YOGYAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Bela Garuda (DPP-ABG) mengecam aksi penyerangan oleh sekelompok orang kepada masyarakat yang tengah mempersiapan laku budaya sedekah laut di Pantai Baru, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Sabtu, 13 Oktober 2018 yang lalu.
Ketua DPP ABG Ispurwanto mengatakan, tindakan persekusi terhadap aktivitas kebudayaan yang sudah lama menjadi bagian masyarakat DIY tersebut dilakukan oleh sebagian kecil anak bangsa yang sudah kehilangan nalar nalar ke-Indonesiaannya. Menurutnya, para pelaku adalah wajah-wajah lama yang telah berulang kali melakukan tindak kekerasan di Yogyakarta dengan bertameng pada teks religius dan tafsir sepihak,
“Kekerasan yang dilakukan, dengan disertai postingan-postingan melalui media sosial secara terbuka, menunjukkan bahwa pertistiwa tersebut terorganisir dan terencana dengan baik, mulai pelaksanaannya, dampak teror bagi masyarakat luas, hingga kalkulasi resiko hukum bagi para pelakunya. Ini tidak boleh dibiarkan,” kata aktivis senior yang akrab disapa Toto, Rabu (17/10/2018) di Sekretariat DPP ABG, Jl. Kemasan No. 76 Kota Gede – Yogyakarta.
Toto menegaskan, ABG menilai bahwa dalam peristiwa tanggal 13 Oktober 2018 tersebut, telah terjadi pelanggaran hak-hak dasar warga negara Indonesia sebagai mana diatur dalam amandemen UUD 1945, khususnya pasal 28 ; 1,
“Pasal 28 C : (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Sedekah laut juga merupakan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban sebagaimana bunyi pasal Pasal 28 I : (3),” tandasnya.
Berulangnya peristiwa kekerasan oleh sekelompok kecil orang dengan memakai simbol-simbol agama, kata Toto, jelas menunjukkan tidak adanya niat baik kelompok tersebut untuk menciptakan perdamaian, kerukunan, dan persaudaraan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Toto menilai peristiwa di Pantai Baru tersebut telah menambah catatan hitam kekerasan atas nama agama bagi Yogyakarta, dan apabila kejadian ini dibiarkan terus berulang maka citra masyarakat Yogyakarta yang rukun, cerdas, santun, dan berkeadaban akan tergerus,
“Bahwa penolakan dan tekanan kepada bentuk-bentuk ekspresi budaya seperti sedekah laut dan ritual tradisi lainnya, adalah upaya pencerabutan masyarakat dari akar budayanya, sehingga masyarakat menjadi rentan bagi masuknya anasir-anasir budaya asing yang bertentangan dengan semangat ke-nusantaraan. Kejadian itu adalah bagian dari upaya sistematis untuk merusak sendi-sendi budaya nasional dan mengancam ketahanan, keutuhanan dan kedaulatan kultural bangsa Indonesia,” tukasnya.
Selain itu, Toto menengarai, kekerasan yang berulang dilakukan oleh kelompok tertentu adalah bagian dari konstelasi politik yang patut diwaspadai semua pihak.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, serta untuk menjaga citra Yogyakarta sebagai kota Budaya yang menjunjung adat budaya leluhur, maka ABG menyatakan sikap :
Pertama, mengecam keras praktik kekerasan dan pemaksakan kepentingan sepihak yang dilakukan sekelompok orang dalam persiapan Sedekah Laut di pantai Baru tanggal 13 Oktober 2018.
Kedua, mendesak Kepolisian Resort Bantul, untuk melakukan penyelidikan mendalam dan menindak tegas pelaku dan aktor-aktor intelektual di balik perilaku kekerasan ini, maupun kekerasan lainnya yang pernah terjadi di DIY, khususnya di Kabupaten Bantul.
Ketiga, mendukung sepenuhnya aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk bersikap tegas dan berani terhadap segenap anasir anti NKRI dan Pancasila, baik dalam menangani kasus ini maupun mengatasi akar masalah kekerasan sektarian di Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya.
“Keempat, kami mengimbau kepada seluruh anak bangsa pecinta Kebudayaan Nasional dan nilainilai Pancasila untuk bergandengan tangan secara berani dan kongkrit guna melindungi Kedaulatan Budaya dan tegaknya NKRI, serta terwujudnya nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Toto. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin AS