Rencana Pasarkan BBM Pertalite Tak Transparan, Muncul Dugaan Ada Mafia di Pertamina

JAKARTA – Niat PT Pertamina (Persero) yang akan memasarkan variasi produk Bahan Bakar Minyak (BBM) terbarunya, Pertalite, mendapat sorotan publik. Pasalnya, Pertalite yang rencananya akan dipasarkan di 103 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, tersebut terkesan tidak transparan. Apakah Pertalite tersebut dari hasil produksi Pertamina sendiri atau import?

Menurut pengamat energi nasional, Yusri Usman, pertamina telah melakukan kesalahan besar dengan tidak menjelaskan kepada publik terkait darimana asalnya Pertalite yang akan diuji cobakan untuk dipasarkan dengan kuota 824 ton tersebut 

“Jadi adalah keliru besar kalau Pertamina bersikap seperti badan intelijen  menjadi penuh teka teki dalam menjual variasi produk baru BBM yaitu Pertalite. Kenapa Pertamina sangat tertutup soal ini, padahal menurut Tim Reformasi Tata Kelola Migas bahwa harus transparan. Ini kok malah sebaliknya, bisa menimbulkan multitafsir bahwa ada dugaan kepentingan mafia juga dalam produk pertalite,” ujar Yusri yang dihubungi jogjakartanews.com, Jumat (24/07/2014) di Jakarta.

Diungkapkan Yusri, Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) yang mempunyai tugas melayani kebutuhan BBM rakyat tersedia murah dan aman, sehingga publik menilai positif kinerja Pertamina.

“Kita tahu, Pertamina telah mentransformasi bisnis pengadaannya sejak awal tahun 2015, dimana sepenuhnya sudah di ISC Pertamina, tepatnya sejak Petral Singapore telah di non aktifkan,” ungkapnya.

Jadi, kata Yusri, Pertamina harus transparan dan jujur mengakui bahwa apakah  100 % produk Peralite adalah impor ( bukan hasil hasil murni olahan minyak mentah di kilang Pertamina,red ) ataupun hasil  blending, apakah HOMC 92 dengan light Nahptha  degan komposi HOMC ( 90 % ) dengan light Naphta ( 10 % ) atau blending antara Premium 88 ( 50 %) dengan Pertamax 92 ( 50 % ) di kilang Pertamina atau di kilang luar negeri dari importirnya,

“Karena hanya kilang Balongan yang mampu memproduksi Pertalite ( RON 90 ) yang “on spec” seperti yang dipersyaratkan aman secara lingkungan yaitu kandungan aromatic  (40%) dan Benzene < 6 % dalam kandungan Pertalite. Karena berdasarkan pengecekan saya, infonya kilang Balongan tidak ada memproduksi Pertalite saat ini,  dan kalau produk ini sudah dipasarkan , maka wajib Lembaga Komsumen Indonesia sampling secara acak Pertalite di SPBU utk analisa laboratorium untuk mengetahui spesifikasinya apakah sesuai apa yg dijanjikan oleh Pertamina kepada konsumennya,” tukas Yusri.

Lebih lanjut dikatakan Yusri, apabila produk Pertalite dari sisi kualitas dan harga bisa diterima pasar dan menguntungkan Pertamina dalam bersaing dengan produk-produk kompetitornya seperti Shell, Total dan Petronas , maka Pertamina kedepan harus segera menyiapkan infrastruktur di depo- deponya untuk tangki penampung khusus Pertalite yang dedicated.

“Bukan kanibal tangki Premium Ron 88. Jadi kata kuncinya Direksi Pertamina saat ini harus lebih peduli dan sensitif terhadap rakyat yang mengharapkan harga BBM yg murah tetapi lebih berkualitas sesuai pencitraannya selama ini bahwa  pengadaan melalui ISC Pertamina telah menghemat ratusan juta dollar amerika. Kalau hal ini tidak signifikan perubahannya, maka tidaklah salah kalau rakyat akan menduga bahwa mafia migasnya ada di Direksi Pertamina sendiri yang membuat kebijakannya,” tandasnya.

“Kalau seandainya produksi Pertalite kita import 100%, bagaimana sempat wacana penghapusan Premium 88 dan ke Pertamax 92? exxes naphta di kilang makin besar , karena tidak digunakan sebagai bahan blending dgn HOMC 92 , artinya exxes naphta lebih bernilai ketimbang di ekspor dan biaya pokok produksi kilang makin besar. Exxes naphta dieksport dihargai murah. Ini kan tidak benar,” pungkasnya.

Sebelumnya, kepada wartawan berbagai media massa di Jakarta, Rabu (22/07/2015) Wakil Presiden Komunikasi Korporasi Pertamina Wianda Pusponegoro, mengatakan Pertamina berencana mulai memasarkan Pertalite pada 103 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Inisiasi awal ini hanya sebatas tes pasar dengan kuota 824 ton. Namun,  terkait dari mana Pertalite tersebut, pihak Pertamina belum menjelaskan kepada media.

Dikatakan Wianda, Pertamina menginginkan media untuk mengangkat informasi tentang kesiapan uji pasar, bukan menyampaikan informasi soal tempat Pertalite kemungkinan bisa diproduksi.

“Urusan produksi itu adalah domain badan usaha,” kata Wianda dilansir dari berbagai media. (ded/lia)

Redaktur: Rudi F

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com