Ketua MPR RI: “HMI Sebaiknya Kuasai Media”

JAKARTA – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Zulkifli Hassan mengatakan, peran media massa saat ini sangat penting untuk mendorong perubahan sosial. Media massa juga bisa dijadikan salah satu instrument gerakan mahasiswa untuk menekan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak populis.

“HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sebisa mungkin menguasai media” kata ketua Zulkifli Hassan saat menyampaikan sambutan dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III Pengurus Besar HMI (PB HMI) di Gedung Nusantara V DPR / MPR, Senin (23/12/2014)

Dalam acara yang disambung dengan seminar bertema : Politik Ekonomi Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) ini, Ketua MPR menekankan pentingnya PB HMI untuk meninggalkan cara-cara konvensional, yaitu dengan gerakan massa karena kurang efektif untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.

“Saat ini banyak kelompok atau organisasi kecil yang tidak sebesar HMI menguasai media, Mereka tidak memiliki jaringan cabang-cabang yang tersebar ke seluruh wilayah, tidak seperti HMI yang cabangnya ada dimana-mana. Tapi ternyata (mereka) memiliki daya tekan yang lebih baik dalam menghadapi kasus-kasus tertentu, hal ini karena mereka dekat atau bahkan menguasai media,” ujarnya.

Terkait dengan hal tersebut fungsionaris PB HMI Departemen Kewirausahaan, Aristianto Zamzami, S.Pd mengatakan sependapat dengan Ketua MPR. Zami, sapaan akrab Aristianto Zamzami bersama salah satu alumni HMI di Yogyakarta, telah merintis media massa online professional, yaitu jogjakartanews.com sejak setahun yang lalu. Namun demikian, ia juga menganggap gerakan massa juga tidak boleh ditinggalkan.

“Memang keberadaan media massa saat ini sangat penting, termasuk untuk mendorong dan mendukung perjuangan HMI dan gerakan mahasiswa. Namun bukan berarti hanya cukup dengan media saja, gerakan massa yang real juga harus tetap ada,” ungkap Zami yang juga direktur PT. Media Wartatama Berdikari (penerbit jogjakartanews.com).

Dijelaskan Zami, selama ini gerakan massa mahasiswa, contohnya saat aksi penolakan kenaikan harga BBM tidak mendapat dukungan dari rakyat, karena tidak didukung media massa yang objektif. Menurutnya, banyak media tidak memberitakan esensi aksi mahasiswa menolak kenaikan harga BBM. Kebanyakan, kata dia, hanya memberitakan keributan dan bentroknya saja. Selain itu, dalam kasus aksi mahasiswa, kata Zami, banyak media yang tidak paham sehingga seolah membenarkan pernyataan aparat yang membubarkan paksa aksi dengan alasan tidak berizin.

“Tidak ada aturan hukumnya aksi harus izin dengan polisi, yang ada hanya pemberitahuan. Itu belum banyak dipahami awak media,” tukas Zami yang juga aktif menulis di berbagai media massa ini.

“Media mainstream juga banyak yang terkesan menjadi partisan pemerintah saat ini. Saat aksi misalnya, mereka lebih banyak mengekspose seolah mahasiswa brutal. Padahal kerugian akibat masyarakat karena aksi mahasiswa tidak sebanding dengan kerugian akibat kenaikan harga BBM. Kita perlu media yang objektif dan tidak terkooptasi kekuasaan, bisa mendidik kesadaran masyarakat, sehingga akan mendukung setiap gerakan mahasiswa yang membela kepentingan rakyat,” pungkasnya. (lia/ded)

Redaktur: Rudi F

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com