Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Terus Bergeliat

YOGYAKARTA – Omzet ekonomi kreatif di Indonesia diperkirakan mencapai hingga Rp 600 triliun. Hal itu didorong oleh kenaikan kelas menengah baru sebesar 80 juta, keragaman unsur budaya sebagai modal kreatif, dan juga kemampuannya menyedot tenaga kerja yang mencapai 11,872 persen dari total lapangan kerja nasional. Hal tersebut disampaikan oleh pakar ekonomi kreatif UGM Erda Rindrasih.

Menurut Erda, ekonomi kreatif di Indonesia sangat beragam, mulai dari industri arsitektur, desain, fashion, kerajinan, musik hingga seni pertunjukan.

“Peluangnya pengembangannya juga masih sangat potensial, diantaranya adalah perubahan perilaku masyarakat yang lebih menyukai produk produk unik yang jumlahnya tidak banyak. Peluang yang lain adalah penduduk Indonesia yang sangat besar yang secara otomatis menjadikannya sebagai pasar yang sangat besar juga,” ungkapnya, belum lama ini.

Dijelaskan Erda, Istilah ekonomi kreatif dikenal sejak tahun 2001 yang diperkenalkan oleh John Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. Ekonomi kreatif kemudian muncul sebagai suatu bentuk ekonomi jenis baru. Munculnya ekonomi kreatif ini terjadi karena adanya pergeseran arah ekonomi dari Ekonomi Pertanian, Ekonomi Industri, Ekonomi Informasi lalu bergeser menjadi Ekonomi Kreatif.

“Keragaman seni dan budaya Indonesia yang sangat kaya menjadi peluang sendiri dalam menciptakan produk-produk ekonomi kreatif yang berkualitas”, ungkap alumnus Universitas Hawaii USA tersebut.

Sementara, seniman sekaligus praktisi industri kreatif Ki Mujar Sangkerta menceritakan pengalamannya sebagai pelaku industri kreatif melalui karya-karya logam yang dibuat menjadi Wayang Milehnium Wae.

“Wayang ini dibuat dari bahan plat logam dengan ukuran yang besar-besar dibanding ukuran standar wayang purwo. Karena terbuat dari logam, wayang ini sangat fleksibel bisa dipentaskan di mana saja, kapan saka dan dalam kondisi cuaca apa saja”, ungkapnya sambil menunjukkan salah satu wayang logam karyanya.

Sebelumnya keduanya, menyampaikan hal tersebut dalam Serial Diskusi Ekonomi Kerakyatan #3 di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (20/5) lalu, yang diselenggarakan Diskusi yang diselenggarakan atas kerjasa sama UIN Sunan Kalijaga dengan Institut Studi Indonesia Amerika (AIFIS). (yud)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com