12 Tahun Bawaslu, Harlah di Tengah Wabah

Oleh: M. Abdul Karim Mustofa*

Hari ini, Kamis, (9/4/2020) genap dua belas tahun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berkiprah menjadi lembaga pengawal dan penjaga demokrasi sekaligus mengejawantahkan keadilan pemilu di Indonesia. Sejak dibentuk pada 9 April 2008 lewat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Bawaslu telah mengalami banyak dinamika perkembangan sampai saat ini.

9 April 2020 ini, Bawaslu sudah berganti kepemimpinan sebanyak tiga periode. Pada periode pertama Bawaslu baru ingin melahirkan Bawaslu Provinsi, kemudian baru periode berikutnya rencana itu terealisasi. Di periode ketiga, Bawaslu melahirkan kembali Bawaslu Kabupaten/Kota di 514 daerah seluruh Indonesia. 

Pada periode pertama Bawaslu (2008-2012) itulah proses pengambilan sumpah dan pelantikan dilaksanakan oleh Hakim Agung Mansyur Kartayasa di di Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta. Ketua dan anggota yang terlantik adalah Bambang Eka Cahya Widodo dengan anggota Wahidah Suaib, Nur Hidayat Sardini, Agustiani Tio Fridelina Sitorus, dan Wirdyaningsih dijadikan sebagai hari lahir Bawaslu dan tepat 12 tahun yang lalu (9 April 2020).

Bawaslu pada ulang tahun ke-12 ini merayakan hari lahirnya dengan acara cukup sederhana dan lebih bernuansa social. Hal ini tidak terlepas negara kita sedang bersedih dan merasakan keprihatinan mendalam karena adanya dampak wabah corona virusdisease atau covid-19 yang menimpa masyarakat Indonesia.

Sejarah panjang

Secara historis, pengawasan demokrasi di Indonesia tidak lepas dari kontribusi Bawaslu yang dulu dikenal Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak) Pemilu pada 1982. Awal berdirinya Bawaslu dilatarbelakangi adanya distrust atau krisis kepercayaan pelaksanaan pemilu yang saat itu (1971) terkooptasi oleh rezim penguasa. Paska Panwaslak guna membangun pengawasan yang efektif, pemerintah akhirnya membentuk adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum. (LPU) di bawah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

Saat reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri, independen dan bebas dari kooptasi penguasa semakin merapat. Hal itu mempertimbangkan bahwa LPU secara struktural adalah bagian dari Kemendagri yang kemudian terbentuklah KPU. Bersamaan dengan lahirnya KPU, Panwasak juga berubah nomenklaturnya menjadi Panwaslu.

Perubahan selanjutnya terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.

Penguatan terhadap lembaga ini kembali terjadi dari lembaga adhoc menjadi lembaga tetap melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Meskipun, aparat Bawaslu ditingkat daerah mulai dari provinsi, kabupaten kota hingga tingkat kelurahan kewenangan pembentukannya menurut tersebut masih merupakan kewenangan KPU.

Tidak selesai di UU Nomor 22 Tahun 2007, Mahkamah Konstitusi (MK) menindaklanjuti permohonon  Judicial Review (JR) yang kemudian memutuskan kewenangan pengawas pemilu sepenuhnya menjadi wewenang Bawaslu, begitu juga dalam merekrut pengawas pemilu yang menjadi tanggung jawab Bawaslu.  Melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 dalam Undang-Undang ini kelembagaan Bawaslu kembali diperkuat dengan dipermanenkannya Panitia Pengawas Pemilu ditingkat Provinsi menjadi Bawaslu Provinsi. Selanjutnya undang-undang pemilu kembali berubah dengan terbitnya UU No. 7 Tahun 2017, Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang besar dan signifikan. Secara kelembagaan, Panitia Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota dipermanenkan menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota

Ultah di Tengah Wabah

Bawaslu hari ini, Kamis (9/4/2020) menginjak usia 12 tahun harus dijadikan momentum merangkul masyarakat lebih luas lagi. Semua masyarakat diajak ikut berpastisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan Bawaslu, meskipun bukan saja tentang kepemiluan atau kepengawasan pemilu.

Hari ini, Bawaslu Bersama penyelenggara pemilu, KPU dan DKPP dihadapkan dengan pilihan dan kebijakan untuk menunda aktivitas kepengawasan pemilu atau Pilkada 2020 yang memang sudah berjalan tahapannya sesuai dengan Peraturan KPU nomor 2/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.

Mengapa dilakukan penundaan, karena Indonesia saat ini dalam suasana force majeur atau darurat nasional di mana Pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna mengantisipasi dan mencegah penyebaran virus corona atau corona virusdisease yang sejak diumumkan pertama kali adanya korban terdampak virus oleh Presiden Jokowi, 2 Maret 2020 sampai hari ini belum menunjukkan penurunan bahkan cenderung mengalami kenaikan.

Data per 8 April 2020, Pemerintah mengumumkan sudah ada 2956 orang yang terpapar kasus ini, dengan keterangan menjalani perawatan 2494 orang, pasien meninggal dunia 240 orang dan 222 orang sudah sembuh. Dengan besarnya korban ini, tidak etis kemudian bila lembaga negara seperti Bawaslu tidak turut serta mendukung program pemerintah, termasuk melakukan penundaan terhadap tahapan. Ini semua demi mengurangi jumlah korban bila tahapan tetap dilangsungkan, mengingat juga aktivitas tahapan langsung berhadapan dengan masyarakat seperti verifaksi faktual dukungan calon perseorangan dan pemutakhiran data pemilih.

Bawaslu dalam situasi yang demikian ini tidak boleh tinggal diam,lebih-lebih hari ini adalah hari kelahiran Bawaslu di usia yang ke-12 tahun, tentu punya harapan mempunyai manfaat kelembagaan kepada masyarakat luas. Satu tema yang diangkat oleh Bawaslu di usia 12 tahun ini adalah Bangun Solidaritas Kebangsaan melawan covid-19.

Tema itu sesuai dengan kondisi yang sedang dialami bangsa ini, banyak gelaran sikap dan kebijakan sosial yang bisa diambil fungsi manfaatnya oleh masyarakat. Donor darah, bakti sosial, sumbangan pengadaan alat pelindung diri (APD), pembagian masker, penyemprotan disinfektan dsb layak dilakukan oleh anggota Bawaslu atau penyelenggara pemilu yang lain sebagai bagian solidaritas terhadap penerima dampak covid-19 secara langsung khususnya petugas medis, maupun pasien. Hal ini tentu menjadi teladan sikap bagi masyarakat karena tidak hanya Bawaslu RI saja yang menyelenggarakan. Setiap Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/kota se Indonesia juga telah ikut ambil bagian solidaritas jamaah pengawas pemilu ini.

Satu kebijakan yang cukup luar biasa diambil Pemerintah RI dan itu harus dilaksanakan oleh Bawaslu dan jajarannya adalah efisiensi anggaran (APBN) 2020 yang semula teranggarkan Rp. 2.953.042.603,- menjadi Rp. 1.075.756.201,-. Artinya anggaran Bawaslu harus diserahkan kembali sebesar kepada Pemerintah sebesar Rp. 1.877.286.402,-. Pengembalian anggaran Bawaslu ke Pemerintah ini mau tidak mau harus diserahkan kembali, meskipun berimplikasi pada semua kegiatan apapun yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajarannya ke bawah sampai dengan Bawaslu Kabupaten/kota tidak bisa dikeluarkan kecuali gaji, tunjangan, honor PPNPN, serta langganan daya dan jasa.

Ultah di tengah wabah corona virisdisease ini harus juga mengagendakan doa bersama seluruh punggawa Bawaslu agar wabah ini segera berhenti sehingga semua aktivitas akan kembali seperti biasanya. Doa Bersama ini tentu harus tetap memperhatikan protokoler kesehatan yang ada dengan tetap menjaga jarak.

Work From Home

Berlakunya work from home bagi anggota Bawaslu maupun kesekretariatan tentu tidak menyurutkan sikap sosial kita kepada masyarakat di lingkungan kita. Banyak kegiatan yang semestinya bisa dilakukan meski posisi sedang bekerja di rumah. Penyaluran donasi melalui lembaga pemerintah atau non pemeintah di luar pendanaan APBN di atas bisa dilakukan, mengingat kebutuhan untuk penanganan wabah ini cukup membutuhkan banyak dana.

Semua orang tahu dan memahami bahwa Pemerintah pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menangani kasus yang sudah lebih dari satu bulan ini. Estimasi terendah misalnya kebutuhan untuk penanganan wabah virus corona, ternyata dipakai dan dibutuhkan untuk pembelian alat kesehatan, alat tes virus corona, alat pelindung diri (APD) petugas kesehatan, obat, vitamin dsb. Meskipun Presiden Jokowi sudah mengalokasikan dan menggelontorkan anggaran untuk mengatasi Covid-19 melalui APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun dan besaran anggaran tersebut ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Stabilitas perekonomian di masa pandemi corona, namun bila melihat dinamika saat ini bahwa sebaran kasus  terus meningkat, daya dukung ekonomi masyarakat swasta berkurang sebab adanya kebijakan work from home tidak berlaku untuk mereka, dana APBN tersebut pasti tidak bisa mengcover hanya untuk corona saja.

Oleh sebab itu, marilah bersama-sama bantu Pemerintah untuk terus bekerja dan menanggulangi kasus ini semampu kita semua. Pikiran, tenaga, dana, bahkan motivasi pun cukup kita darmabaktikan untuk negara. Masyarakat harus sehat, menjaga pola makan dan kebersihan, tetap memperhatikan protokoler kesehatan dan terus berdoa untuk kebaikan masyarakat kita. Semoga.

 

*Penulis adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com