YOGYAKARTA – Wakil Wali Kota Yogyakarta, Imam Priyono akhirnya angkat bicara di media massa, pasca dirinya disebut-sebut dalam kasus dugaan penyimpangan pengadaan seragam Atlet KONI senilai Rp 639,7 juta. Imam Priyono membantah dirinya sebagai ketua Kontingen Porda XIII DIY 2015 sebagaimana pernyataan pengurus KONI, Kus Murbono yang telah diperiksa penyidik Polda DIY.
Imam Priyono juga menyatakan tidak akan datang jika ada panggilan Polda terkait kasus tersebut. Alasannya, karena dirinya secara struktur tidak ada kewenangan sama sekali untuk mengarahkan KONI untuk penunjukkan langsung pengadaan seragam Atlet.
“Nggak akan pernah hadir. Saya tidak ada kaitannya dengan itu (Pengadaan seragam atlet),” tandas IP, Sapaan akrab Imam Priyono, Minggu (21/08/2016),
Terkait apakah namanya disebut-sebut dalam perkara dugaan penyimpangan dana hibah KONI tersebut adalah upaya lawan politik untuk menjegal dirinya maju sebagai wali kota dalam Pilkada 2017 mendatang? IP enggan menduga-duga.
Terpisah, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menilai terlepas benar tidaknya keterlibatan IP dalam kasus tersebut, namun menurutnya ada upaya penjegalan IP dalam Pilkada 2017 mendatang.
“Seringkali terjadi pembiaran pada seseorang saat atau telah melakukan kesalahan. Kesalahan tersebut baru ditunjukan ke publik saat orang tersebut mau maju menduduki jabatan publik. Kita memang sekarang hanya bisa menduga-duga. Tapi bisa jadi iniadalah upaya yang dilakukan untuk menjegal IP,” ujarnya kepada wartawan, kamarin.
Menurutnya, untuk persaingan incumbent dalam Pilkada Kota Jogja mendatang , dia tidak melihat adanya persaingan ketat.
“Partai apa saja sekarang seperti masih ragu mencalonkan incumbent. Ini karena kinerja incumbent memang tidak banyak menghasilkan perubahan positif. Saya kira di sini partai juga dipaksa bisa bertindak cerdas dalam memilih calon yang akan diusung,” tukas dosen Ilmu Pemerintahan UMY ini.
Terkait hal itu, aktivis anti korupsi dari Jaringan Masyarakat Anti Korupsi (Jamak) Yogyakarta, Akbar Fadhil menyayangkan statemen IP di media bahwa dirinya tidak akan dating jika ada panggilan Polda terkait kasus seragam atlet KONI 2015. Menurutnya sikap IP tersebut sama saja tidak kooperatif dengan penegak hukum dan dipertanyakan komitmennya untuk mensukseskan program pemberantasan korupsi pemerintah.
“Kalau memang tidak terlibat ya buktikan saja. Tentu nantinya penyidik berhak memanggil beliau, karena namanya memang disebut-sebut oleh pengurus KONI yang sebelumnya diperiksa. Kami mendukung upaya Polda DIY untuk mengusut tuntas Kasus ini. Polda kami minta dan dorong untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu politis, sehingga berhenti mengusut kasus ini,” pungkas Akbar.
Sementara, penyidik Direktorat Reskrimsus Polda DIY hingga saat ini masih melakukan penyelidikan terkait kasus Pengadaan Seragam Atlet yang bersumber dari dana Hibah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta tersebut. Namun, saat dikonfirmasi, Direskrimsus Polda DIY, AKBP Antonius Pudjianto belum bisa memberikan informasi terkait perkembangan penyelidikan, karena tengah bertugas dinas ke Jakarta.
Sekadar mengingatkan, laporan adanya dugaan penyelewengan dana hibah tersebut sudah masuk ke Polda DIY. Senin (14/08/2016) yang lalu penyidik Ditreskrimsus telah melakukan tindak lanjut dengan memanggil dan memeriksa beberapa pengurus KONI untuk dimintai keterangan. Salah satunya, Kus Murbono.
Kus Murbono yang biasa disapa Ibon, mengaku tidak adanya lelang dalam pengadaan seragam atlet karena waktu yang mendesak. Sebab dana hibah dari Pemerintah Kota cair pada pertengahan Juli, sementara di pertengahan Agustus atlet dari KONI sudah ada yang mulai bertanding. Namun demikian Ibon mengakui bahwa dalam rapat KONI sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk dilakukan lelang.
“Karena waktunya mendesak, karena atlet harus berseragam, daripada atlet tidak mau bertanding, atau alias PORDA gagal, ya sudah alternatifnya seperti itu, lalu kemudian kami ada perwakilan , konsultasi ke pak Wawali selaku ketua Kontingen,” katanya. (kt1/rw)
Redaktur: Faisal