KAHMI untuk Indonesia Emas

Oleh: Dudung Abdurahman*

Dudung Abdurahman. Foto: Ist
Dudung Abdurahman. Foto: Ist

Tanggal 17 September setiap tahun selalu punya makna khusus bagi keluarga besar Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Peringatan Milad KAHMI tidak hanya menjadi ajang pertemuan alumni lintas generasi, tetapi juga saat yang tepat untuk merenungkan kembali perjalanan panjang organisasi ini. Lebih dari setengah abad, sejak berdiri pada 1966, KAHMI telah menjadi wadah strategis bagi para-alumni HMI untuk mengabdi, berkontribusi, dan memberi warna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Milad KAHMI tahun ini terasa lebih istimewa karena beririsan dengan perbincangan nasional tentang Indonesia Emas 2045. Gagasan ini merujuk pada cita-cita bersama bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, demokratis, dan berperadaban unggul tepat di seratus tahun kemerdekaan. Bappenas (2019) menyebut bahwa visi Indonesia Emas menekankan tiga pilar penting: keadilan, kemajuan, dan persatuan. Tiga pilar ini sejatinya sejalan dengan nilai-nilai yang telah lama dihidupi KAHMI—yakni keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan.

Dengan jejaring alumni yang tersebar di berbagai bidang strategis—politik, ekonomi, akademisi, birokrasi, hingga masyarakat sipil—KAHMI punya modal sosial yang besar. Alumni HMI tidak hanya hadir sebagai tokoh publik, tetapi juga sebagai penggerak perubahan di banyak lini kehidupan.

Islam: Fondasi Moral

Islam menjadi fondasi utama bagi kiprah KAHMI. Spirit keislaman yang dihidupi para-alumni bukan semata-mata simbol identitas, melainkan etika moral dan spiritual yang menuntun langkah dalam ruang publik. Islam yang dipahami adalah Islam yang rahmatan lil-‘alamin, yang hadir dengan wajah moderat, terbuka, dan mampu menjawab tantangan zaman.

Dalam perjalanan sejarahnya, alumni HMI yang tergabung dalam KAHMI telah memainkan peran penting dalam memperlihatkan wajah Islam yang inklusif. Di dunia politik, banyak alumni yang berusaha menjembatani aspirasi umat dengan kepentingan bangsa secara lebih luas. Di bidang pendidikan, mereka mendirikan lembaga dan mengembangkan pemikiran yang memadukan tradisi keilmuan Islam dengan tuntutan modernitas. Sementara di ranah sosial, KAHMI aktif dalam pemberdayaan masyarakat, advokasi, dan gerakan kemanusiaan.

Kekuatan Islam yang menjadi fondasi KAHMI adalah energi moral. Tanpa moralitas, politik mudah terjebak pada pragmatisme. Tanpa moralitas, ekonomi bisa melahirkan kesenjangan. Dan tanpa moralitas, ilmu pengetahuan dapat kehilangan arah. Spirit Islam itulah yang menjaga agar setiap langkah alumni HMI tidak tercerabut dari nilai keadilan, kejujuran, dan kemaslahatan.

Keindonesiaan

Selain Islam sebagai fondasi moral, KAHMI juga meneguhkan keindonesiaan sebagai bingkai kebangsaan. Sejak awal berdiri, HMI dan KAHMI menempatkan diri sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia, setia pada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita persatuan nasional.

Nilai keindonesiaan inilah yang menjadikan KAHMI mampu hadir di tengah keberagaman bangsa. Alumni HMI yang tersebar di berbagai sektor menjadikan organisasi ini kaya dengan pengalaman kebangsaan. Mereka berinteraksi dengan berbagai kelompok, lintas agama, suku, dan budaya, sehingga terbiasa membangun dialog dan jembatan.

Di tengah menguatnya polarisasi politik dan fragmentasi sosial belakangan ini, peran KAHMI menjadi semakin penting. Alumni HMI harus tampil sebagai perekat kebangsaan, bukan justru ikut memperuncing perpecahan. Di banyak daerah, jejaring KAHMI terbukti mampu menginisiasi dialog lintas komunitas untuk meredakan ketegangan. Inilah salah satu kontribusi nyata yang memperlihatkan bagaimana keindonesiaan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Persatuan bangsa adalah kunci. Tanpa persatuan, segala potensi besar yang dimiliki Indonesia akan tercerai-berai. KAHMI dengan jaringannya yang luas bisa menjadi bridging actor, penghubung antar-kelompok, sekaligus penjaga integrasi nasional.

Kemodernan

Spirit ketiga yang tak kalah penting adalah kemodernan. Nilai ini menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, kemodernan menjadi syarat mutlak untuk bertahan sekaligus unggul dalam persaingan global.

KAHMI menyadari bahwa tantangan ke depan semakin kompleks: disrupsi teknologi, bonus demografi, krisis iklim, hingga geopolitik global. Semua itu hanya bisa dihadapi dengan kesiapan sumber daya manusia yang unggul. Alumni HMI punya tanggung jawab moral untuk menyiapkan generasi muda agar tidak gagap menghadapi perubahan.

Di sinilah pentingnya KAHMI berinvestasi pada pendidikan, riset, dan inovasi. Banyak alumni yang sudah menjadi akademisi, peneliti, dan profesional. Modal ini perlu dikonsolidasikan dalam bentuk jejaring pengetahuan dan pusat kajian strategis. Bayangkan bila KAHMI punya think tank yang solid, maka organisasi ini dapat menjadi salah satu rujukan penting dalam memberikan rekomendasi kebijakan nasional.

Selain itu, kemodernan juga menuntut KAHMI untuk ikut serta dalam transformasi ekonomi. Dunia bisnis kini bergerak cepat ke arah ekonomi digital, ekonomi hijau, dan kewirausahaan sosial. Dengan jejaring alumninya yang luas, KAHMI dapat mendorong lahirnya ekosistem ekonomi umat yang berdaya saing, inklusif, dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.

Tidak kalah penting, kemodernan juga berarti keterlibatan dalam isu-isu global. KAHMI dapat memainkan peran sebagai cultural diplomat, memperkenalkan Islam Indonesia yang moderat dan demokratis ke dunia internasional. Peran KAHMI tidak hanya penting di tingkat nasional, tetapi juga relevan dalam percaturan global.

Menatap Indonesia Emas 2045

Visi Indonesia Emas 2045 adalah mimpi kolektif bangsa: sebuah Indonesia yang maju, adil, makmur, dan berperadaban unggul. Namun, jalan menuju ke sana tentu tidak mudah. Masih banyak tantangan: kesenjangan sosial, polarisasi politik, kualitas pendidikan yang belum merata, serta ancaman perubahan iklim dan krisis global.

Dalam konteks itulah, peran KAHMI menjadi sangat penting. Dengan kekuatan moral (Islam), komitmen kebangsaan (Indonesia), dan orientasi kemajuan (kemodernan), KAHMI dapat tampil sebagai aktor strategis dalam arsitektur Indonesia Emas.

KAHMI tidak boleh berhenti sebagai jaringan alumni semata. KAHMI harus hadir sebagai kekuatan moral-intelektual yang menggerakkan perubahan sosial, memperkuat demokrasi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Agenda ke depan harus jelas: konsolidasi organisasi, penguatan kaderisasi, pembentukan pusat kajian strategis, pemberdayaan ekonomi umat, serta sinergi dengan berbagai pihak.

Penutup

Perjalanan panjang KAHMI menunjukkan bahwa organisasi ini bukan sekadar wadah nostalgia bagi para-alumni HMI. KAHMI adalah kekuatan sosial yang memiliki potensi besar untuk memberi kontribusi nyata bagi bangsa. KAHMI dituntut hadir bukan hanya sebagai penonton, melainkan sebagai pelaku utama dalam panggung sejarah. Alumni HMI memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa Indonesia melangkah ke masa depan dengan arah yang benar: lebih adil, lebih makmur, lebih demokratis, dan lebih berperadaban.

Milad KAHMI adalah saat yang tepat untuk kembali mengingatkan spirit awal HMI yang berpijak pada Islam, kebangsaan, dan kemanusiaan, diharapkan mampu terus melahirkan generasi pemimpin bangsa yang berintegritas, visioner, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Jika komitmen ini dijaga, maka KAHMI akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu motor penting yang mewarnai perjalanan Indonesia menuju cita-cita besarnya di tahun 2045.(*)

59 / 100 Skor SEO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com