Terindikasi ‘Jadi Sarang Penyamun’ LePPeK Dorong BPK dan KPK Audit Kementrian Koperasi dan UKM

JAKARTA – Sejak Orde Baru (Orba) berkuasa, peranan pemerintah terlihat begitu aktif dalam mengintervensi pengembangan koperasi. Walaupun intensitasnya terlihat menurun pada masa reformasi, namun fungsi pemerintah tidak berubah. Bahkan, dalam satu dasa warsa ini fungsi pemerintah tersebut menunjukkan prestasi yang buruk.

“Padahal, diakui atau tidak, penyebab utama kenapa gerakan koperasi di Indonesia kurang berkembang dibandingkan dengan negara-negara lain justru karena peranan pemerintah yang interventif ini,” ungkap ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK), Suroto dalam pers rilis yang diterima jogjakartanews.com, Rabu (16/07/2014).

Menurut Suroto, reformasi belum berhasil merombak paradigma lama pembangunan koperasi. Pemerintah, kata dia, selalu ingin mendominasi proses pembangunan koperasi.

“Fungsi kementrian Koperasi dan UKM selama satu dasa warsa ini sebetulnya memprihatinkan. Selain tidak berhasil membangun basis regulasi yang baik, juga sebetulnya hanya menghambur-hamburkan uang rakyat yang sebetulnya bisa untuk bangun infrastruktur. Malahan saya melihat ada indikasi sebagai sarang penyamun dan perlu dilakukan audit investigasi oleh BPK dan atau KPK,” tandasnya.

Lebih lanjut Suroto menjelaskan, fungsi Kementrian Koperasi dan UKM sebagaimana diatur dalam Perpres No. 5 Tahun 2005 kedepan perlu dievaluasi. Kedepan, kata Suroto, fungsi kementrian koperasi dan UKM sebaiknya diganti saja menjadi fungsi semacam badan, atau dibentuk semacam direktorat khusus di setiap Kementrian layanan teknis.

“Fungsi layanan teknis untuk anggota koperasi itu baiknya dikembangkan ke setiap departemen teknis seperti kementrian Hukum untuk urusan hukum, kementrian pertanian untuk layanan teknis pada petani anggota koperasi, Kementrian perdagangan dan sebagainya,” tukas tokoh muda koperasi alumni Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini.

Masih menurut Suroto, pembentukkan direktorat khusus di setiap departemen itu penting karena koperasi sebagai lembaga bisnis memang memiliki basis yang berbeda dari korporasi biasa.
“Koperasi perlu diberikan distingsi bukan intervensi. Lihatlah nasib koperasi kita, dari 200.000 jumlah koperasi yang ada, kurang lebih 70 persen tinggal papan nama. Selebihnya, 23 persen dalam kondisi hidup segan mati tak mau dan hanya 7 persen yang benar-benar mandiri dan benar-benar berfungsi sebagai lembaga yang sejahterakan anggota,” tegasnya.

Suroto menilai, fungsi regulasi yang dijalankan pemerintah dalam dasa warsa terakhir juga sangat buruk.

“Masa ada surat edaran menteri agar koperasi pelan-pelan digeser menjadi Perseroan Terbatas (PT). UU yang diusulkan juga miskin ideologi. Saya tidak habis pikir, bagaimana Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) Pimpinan Nurdin Halid menilai bahwa Pemerintah selama satu dasa warsa ini prestasinya cukup baik?” ujar Suroto.

Suroto juga menyoroti pemberian penghargaan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Bapak Penggerak Koperasi.

“Itu juga menurut saya berlebihan. Penghargaan utama itu baiknya diberikan kepada penggerak koperasi, bukan pada Pemerintah yang gagal menjadi garda pembela ideologi koperasi dan demokrasi ekonomi,” pungkasnya. (ded)

Redaktur: Rudi F

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com