BANTUL – Egrang permainan tradisional yang terbuat dari bambu, ternyata bisa mengasah jiwa kepemimpinan pada anak-anak. Di balik permaian sederhana dari dua buah galah bambu yang membuat seseorang yang menaikinya akan terlihat lebih tinggi itu, mengandung banyak filosofi yang mendidik. Oleh karenanya warga Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, masih melestarikan permainan tradisional tersebut. Di Panggungharjo juga dibuat wahana ‘Kampoeng Dolanan’ dimana anak-anak belajar dan bermain egrang.
Menurut Kepala Desa Sewon, Wahyudi Hanggoro Adi, seorang pemimpin hendaknya bisa meneladani makna filosofi yang terkandung dalam permainan egrang. Menurutnya, seorang pemimpin memang harus tinggi dari anggotanya, hal itu bermakna dalam diri pemimpin ada ketegasan, dan bisa melihat seluruh anggotanya tanpa ada halangan. Kemudian pemimpin tidak boleh congkak, dengan sesekali melihat ke bawah, atau kepada bawahannya.
“Yang jelas, saat naik egrang kita akan terasa lebih tinggi dari orang lain, dan mata kita akan tertuju ke bawah melihat jalan,” katanya.
Makna selanjutnya yaitu, untuk bisa naik egrang dibutuhkan keseimbangan agar tidak jatuh. Dan biasanya pemain tidak menggunakan alas kaki, dengan tujuan ibu jari bisa mencapit agar lebih kuat mencengkeram.
Keseimbangan yang dimaksud yaitu bisa mengkoordinir organisasi yang dipimpin, sehingga antarpemimpin dan bawahan lebih solid. Pemimpin juga harus bisa merasakan semua yang ada di bawahnya, untuk mengetahui segala bentuk hal yang terjadi.
“Kalau kita pakai alas kaki akan mudah terpeleset, dan juga kurang bisa mengendalikan arah egrangnya,” ujarnya.
Hanggoro menambahkan, melihat fenomena pemimpin sekarang masih banyak yang kurang memenuhi 4 unsur di atas. Sehingga banyak terjadi pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan dan keuntungan pribadi semata.
“Kalau perlu pemimpin sekarang di suruh kursus egrang dulu saja,” candanya kepada jogjakartanews.com, saat ditemui di Kampoeng Dolanan. (elo)
Redaktur: Azwar Anas