JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengungkapkan, terdapat sedikitnya 400 izin usaha tambang yang bermasalah. Sebagian besar yang menikmati izin tambang itu adalah asing. Menurutnya hal itu merupakan akibat dari cara berpolitik yang ada hanya melahirkan demokrasi yang cacat dan terlalu prosedural.
“Ini bukan kita anti asing, namun fakta negara kita sedang dalam penggerusan demokrasi,” kata Busyro saat menjadi nara sumber dalam diskusi Konferensi Nasional Masyarakat Sipil dan Penguatan Demokrasi Pasca Pemilu 2014 di JS Luwansa Hotel, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2014).
.
Busryo juga mengatakan, kondisi perpolitikan di tanah air sangat berkaitan dengan penguasa modal. Sehingga, kata dia, siapa yang menguasai pasar, maka dia juga bisa menguasai parpol.
“Cukup menguasai kepala daerah dan unsur-unsur tambang (untuk berkuasa, red),” katanya.
Menurutnya, Indonesia disokong dua pilar sebagai negara hukum yakni demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Dua pilar itu harus diimplementasikan dalam proses politik termasuk dalam membuat peraturan perundangan sistem kepolitikan kita, rermasuk dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Hasil implementasi dua pilar tersebut melahirkan proses demokrasi. Namun sayangnya, demokrasi yang dilahirkan belum sempurna,” tandasnya.
Sekadar informasi, Menurut data BP Migas ada 29 blok dari 72 Minyak dan Gas (Migas) di tanah air yang akan habis masa kontrak hingga 2021 mendatang. Diantaranya, Blok Siak (Riau) dengan operator Chevron Pacific Indonesia yang akan habis tahun 2013; Blok Offshore Mahakam (Kalimantan Timur) dengan operator Total E&P Indonesia (2017), Blok Sanga-sanga (Kaltim) dengan kontraktor VICO dan Blok Southeast Sumatera yang dikelola CNOOC (2018). Di Blok Bula (Maluku) dengan operator Kalrez (2019), Blok South Jambi B yang dikelola Conoco Phillips (2020), dan Blok Muriah (Jawa Tengah) yang dikelola Petronas ( 2021).
Di Indonesia ada 60 kontraktor migas yang terkategori ke dalam tiga kelompok. Pertama, Super Major, terdiri ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak 70% dan gas 80%. Kedua, Major, terdiri dari Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18% dan gas 15%. Ketiga, perusahaan independen; menguasai cadangan minyak 12% dan gas 5%. Dengan demikian, minyak dan gas bumi Indonesia hampir 90% telah dikuasai oleh perusahaan multinasional asing tersebut.
Sementara berdasar data British Petroleum Statistical Review, Indonesia yang hanya memiliki cadangan batu bara terbukti 4,3 miliar ton atau 0,5% dari total cadangan batu bara dunia, ternyata menjadi pemasok utama batu bara untuk China. Padahal, China memiliki cadangan batu bara terbukti 114,5 miliar ton atau setara 13,9% dari total cadangan batu bara dunia.
Semua itu terjadi lantaran liberalisasi di sektor tambang dan migas yang dimulai sejak 40 tahun lalu, dimana pemerintah telah membuka izin seluas-luasnya kepada perusahaan asing untuk mengelola tambang dan migas di Indonesia. Selama itu pula asing menikmati keuntungan yang berlimpah. (ded/lia)
Redaktur: Rudi F