GUNUNGKIDUL – Gejala merosotnya nasionalisme kebangsaan di kalangan generasi milenial menjadi kekhawatiran akan masa depan Bangsa Indonesia di kancah persaingan global di masa mendatang. Di sisi lain, ideologi trans nasional (asing) mulai menunjukkan eksistensinya dan terus berusaha merongrong Pancasila.
Kekhawatiran tersebut diungkapkan Ketua Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara (PSPBN) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Badrun Alaena,M.Si saat menjadi pembicara tunggal dalam acara Sinau Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Aula SMP N 1 Karangmojo Kabupaten Gunungkidul, Kamis (07/11/2019).
Menurut Badrun, untuk menjawab tantangan tersebut, generasi milenial perlu disegarkan kembali ingatannya tentang sejarah bangsa Indonesia,
“Betapa para founding father benar-benar telah merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara yang kokoh sebagai landasan berdirinya bangsa yang besar,” ujarnya dalam acara yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah Istimewa Yogyakarta (Kesbangpol DIY) tersebut.
Badrun menjelaskan, Bangsa Indonesia bukan hanya besar dalam sisi wilayah dan kekayaan alamnya semata. Kebesaran bangsa Indonesia tak lepas karena memiliki Pancasila sebagai way of life,
“Sejak kelahirannya Pancasila sudah menjadi solusi atas persoalan dunia saat itu, yaitu Perang Dunia I, Perang Dunia II, kemudian memasuki era Perang Dingin, yang sebenarnya hanyalah perang di antara Blok Kapitalis Amerika dan Komunis Soviyet, sehingga mengorbankan bangsa-bangsa lainnya, terutama di Asean,” ujarnya.
Ia memaparkan, pada Sidang Umum PBB ke XV di New York tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno didaulat sebagai juru bicara dari negara-negara seperti Yugoslavia, Ghana, India, Persatuan Arab, dan Birma menjadi orator di hadapan pimpinan majelis Sidang Umum PBB.
Dalam kesempatan tersebut Sukarno menyerukan perdamaian dunia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya adalah Pancasila,
“Dengan istilah Bung Karno, To Build The World A New ada suatu rumusan jika dunia ingin damai maka hanya Pancasila yang dapat dijadikan konsepsi, bukan konsepsi seperti kolonialisme dan imperialisme beserta turunannya yang sudah usang, serta telah terbukti terus membuat kerusakan di muka bumi selama berabad-abad. Oleh karena itu, Pancasila menjadi suatu kebenaran universal yang dapat diterima oleh setiap bangsa di dunia,” ujarnya di hadapan sedikitnya seratus peserta yang terdiri dari perwakilan pelajar, organisasi pemda, organisasi keagamaan dan tokoh masyarakat se-Kecamatan Karangmojo.
Badrun menegaskan, jika Pancasila yang meyerukan perdamaian juga selaras dengan agama-agama yang diakui Negara, terutama Islam. Menurutnya Islam sendiri berarti selamat dan damai,
“Jadi ada ideologi trans nasional yang coba mengaburkan, bahwa Pancasila tidak sesuai dengan Islam. Itu sangat keliru,” tegasnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk dari perjuangan dan keinginan bersama seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang suku, adat istiadat, golongan, ras dan agama untuk bersatu merebut kemerdekaan dari tangan penjajah,
“Tentu bangsa Indonesia yang berdaulat dan merdeka tidak ingin lagi dijajah, termasuk dijajah ideologi trans nasional. Kita sudah menjadi sebuah bangsa yang berdiri di atas kaki sendiri, masa mau jadi Negara bagian, artinya kemunduran kalau itu yang terjadi, bukan kemajuan,” tandasnya kepadapeserta yang antusias mengajukan pertanyaan saat sesi dialog dibuka.
Sinau Pancasila menurut Badrun merupakan langkah yang tepat untuk membentuk milenial unggul, generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berjiwa Pancasila,
“Lebih jauh lagi diera kepemimpinan Presiden Jokowi dan Kyai Ma’ruf saat ini menginginkan pembangunan SDM yang unggul, berkarakter dan berdaya saing. Bagaimana mungkin akan menjadi generasi yang unggul jika tidak memiliki keteguhan dalam memegang perinsip-perinsip dasar Negara. Nah, di sinilah saya kira peran sinau Pancasila membentuk Karakter unggul menemukan titik temu.Kalau milenial sudah memahami nilai-nilai Pancasila maka ia punya pegangan yang kuat dan tidak akan terpengaruh ideologi trans nasional,” pungkasnya.(rd)
Redaktur: Ja’faruddin AS