PEMILU: Ajang Penggantian Pemimpin yang Sah

Oleh: Bagus Sarwono (Ketua BAWASLU DIY)

Beberapa waktu lalu, kita mengetahui salah satu negara tetangga kita di ASEAN yakni Myanmar telah terjadi kudeta militer. Pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint ditangkap dalam sebuah penyerbuan.

Militer lalu mengumumkan keadaan darurat dan bakal berkuasa selama satu tahun. Myint Swe, mantan jenderal yang saat ini berstatus wakil presiden, bakal menjadi penjabat presiden hingga tahun depan.

Apa yang terjadi di Myanmar, lepas kita suka atau tidak suka dengan pemimpin yang di kudeta, penggulingan kekuasaan dengan cara kudeta militer merupakan salah satu perusak demokrasi.

Sebagai manusia modern dan beradab, pergantian kekuasaan tidak lagi dibenarkan menggunakan cara-cara kekerasan seperti kudeta militer. Apa yang terjadi di Myanmar seolah mengembalikan kita pada jaman Ken Arok. Bunuh-membunuh atau jegal-menjegal kekuasaan dengan cara-cara kekerasan.

Dalam sistem demokrasi, untuk mengganti pemimpin salurannya melalui Pemilu. Pemilu merupakan ajang perebutan atau penggantian kekuasaan secara legal-konstitusional. Dengan itu diharapkan terjadinya sirkulasi kekuasaan secara berkala, damai dan beradab.

Jika kita tidak suka dengan presiden atau wakil rakyat yang sedang menjabat atau memerintah maka penghakimannya lewat Pemilu, dengan tidak memilihnya lagi.

Kecuali, kalau presiden atau wakil rakyat ditengah jalan melanggar hukum yang dibenarkan regulasi untuk menggantinya di tengah jalan, maka itu bisa dilakukan. Itupun caranya beradab dan tanpa kekerasan diantaranya melalui lembaga peradilan yang tersedia.

Jadi sebagai negara yang beradab kita memilih pemimpin itu melalui pemilu dan menggantinya juga melalui pemilu. Bukan kudeta.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com