Prediksi JK Meleset, Harga Minyak Dunia Bakal Bertahan Lama

JAKARTA – Prediksi Wakil Presiden Jusuf Kalla  (JK) yang mengatakan penurunan harga minyak dunia tidak akan bertahan lama. Hal itu diungkapkan  JK ketika pemerintah belum memutuskan secara resmi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Memang sekarang turun, tapi itu biasanya sebentar saja turunnya. Kedua rupiah itu melemah, sedangkan itu barang impor, memang turun subsidi juga sedikit turun. Tapi segera naik lagi, karena kalau dibawah 100 itu negara Timur Tengah akan rugi,” jelasnya di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (07/11/2014) yang lalu.

Hingga saat ini, harga minyak dunia tidak mengalami kecenderungan naik. Bahkan, Kepala Investasi Ayers Alliance Securities Jonathan Barratt memprediksi harga bisa terjun lagi 40 persen, menjadi sekitar $40 per barel.

“Ada kemungkinan bahwa jika perang harga ini menjadi tidak terkendali, kita bisa melihat harga turun ke sekitar $40 per barel [untuk WTI],” jelasnya, mengutip CNBC, Senin (01/12/2014).

Seperti diketahui, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan sejak Agustus 2012. Saat ini WTI di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Januari turun 40 sen menjadi USD 68,60 per barel.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto saat acara Pertamina Energy Outlook 2015, di Jakarta, Rabu (03/12/2014), juga menyatakan hal yang sama. Ia memprediksi  Harga minyak dunia sulit naik dalam beberapa bulan ke depan.  

 “Kondisi ini disebabkan ego negara penghasil minyak yang jor-joran memproduksi minyak di tengah rendahnya permintaan pasar,” katanya kepada wartawan.

Dosen Universitas Trisakti ini meyakini harga minyak akan tetap bertahan di kisaran USD 65.000 per barel. Harga minyak diperkirakan mencapai titik seimbang di kisaran USD 80.000 per barel.

Bahkan, Pri Agung memprediksi penurunan harga minyak dunia diperkirakan masih berlanjut hingga pertengahan tahun depan, atau kira-kira  sampai enam bulan ke depan.

Menurutnya di pasar dunia terjadi kelebihan pasokan minyak. Salah satunya, kata dia,  akibat gejolak politik global Negara-negara penghasil minyak. Perkembangan shell oil dan shell gas membuat Negara-negara Arab tidak suka sehingga menerapkan strategi menguasai harga pasar untuk melakukan tekanan.  (ded/lia/kontributor).

Redaktur: Tarnowo

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com