Mengembalikan Gairah Basis HMI Sebagai Kader Ummat Kader Bangsa

Oleh: Muhammad Afri Sultoni*

Usia Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sudah tak lagi muda. 68 tahun menjadi perjalanan panjang yang tentunya penuh liku-liku sejarah. Lalu apakah semakin bertambahnya usianya, HMI semakin ‘berkilau’? apakah HMI kian mendapat tempat di hati mahasiswa sebagai basis kadernya?

Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung keraguan tersebut sebenarnya bukanlah hal yang luar biasa apalagi aneh jika dilontarkan oleh kader HMI sendiri. Mengapa demikian? Jawabnya adalah karena saat ini memang HMI tak lagi secemerlang masa lalu, terutama di awal-awal berdirinya.

Dulu, HMI melahirkan banyak tokoh nasional sekaliber Lafran Pane sang pendiri, Sulastomo, Nurkholish Madjid, Akbar Tandjung, dan nama-nama besar lainnya. Namun belakangan ini meski masih diakui banyak tokoh dan pejabat publik seperti Wapres Jusuf Kalla, menteri di kabinet kerja, belum lagi para legislator di DPR RI, namun tak sedikit yang kemudian tidak membawa perubahan Indonesia yang lebih baik. Sebab, output  generasi HMI pada dasa warsa terakhir ini yang  lebih menonjol hanya melahirkan politisi yang mengikuti sistem, tanpa keberanian merubah sistem menjadi lebih baik. Itulah barangkali pembeda dengan output generasi sebelumnya.

Penurunan Kualitas, Basis Tak Kuat

Tentu saja setiap generasi menghasilkan sesuatu yang berbeda, sesuai perkembangan jaman, demikian juga di HMI. Namun sebagai organisasi mahasiswa islam pelopor (pertama)  yang memiliki visi jauh ke depan, melampau jamannya, seharusnya eskalasi gerakan HMI kian menuju apa yang dicita-citakan. Namun apa yang terjadi di HMI justru sebaliknya. Hal itu harus diakui.

Bahkan, di tempat berdirinya, di Kampus Universitas Islam Indonesia (dulu STI/Sekolah Tinggi Islam) dimana penulis kini menimba Ilmu, keberadaan HMI tak lagi sebesar masa-masa sebelumnya. Terlebih setelah HMI pecah pasca azaz tunggal.

Parameternya sederhana lainnya juga bisa dilihat dari, meski klaim Pengurus Besar HMI (PB HMI) ada peningkatan jumlah Cabang yang berarti ada peningkatan jumlah kader, namun peran-peran nyata HMI bagi bangsa dan negara belum terasakan nyata oleh rakyat. Jangankan demikian, peran kader-kader HMI di tingkat kampus  masing-masing saja sudah mulai surut. Jarang kader-kader HMI yang menjadi Presiden BEM di universitas-unuversitas terkemuka di Indonesia, dan posisi itu malah direbut oleh organisasi mahasiswa yang umurnya relatif muda. Perkaderan LK 1 juga di beberapa kampus di Yogyakarta kalah dengan perkaderan organisasi ekstra kampus lainnya.  

Dari sisi intelektual, kader HMI yang sedianya akrab dengan  gerakan intelektual, di tingkat kampus atau di kalangan kader-kader komisariat banyak yang belum menunjukkan prestasinya baik akademik maupun non akademik yang menonjol hingga tingkat nasional. Penulis belum mendengar ada kader HMI misalnya menjuarai olimpiade mahasiswa tingkat nasional maupun internasional, menemukan sebuah teori baru yang menjadi rujukan mata kuliah, atau menemukan teknologi mutakhir terbaru.

Dari sisi keislaman, kader-kader HMI juga tak lagi banyak  yang aktif di masjid kampus. Penulis juga jarang sekali mendengar ada kader HMI yang Hafidz Al Qur’an. Kajian-kajian keislaman juga jarang sekali diselenggarakan di Tingkat Cabang, Badko, terlebih PB HMI. Penulis hanya sering mendapatkan info selain kegiatan LK, adapun diskusi kebanyakan bertemakan politik.

Indikator-indikator yang penulis sebut di atas adalah fakta yang bukan sekadar penilain subjektif semata, namun bisa di- cross check, setidaknya di UII. Tentu HMI yang seharusnya lebih besar di tempat lahirnya justru kian melemah, tentu menyisakan PR Besar untuk PB HMI ke depan. Ada persoalan pembenahan dan pembaharuan perkaderan yang harus segera diupayakan.

Harapan untuk PB HMI Ke Depan

Sebagai kader HMI, saya memberikan kepercayaan kepada Pengurus Besar HMI dalam memikirkan kondisi kadernya, khususnya yang berproses di tingkatan Komisariat. Karena di tingkatan Komisariat ini dimulainya pembentukan calon-calon pemimpin umat dan bangsa, sebagaimana harapan HMI. Sebagai struktural tertinggi lingkup HMI yang bertanggung jawab penuh atas terciptanya tujuan HMI, PB HMI ke depan harus melakukan inovasi-inovasi yang kreatif agar menguatkan basis, kembali menyentuh kampus sebagai lumbung kadernya .

PB HMI harus memiliki solusi agar kader-kader HMI di tingkatan Komisariat ini lebih terberdayakan sehingga memiliki sense of belongin kuat terhadap himpunan dan benar-benar menjadi kader umat dan bangsa, berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan positif demi mewujudkan cita-cita HMI; terbinanya insan pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam yang bertanggungjawab terhadap terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Swt.. Dan salah satu tugas HMI adalah memberikan konstribusinya agar terciptanya masyarakat adil makmur.

Salah satu tantangan yang tak boleh di lupakan ke depan adalah banyaknya problem bangsa yang belum terpecahkan, terutama kemiskinan dan pengangguran. PB HMI ke depan bertanggungjawab memberikan solusi atas kondisi bangsa Indonesia saat ini yang mengalami keterpurukan. Bukankah HMI lahir dengan semangat mempertahankan kemerdekaan Indonesia? Bukankah hakikat kemerdekaan adalah  apabila rakyat sudah merasakan keadilan dan kemakmuran?. Maka dari itu HMI harus menciptakan kader yang dapat menjawab tantangan zaman dan dapat dijadikan suri tauladan melalui gerakan-gerakan intelektual, sehingga pintu gerbang menuju Indonesia sebagai bangsa yang maju, adil, makmur yang diridhai Allah SWT sebagaimana yang dicitakan HMI, akan terbuka lebar. Semoga. [*]

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII), Pengurus HMI Komisariat Lafran Pane, Cabang Yogyakarta. Artikel ini adalah salah satu pemenang favorit, sayembara menulis Karya Bagi Negeri dengan tema: “Harapan Kader untuk Pengurus Besar (PB) HMI ke Depan Menuju Indonesia yang Lebih Baik”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com