Budaya  

Resolusi di Tahun Baru Masehi

Oleh: Mukharom*

Siklus pergantian tahun merupakan sunatullah, dan pasti akan terjadi seiring berjalannya waktu. Seperti pergantian siang dan malam yang kita rasakan setiap harinya. Momentum pergantian tahun seharusnya menjadikan pribadi lebih baik disetiap saat dalam memanfaatkan waktu, apakah menuju kearah yang lebih baik ataukan sebaliknya,  sebenarnya jika menghayati tidak perlu menunggu tahun baru untuk berubah atau menentukan target dalam hal tertentu atau yang sering kita dengar istilah resolusi tahun baru.

Pertanyaan pun datang setiap pergantin tahun, apa resolusimu di tahun ini ? jawabannya sangat beragam, tapi mayoritas soal kesehatan, percintaan, skill atau pekerjaan dan perubahan penampilan. Lebih detail lagi menjawab pertanyaan tentang resolusi tahun baru ini, kemudian muncul jawaban dan jawannya selalu berulang disetiap tahunnya yaitu: belajar keterampilan baru, penampilan baru, lebih hemat, pekerjaan baru, teman baru dan tidak merokok. Semua hal itu terkait urusan duniawi. Sebenarnya istilah resolusi itu itu apa, tepatkan dalam penggunaannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata resolusi diartikan sebagai putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang), pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal.  Resolusi adalah sebuah permintaan dan tuntutan yang menjadi target dengan daya upaya serta sikap untuk menggapainya secara tepat dan benar. Jika merujuk pada makna resolusi tersebut dapat kita ambil manfaat positifnya yaitu bahwa hidup harus memiliki sebuah tujuan dan tujuannya harus kongkrit, sehingga hidup terarah serta terkontrol. Walaupun resolusi sebenarnya bukanlah parameter dalam meraih kesuksesan seseorang.  Resolusi pun tidak mesti dari awal atau nol, namun ada kemungkinan sedang dalam proses untuk dilanjutkan sampai tercapai tujuannya. Makna ini yang seharusnya bisa kita perjungkan dalam meraih kesuksesan, bahwa sukses itu tidak instan tapi butuh proses.

Tahun baru masehi bagi bangsa Indonesesia tergolong susatu yang baru, jika dilihat dalam konteks sejaranhnya, dikarenakan tidak ada kultur maupun tradisi yang berlaku dan berkesinambungan sampai saat ini.  Berlakunya tahun baru masehi dipengaruhi oleh, Pertama. Masyarakat Eropa ketika berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap pada tahun 1910, di wilayah Hindia Belanda. Kedua. Diciptakannya kalender baru bernama Gregorian sebagai pengganti kalender Julian yang dinilai tidak akurat, sehingga perayaan Paskah yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea I pada tahun 325 tidak tepat lagi. Berbeda dengan berlakunya tahun baru Hijriyah sebagai awal penanggalan kalender Islam ditetapkan atas inisiatif Khalifah Umar bin Khatab pada tahun 638 M (17 H) berdasarkan hijrahnya Rasulullah Saw. Sejak Islam datang ke nusantara awal abad ke 20, secara langsung kalender hijriyah pun berlaku, hal ini dibuktikan dengan berbagai surat-surat yang dibuat oleh raja-raja di nusantara. Sebagai contoh Raja Karangasem, Ratu Agung Ngurah yang beragama Hindu ketika mengirim surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani menggunakan tahun 1313 Hijriyah (1894 M). Tradisi serta peringatan tahun baru hijriyan sampai saat ini masih berlaku di Indonesia.  

Dalam konteks pergantian tahun yang semestinya kita lakukan adalah muhasabah atau introspeksi diri untuk menjalani hidup menjadi lebih baik. Dan jangan sampai kita menyesal atau rugi. Oleh karena itu, manfaatkan betul hal-hal sebagai berikut: 1.  Manfaatkan masa mudamu sebelum datang masa tuamu. 2. Manfaatkan masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu. 3. Waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu. 4. Kayamu sebelum miskinmu. 5. Manfaatkan hidupmu sebelum datang kematianmu. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Amru bin Maimun bin Mahran.

Muhasabah adalah melihat pada diri sendiri sejauh mana amalan yang telah dilakukan, kemudian meengevaluasi segala kekurangan dan kesalahan yang telah diperbuat dengan mengganti amalan yang shalih. Kita menyadari bahwa manusia bukanlah mahluk yang sempurna, penuh dengan dosa, penuh dengan kekurangan, bahkan kadang jauh dengan sang Pencipta Allah Swt, dengan meninggalkan kewajiban sebagai perintahNya. Muhasabah menjadi sangat penting dilakukan dan ini pun atas perintah Allah Swt yang tertuan dalam al Qur’an Surat Al Hasyr Ayat 18-19 yaang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”   inilah dalil sekaligus landasan bagi kita untuk mawas diri (muhasabah).

Bagaimana cara muhasabahnya, hal ini dapat kita lakukan dengan cara: Pertama. Mengoreksi diri soal kewajiban, apakan sudah tertunaikan ataukan masih banyak kekurangan. Kedua. Mengoreksi soal perbuatan yang haram dilakukan, apakah masih dijalankan atau sudah ditinggalkan. Ketiga. Koreksi diri atas kelalaian yang pernah dilakukan. Keempat. Introspeksi atas perbuatan yang dilakukan oleh anggota badan kita, seperti mata, telinga, tangan, kaki dan lisan kita. Apakah sudah dalam koridor yang sesuai dengan perintah allah atau tidak. Terakhir Kelima adalah mengoreksi soal niat, bagaimana kita dalam beramal apakah ikhlas atau karena ada maksud tertentu, misal pamer, sombong dan lain sebagainya.  Karena sesungguhnya segala perbuatan ditentukan oleh niatnya.

Suritauladan dari para sahabat Rasulullah Saw dalam bermuhasabah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh hanya berorientasi pada akhiratnya.  Contohnya adalah sahabat Umar bin Khatab, pernah suatu saat luput dari shalat ashar secara berjamaah, kemudian beliau menghukumi dirinya dengan mengeluarkan sedekah berupa tanah yang harganya sampai 200.000 dirham. Kemudian sahabat Ibnu Abi Rabi’ah pernah luput dari tidak menjalankan shalat sunah fajar, kemudian menebusnya dengan membebaskan seorang budak. Teladan yang lain diperlihatkan oleh Ibnu ‘Aun, pernah suatu ketika melakukan kesalahan dengan ibunya, yaitu saat ibunya memanggilnya, kemudian dijawab oleh ia dengan suara keras. Kesalahan tersebut ditebusnya dengan membebaskan 2 orang budak. Suritauladan yang sangat inspiratif jika kita melakukan kesalahan segera menebusnya dengan perbuatan yang baik tanpa harus menunda apalagi mengabaikan.

Momentum tahun baru, harus dimanfaatkan sebagai cara menguatkan resolusi, yaitu dengan memantapkan tujuan yang progresif dan kongkrit dalam menjalani hidup, caranya adalah muhasabah, agar evaluasi atas kekurangan dapat diperbaiki. Orientasi akhirat harus yang lebih utama dibanding urusan dunia, jika ini terwujud tidak hanya akhirat kita dapat urusan dunia pun akan mengikuti. Semoga Allah memberikan pertolongan disetiap langkah dalam menapaki kehidupan yang fana ini. Aamiin (*)

*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com