam berbahasa lisan, orang tua dapat meningkatkannya dengan melatih anak untuk berbahasa tulis dimulai dengan cara menulis buku harian. Cara ini akan mengasah kemampuan anak untuk menulis setiap harinya sehingga menjadi terbiasa merangkai kalimat dengan runtut dan benar. Untuk itu, perlu adanya usaha yang maksimal dari orang tua untuk mengasah dan menstimulasi kecerdasan linguistik anak. Orang tua juga harus memberikan contoh cara berbahasa yang baik dalam kehidupan sehari-hari pada anak. Karena kemampuan memorial anak sangat kuat ketika ia masih berusia dini dan kebiasaan yang terekam dalam otaknya akan terbawa
hingga dewasa. WaAllahua’lamu bi al showab (*)

*Penulis adalah Anggota BPL HMI Cabang Semarang

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com