Di Era Jokowi, BUMN Masih Dianggap Jadi Tempat Balas Budi

JAKARTA – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pos penting dalam pemerintahan. BUMN merupakan badan usaha Negara yang selama ini menjadi salah satu penopang pemasukan ke kas Negara. Hanya saja, tidak semua BUMN meraih profit seperti yang ditargetkan oleh pemerintah. Hal itu, karena BUMN masih menjadi pos politik pemerintah.

BUMN masih menjadi tempat otoritas penguasa untuk menempatkan orang-orang yang berjasa saat kampanye alias balas budi seperti relawan, tim sukses maupun elit parpol yang menjadi pendukung. Hal itu seperti diungkap Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, Juma’at dalam rilisnya kepada jogjakartanews.com.

Arief juga menyayangkan tiadanya transparansi dalam pemilihan direksi maupun komisaris sebab tidak diumumkan ke public. “Kalau memang kita punya keinginan mengelola BUMN dengan baik, sebaiknya untuk posisi direksi atau komisaris diumumkan di koran dan Lelang jabatan  sehingga terjadi kompetisi yang sangat bagus,”

Dengan diumumkan ke publik, menurut Arief proses seleksi para pejabat tinggi perusahaan plat merah tersebut dapat dilakukan dengan benar. “Dengan demikian, akan diperoleh orang-orang yang memiliki kemampuan menduduki posisi strategis tersebut. Sehingga kita melakukan head hunter-nya dengan benar. Artinya, kita akan peroleh orang yang capable untuk menduduki direksi BUMN,” katanya.

Sebagaimana diketahui, baru-baru ini pemerintah Jokowi Dodo mengangkat dan menyetujui Mustafa Abu Bakar dan Sonny Keraf sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen di PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Ada juga Rizal Ramli, Revrison Baswir dan Anny Ratnawati yang diangkat sebagai Komisaris di PT Bank BNI Tbk, Darmin Nasution dan Cahaya Dwi Rembulan, yang diangkat sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen di PT Bank Mandiri tbk, Refly Harun di Jasa Marga, Henri Saparini di Telkom Indonesia, Diaz Hendropriyono di Telkomsel

Kendati begitu, FSP BUMN Bersatu  berharap, para direksi perbankan  plat merah yang baru dapat membongkar dugaan korupsi dan mark-up terhadap pemberian kredit elit politik dan kerabat para petinggi di masa pemerintahan sebelumnya. (Ian)

Redaktur: Herman Wahyudi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com