Oleh: Mukhamad Imron Rosyadi*
Indonesia saat ini sedang menghadapi pandemi Covid–19 yang sudah hampir dua tahun. Belum ada titik terang bahwa wabah ini akan berakhir, meskipun belakangan mengalami penurunan yang signifikan.
Bukan hanya Indonesia, seluruh negara di dunia saat ini sedang sibuk menangani pandemi Covid-19. Namun Indonesia berbeda, setidaknya sependek pengetahuan penulis. Di tengah pandemi covid-19 yang kian ganas dan menyusahkan seluruh elemen masyarakat, justru Bantuan Sosial (Bansos) untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 malah dikorupsi oleh Menteri Sosial. Sang menteri konon mendapatkan jatah sebesar Rp 14,7 miliar dari korupsi tersebut.
Adanya korupsi bantuan sosial ini menjadi catatan kelam di tengah pandemi. Masyarakat menjadi bertanya-tanya apakah memang sudah sedemikian parah korupsi di negara kita ini walaupun ketua KPK pernah mengatakan kalau ada yang melakukan korupsi anggaran bantuan sosial Covid-19 akan dihukum mati. Namun pada kenyataannya mantan menteri sosial itu tidak mendapatkan hukuman mati. Bahkan sang mantan menteri hanya divonis 12 tahun penjara, dan itu pun lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang hanya menuntut pidana 11 tahun penjara.
Selain kasus korupsi Bansos, sebelumnya KPK juga melakukan penangkapan terhadap mantan Menteri KKP (Menteri Kelautan dan Perikanan). Sang menteri di tangkap setelah kembali dari Amerika Serikat di Bandara 3 Soekarno Hatta karena kasus tindak pidana korupsi terkait ekspor benih lobster. Pada saat era Menteri Susi Pudjiastuti ekspor benih lobster ini sebenarnya sudah dilarang karena merugikan nelayan dan negara itu sendiri. Saat dipimpin mantan menteri Edhy Prabowo ekspor benih lobster diizinkan kembali.
Terbongkarnya dua kasus besar tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kedua menteri seperti membuka harapan bahwa KPK belum mati setelah adanya revisi Undang-Undang KPK yang menurut masyarakat sebagai pelemahan terhadap KPK. Namun harapan itu hanya sementara atau tinggal menunggu waktu untuk padam.
Bahkan belakangan masyarakat dikejutkan dengan adanya progam pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) dan untuk lolos menjadi ASN para pegawai KPK harus mengikuti beberapa Tes salah satunya yang kontroversial yaitu TWK (Tes Wawasan Kebangsaan). Dari hasil tes tersebut ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos menjadi ASN salah satunya penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Mengapa dikatakan tes TWK ini kontroversial karena banyak hal yang janggal dan pertanyaannya tidak mengarah pada bagaimana cara mengatasi korupsi dan sebagainya seperti contoh pertanyaan Apakah semua China itu sama? dan mau memilih Al-Qur’an atau Pancasila? Ditambah pewawancara pada tes TWK tidak mau memperkenalkan identitasnya seperti darimana instansi atau pekerjaannya dan juga dokumen tes TWK tidak boleh diketahui publik sehingga tidak transparan.
Ini menjadi kekhawatiran masyarakat bahwa pelemahan KPK itu nyata dari dulu hingga sekarang. Dari kasus penyidik KPK ditabrak dan disiram air keras, isu Taliban di dalam tubuh KPK, hingga tes TWK. Seperti dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD (sebagaimana dikutip dari berbagai sumber) bahwa para koruptor bersatu untuk menghantam KPK. (*)
*Penulis Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal