YOGYAKARTA – Sampah menjadi salah satu persoalan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lembaga Ombudsman Daerah DIY (LO DIY) menerima sedikitnya Lima kasus selama Delapan bulan terakhir, terkait persoalan sampah dari masyarakat dan pemerhati lingkungan. Sebagai upaya memecahkan kasus tersebut sekaligus memberikan solusinya, LO-DIY bekerjasama dengan Fakultas Teknik Universitas Janabadra (FT UJB) Yogyakarta menyelenggarakan Gelar Kasus, Rabu (12/09/2018) di FT UJB, Jalan Tentara Rakyat Mataram No 55-57 Yogyakarta.
Ketua LO DIY, Suryawan Raharjo, S.H., LL.M mengungkapkan, Gelar Kasus khusus sampah baru kali ini diselenggrakan LO DIY. Lembaganya merasa perlu mengangkat kasus sampah karena mempunya aspek kepentingan publik yang tinggi, karena semua orang memproduksi sampah.
Dijelaskan Raharjo, salah satu ciri gelar kasus yang diangkat ombudsman adalah melibatkan lembaga atau in person yang berkompeten atau leading sector dibidangnya. Dipilihnya FT UJB untuk pelaksanaan gelar kasus, kata dia, karena FT UJB dinilai berkompeten,
“Narasumber dalam gelar kasus, yaitu beliau Bapak Dr. Mochamad Syamsiro, S.T., M.T adalah akademisi FT UJB yang concern pada konsep-konsep teknologi terbarukan dan beberapa waktu terakhir ini memang FT UJB juga banyak melakukan riset dan diskusi mengenai sampah. Nah, ini menjadi nyambung dengan kami, sehingga ini kita formulasikan antara sudut pandang dari kalangan akademisi dengan kami lembaga pengawas pelayanan publik,” tuturnya disela-sela gelar kasus di Ruang Multi Purpose Lantai 2 FT UJB.
Kasus sampah di DIY menurut Raharjo selalu ada di beberapa spot wilayah, sehingga LO DIY merasa perlu melakukan investigasi. LO DIY, kata dia, secara khusus melakukan on motion atau fokus pengamatannya di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul, yang terbesar di DIY,
“Kami melihat pengelolaan sampah di sana, lalu-lintasnya seperti apa, lalu cara mengolah dan kemudian apa saja yang ada di sana. Kami melihat pengembangan pengelolaan sampah secara mekanik menjadi energi alternatif yang dikembangkan beliau Bapak Dr. Mochamad Syamsiro,” imbuh Raharjo.
Ditambahkan Raharjo, dalam gelar kasus sampah, LO DIY juga mengundang dari Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait baik di tingkat Pemda DIY maupun kabupaten/kota untuk bisa membicarakan solusi masalah pengelolaan sampah ini. Selain itu, kata dia, gelar kasus juga menghadirkan pegiat lingkungan, pelapor dan akademisi dari FT UJB, FT Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Islam Indonesia (UII) supaya lebih objektif didalam memberikan pendapat,
“Kami punya keyakinan Pemda DIY sudah punya ilmu dan pengalaman untuk mengelola sampah, sehingga dengan hasil diskusi kami ini, harapannya semakin memperkuat kebijakan Pemda DIY. Harapannya juga DIY yang wilayahnya tidak terlalu luas namun padat penduduk ini nantinya menjadi contoh yang baik dalam tata kelola sampah di Indonesia. Yaitu, pengelolaan yang benar-benar bersinergi. Artinya, sampah itu bisa dikelola secara layak kemudian masyarakatnya pun memiliki edukasi yang cukup sehingga bisa mengelola sampah itu dari rumah, karena masalah sampah itu bukan di tempat pembuangan tapi sebenarnya dari rumah,” harap Raharjo.
Dalam pemaparannya, Dr. Mochamad Syamsiro, mengemukakan pengelolaan sampah dengan konsep
reduce, reuse and recycle (3R) yang juga diterapkan Pemda DIY cukup baik dalam mengatasi problem sampah. Namun, menurutnya konsep tersebut masih terbentur lahan yang terbatas. Ia mencontohkan, Kota Yogyakarta menghasilkan sampah rata-rata 500 ton per hari, namun masih menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kurang luas,
“Oleh karena perlu paradigma baru pengelolaan sampah seperti di banyak negara maju, yaitu dengan mengelola sampah menjadi energi,” ungkapnya.
Syamsyiro menceritakan, ia beberapa kali mengunjungi tempat pengelolaan sampah menjadi energi di Jepang, Tingkok, dan Taiwan. Mereka, kata dia, mengolah sampahnya dengan sangat baik, bahkan tempatpengolahannya sangat bersih tidak seperti umumnya kota-kota di Indonesia yang sangat kotor karena sampah berceceran dimana-mana,
“Bahkan kalau kita lihat dari kejauhan nampak tidak seperti tempat pengolahan sampah melainkan seperti mall atau gedung perkantoran,” ujarnya.
Dijelaskan Syamsiro, ada banyak model teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah sampah menjadi energi. Diantaranya, kata dia, adalah pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang umum diterapkan di banyak negara maju,
“Dengan sistem ini, sampah akan bisa dikurangi hingga 90 persen karena hanya abu saja yang tersisa. Sehingga ada dua keuntungan yang bisa diperoleh yaitu musnahnya sampah dan listrik yang dihasilkannya. Pada beberapa PLTSa baru, digunakan sistem gasifikasi yang diklaim lebih efisien dan ramah lingkungan,” jelasnya.
Selain PLTSa, menurut Syamsiro ada pengelolaan sampah untuk dijadikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan itu yang saat ini dia kembangan di TPST Piyungan,
“Sampah plastik dan karet ban bekas dapat dikonversi menjadi BBM) dengan teknologi. Dengan penerapan teknologi tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan sampah di kota Yogyakarta, sehingga tidak akan ada lagi terjadi penumpukkan sampah akibat tidak berfungsinya TPST Piyungan. Di sisi lain juga ada nilai tambah energi berupa listrik maupun BBM yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini,” tukasnya.
Sementara itu, Dekan FT UJB Titiek Widiyasari, S.T., M.T, mengatakan gelar kasus LO-DIY bekerjasama FT UJB mengangkat tema ‘Masa Depan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurutnya, FT UJB terbuka dan selalu siap untuk turut memberikan pandangan terkait pengelolaan sampah dari pemerintah maupun masyarakat pemerhati lingkungan,
“Problem sampah itu sudah menjadi problem nasional walaupun sumbernya dari kita-kita semua. Pengelolaan sampah sebenarnya juga sudah diupayakan sebaik mungkin oleh Pemda DIY, tapi mudah-mudahan ke depan dengan kegiatan ini, akan ada output berupa solusi terbaik untuk pengelolaan sampah di DIY,” pungkas Titiek Widiyasari. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin. AS