Oleh: Husnul Mahdom*
Apa yang sekejap terlintas di pikiran kita ketika mendengar kalimat diatas?tanpa diiringi rumitnya pemikiran langsung tercetus bahwa itu adalah Islam dengan PKI (bukan sosialisme). Isu kebangkitan PKI memang menjadi drama paling mencengangkan akhir-akhir ini. Kenapa saya bilang drama, karena seperti sudah ada skenario kebangkitan PKI dimulai dengan maraknya berbagai simbol palu arit yang sudah dimodifikasi dalam berbagai bentuk, disusul buku-buku tentang tokoh PKI dan puncaknya ketika menteri Luhut Panjaitan mengeluarkan statement keberadaan palu arit sebagai trend anak muda, sehingga tidak usah terlalu dipersoalkan
Apa persamaan dari rangkaian kronologis diatas?PKI adalah korban yang terzalimi. Anak muda yang kebetulan hanya memakai kaos palu arit ditangkap, buku yang membicarakan Muso dan Aidit dibredel, bahkan pemerintah pun menginstruksikan untuk mencari kuburan masal tempat keluarga PKI (katanya) dibantai
Manifesto Simbol PKI
Syahdan, ada seorang gadis cantik, dengan bentuk tubuh yang sempurna dia berlenggak lenggok mengikuti jepretan kamera, tak pelak lensa fotografer pun tak berpaling darinya. Dengan gaya topi bundar yang melekat di kepala menambah pesona kecantikannya, tetapi foto viralnya langsung menuai kecaman karena baju merah yang dipakainya ternyata bergambar palu arit. Ya, dialah Anindya Kusuma Putri, sang Putri Indonesia 2015. Sempat menjadi kontroversi, akhirnya kasus ini menghilang karena sang Putri Indonesia berkilah dia tidak tahu apa-apa, baju tersebut merupakan kiriman temannya dari Vietnam, padahal kita tahu sendiri bahwa syarat menjadi Putri Indonesia adalah 3B (Brain, Beauty, Behaviour).
‘Berkah’ Putri Indonesia yang sempat wari-wiri di layar kaca untuk mengklarifilasi kasusnya ternyata tidak menular ke Ade Puji Kusmanto, seorang penjual es di Tegal ini langsung “disayang” oleh polisi dikarenakan memakai baju Tauhid. Jangankan sempat muncul di layar kaca, jeruji penjara malah menjadi rumah barunya. Mungkin ‘salah’ Tuhan memberikan muka pas-pas an sehingga tidak bisa bergaya di depan kamera. Terindikasi ISIS menjadi membuatnya tidak bisa berkumpul lagi bersama sanak keluarga. Saya berandai-andai mungkin ketika Ade bilang bahwa bajunya diberi oleh temannya dari Arab dan dia tidak tahu apa-apa bisa meloloskan dia dari jeruji penjara
Charles Sanders Pierce mengatakan bahwa dalam kajian semiotik, tanda merupakan konsep utama yang dijadikan bahan analisis sebagai bentuk interpretasi untuk menangkap pesan yang dimaksud. Begitu juga palu arit, sebenarnya dua benda itu merupakan hal yang lumrah untuk ditemukan di mana saja, tetapi ketika PKI akhirnya memutuskan menyatukan simbol tersebut sebagai lambang partainya untuk melakukan pemberontakan di Indonesia, maka Interpretasi seseorang dalam menangkap visualisasi palu arit adalah PKI, begitu juga kita menafsirkan bahwa beringin adalah sebuah pohon, tetapi ketika beringin dijadikan logo partai Golkar maka Interpretasi kita mengatakan bahwa beringin adalah Golkar dan Golkar adalah beringin. Akibat dari interpretasi tanda visual menjadikan dunia semakin sempit, karena semua benda dan warna, entah apapun itu seringkali diklam menjadi milik golongan tertentu
Kesalahan Ketika Negara Memaafkan PKI
Konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) tahun 1956 menjadi babak baru rezim PKI di Indonesia. Angin Segar yang diberikan oleh Presiden Soekarno untuk menyatukan 3 kelompok terbesar Indonesia ternyata digunakan untuk menyusun kekuatan baru. Dosa lama bahwa PKI pernah memberontak pada tahun 1926 di Klaten dan 1948 di Madiun seolah berdiaspora entah kemana. PKI segera melakukan provokasi kepada masyarakat bahwa Soekarno sangat membutuhkan PKI dalam menjalankan demokrasi terpimpin. Walaupun pada awalnya konsep Nasakom adalah bentuk sinergisitas antara Nasionalis, Agama dan Komunis tetapi PKI ingin berkuasa sendirian. Menurut Sejahrawan HMI Agussalim Sitompul, Islam sebagai penghalang terbesar harus disingkirkan, dengan tudingan akan mendirikan negara Islam, Masyumi dan GPII berhasil dibubarkan. Tinggal HMI yang menjadi penghalang. Dalam Kongres CGMI tahun 1965, Aidit berteriak lantang bahwa lebih baik Kader CGMI memakai sarung saja ketika tidak bisa membubarkan HMI. Akhirnya umat Islam bersatu untuk melawan PKI karena mereka tahu HMI adalah harapan terakhir.
Selain HMI, NU pun tak luput menjadi amukan. Tahun 1948 pembantaian menjadi pemandangan biasa di Madiun, ribuan nyawa santri dan ulama melayang, pondok pesantren menjadi lahan pembakaran. Ketika NU melawan, PKI langsung mengatakan sebagai manuver wakil presiden Hatta, padahal jelas-jelas Soekarno mengatakan bahwa Musso dan Amir Syarifuddin sebagai dalang pemberontakan di Madiun. Contoh lainnya ketika subuh masih lengang di Pondok Pesantren Al-Jauhar desa Kanigoro Kediri, sekitar 127 Santri yang khusyuk membaca Al-Qur’an dan bersiap Shalat tiba-tiba diserbu 1000 orang anggota PKI. Dengan popor laras panjang mereka masuk Masjid dengan semena-mena kemudian membantai kyai dan santri. Al-Qur’an pun tak ubahnya barang rongsokan karena dimasukkan dalam karung
Pertanyaanya kenapa HMI dan NU yang disudutkan?seolah-olah mereka adalah biang kerok pembantaian PKI. Seolah-olah Corps Mahasiswa (CM) HMI dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) adalah tukang jagal pengubur orang-orang PKI yang tak berdosa? Padahal jelas dalam Resolusi HMI Ahmad Tirtosudiro mengatakan bahwa Kemerdekaan adalah harga mati di Indonesia, sehingga mahasiswa HMI yang tugasnya membawa buku secara sukarela menenteng senjata. Begitu juga sang pendiri NU, Hadlartussyaikh KH. Hasyim Asyari dengan lantang berfatwa Jihad bagi umat Islam untuk ikut berperang melawan Belanda
Yang mereka lakukan hanyalah menunjukkan rasa patriotisme terhadap Negeri ini. Revolusi HMI dan NU berdasarkan tujuan mereka yang ingin menegakkan kedaulatan NKRI, mereka mengusir siapapun kelompok-kelompok yang ingin merongrong harkat dan martabat bangsa. Ketika cara persuasif seperti dakwah sudah dianggap tidak bisa lagi membuat PKI sadar, maka perang adalah metode terakhir yang bisa Dilakukan. Karena peperangan adalah salah satu jalan yang ‘halal’ untuk memberangus kedzaliman seperti yang Rasullulah ajarkan. Dalam salah satu hukum perang membunuh atau dibunuh adalah suatu keniscayaan, karena yang ingin diraih adalah kemenangan. Jadi ketika pemerintah (mungkin) mempunyai niatan untuk meminta maaf kepada PKI, berarti itu sama saja melecehkan Hadlartussyaikh KH.Hasyim Asyari dan Lafran Pane. Sehingga sudah menjadi kewajiban bagi HMI dan NU untuk melawan seperti yang sudah diwariskan oleh generasi sebelum mereka. []
* Penulis adalah Sekretaris Umum Badko HMI Jateng DIY